This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 28 Januari 2014

Makalah Ilmu Politik CIVIC CULTURE (Budaya Politik)

Budaya Politik
A.Pengertian Budaya Politik
Budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan benegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Budaya politik juga dapat diartikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya.
Pengertian Budaya Politik menurut para ahli  :
a.Rusadi Sumintapura
Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan poltik yang dihayati oleh para anggota suatu system politik.
b.Alan R. Ball
Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan  nilai – nilai masyarakat yang berhubungan denngan system politik dan isu – isu politik.
d.Austin ranney
Budaya politik adalah seperangkat pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara bersama – sama, sebuah pola orientasi terhadap objek – objek politik.
e.Almond dan Verba
Budaya politik sebagai suatu sikap yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya dan sikap terhadap peranan warga Negara yang ada dalam system itu.
Awal mula munculnya budaya politik :
Konsep budaya politik baru berkembang pada abad ke 19 atau setelah terjadinya PD II dam karena adanya dorongan dari beberapa badan internasional, terutama UNESCO. Budaya politik muncul sebagai dampak perkembangan politik Amerika Serikat karena adanya revolusi politik yang dikenal Behavioral Revolution (Behavioralism). Behavioral revolution adalah muncul dan berkembangnya  kecenderungan baru dalam dunia penelitian, yaitu kecenderungan untuk mengadakan penelitian survei (survey research) yang dapat menjangkau responden dalam jumlah yang sangat besar, guna memahami sikap, orientasi, dan perilaku kalangan masyarakat disertai latar belakang sosial, ekonomi, dan politiknya .

B.Pembentukan Budaya Politik
Proses pembentukan budaya politik dilakukan melalui sosialisasi politik, yakni proses penerusan nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya, entah itu melalui media seperti keluarga, saudara, kelompok bermain, sekolah, lingkungan dan juga melalui media massa seperti koran, radio dan televisi.
Keluarga merupakan agen pertama yang mengajarkan budaya berpolitik seperti mengenalkan peraturan dan norma-norma yang berlaku di dalam keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Sekolah pun berperan untuk mengenalkan budaya politik, contohnya ikut berpartisipasi dalam sebuah organisasi seperti menjadi ketua osis.
Seiring bertambah dewasa manusia, mereka bisa mendapatkan informasi dan pengalaman berpolitik yang lebih luas di lingkungannya dan mereka dapat mengapresiasikannya di dalam kehidupan sehari-hari.

C.Komponen-komponen Budaya Politik
Menurut Almond dan Powell, ada 2 orientasi politik yaitu tingkat individu dan tingkat masyarakat  :
1.Orientasi tingkat individu dalam system politik  dapat dilihat dari 3 komponen :
a.Orientasi kognitif, berupa pengetahuan tentang kepercayaan pada politik, peranan, dan segala kewajiban serta input dan outputnya.
b.Orientasi afektif, berupa perasaan terhadap system politik, peranannya, para actor, dan penampilannya.
c.Orientasi evaluatif, berupa keputusan dan pendapat tentang objek – objek politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria informasi dan perasaan.

2.Orientasi Tingkat masyarakat
Adalah pandangan dan sikap sesama warga negara yang meliputi rasa percaya dan permusuhan antar individu, kelompok maupun golongan. Sikap saling percaya menumbuhkan saling kerja sama sedang sikap permusuhan menimbulkan konflik.

D.Macam-macam Budaya Politik
1.Berdasarkan Sikap Yang Ditunjukkan
a.Budaya Politik Militan
Budaya politik dimana hanya mementingkan organisasinya bahkan tiap individu hanya memikirkan dirinya sendiri karena tiap perbedaan selalu dipandang sebagai usaha jahat dan menentang dan apabila terjadi krisis maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan yang salah, dan masalah yang mempribadi selalu sensitive dan membakar emosi.
b.Budaya Politik Toleransi
Budaya politik dimana pemikiran berpusat pada masalah atau ide yang harus dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar yang mana selalu membuka pintu untuk bekerja sama. Sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi bukan curiga terhadap orang. Berdasarkan sikap terhadap tradisi dan perubahan, budaya politik terbagi atas :
1.Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Absolut
Budaya politik yang mempunyai sikap mental yang absolut memiliki nilai-nilai   dan kepercayaan yang dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah lagi.
2.Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Akomodatif
Struktur mental yang bersifat akomodatif biasanya terbuka dan sedia menerima    apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat melepaskan ikatan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini.
2.Berdasarkan orientasi politiknya
Realitas yang ditemukan dalam budaya politik ternyata memiliki beberapa variasi. Berdasarkan orientasi politik yang ditandai oleh sebagai karakter dalam budaya politik, setiap sistem politik memiliki budaya politik yang berbeda.
Dari realitas budaya politik yang berkembang di masyarakat, Gabriel Almond mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut:
a.Budaya politik parochial, yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang              disebabkan factor kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif rendah.)
b.Budaya politik kaula, yaitu masyrakat bersangkutan sudah relative maju (baik sosial maupun ekonominya) tetapi masih pasif.
c.Budaya politik Partisipan, yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi.
3.Berdasarkan ruang lingkupnya
Dalam kehidupan masyarakat, tidak tertutup kemungkinan bahwa terbentuknya budaya politik merupakan gabungan ketiga klasifikasi tersebut di atas.
a.Budaya Politik Parokial
Budaya Politik Parokial yaitu berada dalam wilayah atau lingkup yang kecil.
b.Budaya Politik Sebagai Subjek
Budaya Politik Sebagai Subjek yaitu berada dalam suatu wilayah yang lebih besar dari sebelumnya.
c. Budaya Politik Sebagai Peserta
Budaya Politik Sebagai Peserta yaitu berada dalam masyarakat yang telah memiliki    kesadaran akan politik.

E.Perkembangan Politik di Indonesia
1.Era Demokrasi Parlementer (1945-1950)
Budaya politik yang berkembang pada era Demokrasi Parlementer sangat beragam. Dengan tingginya partisipasi massa dalam menyalurkan tuntutan mereka, menimbulkan anggapan bahwa seluruh lapisan masyarakat telah berbudaya politik partisipan. Anggapan bahwa rakyat mengenal hak-haknya dan dapat melaksanakan kewajibannya menyebabkan tumbuhnya deviasi penilaian terhadap peristiwa-peristiwa politik yang timbul ketika itu (Rusadi Kantaprawira, 2006: 190). Percobaan kudeta dan pemberontakan, di mana dibelakangnya sedikit banyak tergambar adanya keterlibatan/keikutsertaan rakyat, dapat diberi arti bahwa kelompok rakyat yang bersangkutan memang telah sadar, atau mereka hanya terbawa-bawa oleh pola-pola aliran yang ada ketika itu.
Para elite Indonesia yang disebut penghimpun solidaritas (solidarity maker) lebih nampak dalam periode demokrasi parlementer ini. Walaupun demikian, waktu itu terlihat pula munculnya kabinet-kabinet yang terbentuk dalam suasana keselang-selingan pergantian kepemimpinan yang mana kelompok adminitrators memegang peranan. Kulminasi krisis politik akibat pertentangan antar-elite mulai terjadi sejak terbentuknya Dewan Banteng, Dewan Gajah, dan PRRI pada tahun 1958 (Rusadi Kantaprawira, 2006: 191). Selain itu, dengan gaya politik yang ideologis pada masing-masing partai politik menyebabkan tumbuhnya budaya paternalistik. Adanya ikatan dengan kekuatan-kekuatan politik yang berbeda secara ideologis mengakibatkan fungsi aparatur negara yang semestinya melayani kepentingan umum tanpa pengecualian, menjadi cenderung melayani kepentingan golongan menurut ikatan primordial. Selain itu, orientasi pragmatis juga senantiasa mengiringi budaya poltik pada era ini.
2.Era Demokrasi Terpimpin (Dimulai Pada 5 Juli 1959-1965)
Budaya politik yang berkembang pada era ini masih diwarnai dengan sifat primordialisme seperti pada era sebelumnya. Ideologi masih tetap mewarnai periode ini, walaupun sudah dibatasi secara formal melalui Penpres No. 7 Tahun 1959 tentang Syarat-syarat dan Penyederhanaan Kepartaian. Tokoh politik memperkenalkan gagasan Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (Nasakom). Gagasan tersebut menjadi patokan bagi partai-partai yang berkembang pada era Demorasi Terpimpin. Dalam kondisi tersebut tokoh politik dapat memelihara keseimbangan politik (Rusadi Kantaprawira, 2006: 196).
Selain itu, paternalisme juga bahkan dapat hidup lebih subur di kalangan elit-elit politiknya. Adanya sifat kharismatik dan paternalistik yang tumbuh di kalangan elit politik dapat menengahi dan kemudian memperoleh dukungan dari pihak-pihak yang bertikai, baik dengan sukarela maupun dengan paksaan. Dengan demikian muncul dialektika bahwa pihak yang kurang kemampuannya, yang tidak dapat menghimpun solidaritas di arena politik, akan tersingkir dari gelanggang politik. Sedangkan pihak yang lebih kuat akan merajai/menguasai arena politik.
Pengaturan soal-soal kemasyaraktan lebih cenderung dilakukan secara paksaan. Hal ini bisa dilihat dari adanya teror mental yang dilakukan kepada kelompok-kelompok atau orang-orang yang kontra revolusi ataupun kepada aliran-aliran yang tidak setuju dengan nilai-nilai mutlak yang telah ditetapkan oleh penguasa (Rusadi Kantaprawira, 2006: 197).
Dari masyarakatnya sendiri, besarnya partisipasi berupa tuntutan yang diajukan kepada pemerintah juga masih melebihi kapasitas sistem yang ada. Namun, saluran inputnya dibatasi, yaitu hanya melalui Front Nasional. Input-input yang masuk melalui Front Nasional tersebut menghasilkan output yang berupa output simbolik melalui bentuk rapat-rapat raksasa yang hanya menguntungkan rezim yang sedang berkuasa. Rakyat dalam rapat-rapat raksasa tidak dapat dianggap memiliki budaya politik sebagai partisipan, melainkan menujukkan tingkat budaya politik kaula, karena diciptakan atas usaha dari rezim.
3.Era Demokrasi Pancasila (Tahun 1966-1998)
Gaya politik yang didasarkan primordialisme pada era Orde Baru sudah mulai ditinggalkan. Yang lebih menonjol adalah gaya intelektual yang pragmatik dalam penyaluran tuntutan. Dimana pada era ini secara material, penyaluran tuntutan lebih dikendalikan oleh koalisi besar (cardinal coalition) antara Golkar dan ABRI, yang pada hakekatnya berintikan teknokrat dan perwira-perwira yang telah kenal teknologi modern (Rusadi Kantaprawira, 2006: 200).
Sementara itu, proses pengambilan keputusan kebijakan publik yang hanya diformulasikan dalam lingkaran elit birokrasi dan militer yang terbatas sebagaimanaa terjadi dalam tipologi masyarakat birokrasi. Akibatnya masyarakat hanya menjadi objek mobilisasi kebijakan para elit politik karena segala sesuatu telah diputuskan di tingkat pusat dalam lingkaran elit terbatas.
Kultur ABS (asal bapak senang) juga sangat kuat dalam era ini. Sifat birokrasi yang bercirikan patron-klien melahirkan tipe birokrasi patrimonial, yakni suatu birokrasi dimana hubungan-hubungan yang ada, baik intern maupun ekstern adalah hubungan antar patron dan klien yang sifatnya sangat pribadi dan khas.
Dari penjelasan diatas, mengindikasikan bahwa budaya politik yang berkembang pada era Orde Baru adalah budaya politik subjek. Dimana semua keputusan dibuat oleh pemerintah, sedangkan rakyat hanya bisa tunduk di bawah pemerintahan otoriterianisme Soeharto. Kalaupun ada proses pengambilan keputusan hanya sebagai formalitas karena yang keputusan kebijakan publik yang hanya diformulasikan dalam lingkaran elit birokrasi dan militer.
Di masa Orde Baru kekuasaan patrimonialistik telah menyebabkan kekuasaan tak terkontrol sehingga negara menjadi sangat kuat sehingga peluang tumbuhnya civil society terhambat.  Contoh budaya politik Neo Patrimonialistik adalah :
a.Proyek di pegang pejabat.
b.Promosi jabatan tidak melalui prosedur yang berlaku (surat sakti).
c.Anak pejabat menjadi pengusaha besar, memanfaatkan kekuasaan orang tuanya dan    mendapatkan perlakuan istimewa.
d.Anak pejabat memegang posisi strategis baik di pemerintahan maupun politik.
4.Era Reformasi (Tahun 1998-Sekarang)
Budaya politik yang berkembang pada era reformasi ini adalah budaya politik yang lebih berorientasi pada kekuasaan yang berkembang di kalangan elit politik. Budaya seperti itu telah membuat struktur politik demokrasi tidak dapat berjalan dengan baik. Walaupun struktur dan fungsi-fungsi sistem politik Indonesia mengalami perubahan dari era yang satu ke era selanjutnya, namun tidak pada budaya politiknya. Menurut Karl D. Jackson dalam Budi Winarno (2008), budaya Jawa telah mempunyai peran yang cukup besar dalam mempengaruhi budaya politik yang berkembang di Indonesia. Relasi antara pemimpin dan pengikutnya pun menciptakan pola hubungan patron-klien (bercorak patrimonial). Kekuatan orientasi individu yang berkembang untuk meraih kekuasaan dibandingkan sebagai pelayan publik di kalangan elit merupakan salah satu pengaruh budaya politik Jawa yang kuat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Agus Dwiyanto dkk dalam Budi Winarno (2008) mengenai kinerja birokrasi di beberapa daerah, bahwa birokrasi publik masih mempersepsikan dirinya sebagai penguasa daripada sebagai abdi yang bersedia melayani masyarakat dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari perilaku para pejabat dan elit politik yang lebih memperjuangkan kepentingan kelompoknya dibandingkan dengan kepentingan rakyat secara keseluruhan.
Dengan menguatnya budaya paternalistik, masyarakat lebih cenderung mengejar status dibandingkan dengan kemakmuran. Reformasi pada tahun 1998 telah memberikan sumbangan bagi berkembangnya budaya poltik partisipan, namun kuatnya budaya politik patrimonial dan otoriterianisme politik yang masih berkembang di kalangan elit politik dan penyelenggara pemerintahan masih senantiasa mengiringi. Walaupun rakyat mulai peduli dengan input-input politik, akan tetapi tidak diimbangi dengan para elit politik karena mereka masih memiliki mentalitas budaya politik sebelumnya. Sehingga budaya politik yang berkembang cenderung merupakan budaya politik subjek-partisipan.
Menurut Ignas Kleden dalam Budi Winarno (2008), terdapat lima preposisi tentang perubahan politik dan budaya politik yang berlangsung sejak reformasi 1998, antara lain:
1.Orientasi Terhadap kekuasaan
Misalnya saja dalam partai politik, orientasi pengejaran kekuasaan yang sangat kuat dalam partai politik telah membuat partai-partai politik era reformasi lebih bersifat pragmatis.
1.Politik mikro vs politik makro
Politik Indonesia sebagian besar lebih berkutat pada politik mikro yang terbatas pada hubungan-hubungan antara aktor-aktor politik, yang terbatas pada tukar-menukar kepentingan politik. Sedangkan pada politik makro tidak terlalu diperhatikan dimana merupakan tempat terjadinya tukar-menukar kekuatan-kekuatan sosial seperti negara, masyarakat, struktur politik, sistem hukum, civil society, dsb.
1.Kepentingan negara vs kepentingan masyarakat
Realitas politik lebih berorientasi pada kepentingan negara dibandingkan kepentingan masyarakat.
1.Bebas dari kemiskinan dan kebebasan beragama
2.Desentralisasi politik
Pada kenyataannya yang terjadi bukanlah desentralisasi politik, melainkan lebih pada berpindahnya sentralisme politik dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Dengan demikian, budaya politik era reformasi tetap masih bercorak patrimonial, berorientasi pada kekuasaan dan kekayaan, bersifat sangat paternalistik, dan pragmatis. Hal ini menurut Soetandyo Wignjosoebroto dalam Budi Winarno (2008) karena adopsi sistem politik hanya menyentuh pada dimensi struktur dan fungsi-fungsi politiknya, namun tidak pada budaya politik yang melingkupi pendirian sistem politik tersebut.

Senin, 27 Januari 2014

Makalah Tasawuf

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang masalah
Al-Qur`an dan hadis bukanlah sebuah aturan-aturan kaku yang membatasi ruang gerak manusia. Al-Qur`an dan hadis adalah panduan hidup yang menggiring manusia menuju ketentraman, kedamaian dan kebahagiaan. Kebahagiaan yang sempurna adalah kebahagiaan yang meliputi dua dimensi, yaitu dimensi dunia dan dimensi akhirat. Kebahagiaan di dunia dapat dirasakan dengan jiwa yang tentram. Kebahagiaan akhirat adalah kebahagiaan bertemu dan berkomunikasi dengan Allah.
Tasawuf dalam dunia Islam baru akhir-akhir ini dipelajari sebagai ilmu, sebelumnya dipelajari sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.  Manusia pada dasarnya adalah suci, maka kegiatan yang dilakukan oleh sebagian manusia untuk mensucikan diri merupakan naluri manusia. Usaha yang mengarah kepada pensucian jiwa terdapat di dalam kehidupan tasawuf. Tasawuf merupakan suatu ajaran untuk mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Allah bahkan kalau bisa menyatu dengan Allah melalui jalan dan cara, yaitu maqâmât dan ahwâl. Untuk lebih jelasnya, dalam makalah ini saya akan mencoba memaparkan beberapa persoalan yang berhubungan dengan tasawuf, yaitu pengertian tasawuf, sejarah perkembangan tasawuf, dalil Al-Quran dan Hadits tentang perlunya tasawuf, manfaat tasawuf, serta istilah-istilah dalam tasawuf.

B.Rumusan masalah
1.Apa itu pengertian tasawuf?
2.Bagaimana sejarah perkembangan tasawuf itu?
3.Apa saja dalil Al-Quran dan hadits yang berkenaan tentang perlunya tasawuf?
4.Apa manfaat dari tasawuf itu?
5.Jelaskan istilah-istilah dalam tasawuf: fana, baqa, ittihad dan hulul!

BAB II
PEMBAHASAN

I.Pengertian Tasawuf
Terdapat beragam pendapat mengenai akar kata tasawuf  . Ada yang mengatakan bahwa kata tasawuf berasal dari kata shufah (kain dari bulu), karena kepasrahan seorang sufi kepada Allah ibarat kain wol yang dibentangkan. Ada yang berpendapat shifah (sifat) sebab, seorang sufi adalah orang yang menghiasi diri dengan segala sifat terpuji dan meninggalkan setiap sifat tercela.
Pendapat lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata shuffah (sufah) sebab, seorang sufi mengikuti ahli sufah dalam sifat yang telah ditetapkan Allah bagi mereka. Al-Qusyari berpendapat bahwa tasawuf berasal dari shafwah (orang pilihan atau suci). shaf (saf), seolah para sufi berada di saf pertama dalam menghadapkan diri kepada Allah dan berlomba-lomba untuk melakukan ketaatan.
Sebagian kalangan mengatakan, kata tasawuf dinisbatkan pada kain wol yang kasar (shuf khasyin). Sebab, para sufi gemar memakainya sebagai simbol zuhud dan kehidupan yang keras.
Jadi Tasawuf adalah usaha untuk membersihkan jiwa, memperbaiki akhlak dan mencapai maqam ihsan. Dengan kata lain yaitu usaha menaklukan dimensi jasmani manusia agar tunduk dimensi rohani. 
Tasawuf oleh kaum orientalis disebut dengan sufisme. Sufisme dipakai untuk mistisisme Islam dan tidak dipakai untuk mistisisme agama-agama lain. Orang yang pertama kali memakai kata sufi adalah Abu Hasyim al-kufi di Irak (150 H).

II.Sejarah Perkembangan Tasawuf
Fase-fase dalam perkembangan tasawuf: 
1.Pada masa awal era Islam dakwah kepada tasawuf itu belum diperlukan, karena pada era itu, semua orang adalah ahli takwa, waraa dan ahli ibadah. Mereka semua berlomba mengikuti dan meneladani Rasulullah dalam setiap aspek. Oleh karena itu, mereka belum membutuhkan tasawuf karena segala sesuatunya didasarkan pada perkataan, perbuatan dan ketetapan Rasulullah.
2.Pada masa sahabat dan tabi’in sudah menggunakan tasawuf, tetapi belum mengggunakan istilah tasawuf, karena para sahabat dan tabiin merupakan sufi yang sesungguhnya. Tasawuf merupakan sifat-sifat umum yang terdapat pada hampir seluruh sahabat Nabi tanpa terkecuali dan adanya perasaan takut dan cintanya mereka kepada Allah dan Rasulullah melebihi dirinya sendiri.
3.Setelah masa Sahabat dan Tabiin beragam bangsa mulai memeluk Islam. Bidang ilmu pengetahuan semakin meluas dan terspesialisasi, muncullah ilmu fiqih, ilmu tauhid, ilmu hadits, ilmu ushul fiqih, ilmu faraid dan ilmu-ilmu lainnya.
4.Setelah fase tersebut pengaruh spiritual Islam sedikit demi sedikit melemah. Manusia mulai lupa akan kewajibannya kepada Allah, sehingga ahli uhud terdorong untuk mengkodifikasikan ilmu tasawuf serta menerangkan kemuliaan dan keutamaannya diantara ilmu-ilmu lainnya. Mulai dari fase inilah ilmu tasawuf berkembang.

III.Dalil-Dalil Al-Quran dan Hadits yang Berkenaan tentang Perlunya Tasawuf
Al-Quran
Ayat-ayat Al-Quran yang menjadi sumber ajaran tasawuf dan sebagai pendorong untuk mengikatkan dan mendekatkan diri kepada Allah, di antaranya adalah sebagai berikut:
أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ
Artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. (Al-Baqarah: 186).
وَ ِللهِ الْمَشْرِقُ وَ الْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللهِ إِنَّ اللهَ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Artinya: Dan kepunyaan Allah lah Timur dan Barat; maka ke mana pun kamu menghadap, di-sanapun ada wajah Allah; sesungguhnya Allah adalah Maha Luas lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 115).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya. (QS: Al-Maidah Ayat: 54)

Hadits
1. “Jika seorang hamba mendekat kepada-Ku sejengkal maka Aku mendekatinya sehasta, jika dia mendekat sehasta, maka Aku mendekat sedepa, jika dia datang kepada-Ku dengan berjalan maka Aku datang kepadanya berlari (H.R.Bukhari)”.
2. “Senantiasa hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan amal nawafil sehingga Aku mencintainya, apabila Aku mencintainya jadilah Aku pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, matanya yang dipergunakan untuk melihat, lidahnya yang digunakan untuk berbicara, tangannya yang digunakan untuk menggenggam, kakinya yang digunakan untuk berjalan, dengan Aku dia mendengar, berpikir, menggengam, dan berjalan (H.R. Bukhari)”. 
Hadits juga menggambarkan Tuhan itu dekat. Nabi itu sudah dekat dengan Tuhan, dan praktek Sufi juga tergambar dalam sunah nabi.     
Jadi terlepas dari kemungkinan adanya atau tidak adanya pengaruh dari luar, ayat-ayat serta hadits-hadits di atas dapat membawa kepada timbulnya aliran sufisme atau tasawuf  dalam Islam, yaitu ajaran-ajaran tentang berada sedekat mungkin pada Tuhan. 

IV.Manfaat Tasawuf
Tasawuf memiliki banyak manfaat dalam kehidupan, di bawah ini adalah beberapa manfaat tasawuf yaitu: 
1.Dalam bidang kecerdasan emosional
Apabila dapat mengamalkan tasawuf dengan baik maka dapat mengendalikan emosionalnya dengan baik pula
2.Dalam bidang kecerdasan spiritual
Tasawuf mengingatkan manusia tentang kemaitian, agar umat manusia selalu beribadah, beramal shaleh, serta menjauhi perbuatan maksiat dan kejahatan.
3.Dalam bidang Agama
Tasawuf diperlukan untuk mengamalkan Islam secara kaffah serta untuk mengembangkan kerukunan hidup beragama dan integrasi sosial
4.Dalam bidang etos kerja
Tasawuf dapat memperkuat etos kerja karena dalam ajaran Islam bekerja itu wajib untuk memenuhi keperluan diri sendiri, keluarga dan umat.
5.Dalam bidang Pendidikan
Tasawuf merupakan salah satu mata pelajaran yang perlu diajarkan di Madrasah dan mata kuliah di Perguruan Islam untuk mengembangkan kehidupan agama yang komprehensif dan utuh serta untuk mengembangkan masyarakat dan bangsa yang bersih, sehat dan maju.
6.Dalam bidang Ilmu Pengetahuan
Tasawuf mendidik anggota masyarakat untuk mengambil keputusan yang bijaksana dan rasional serta mendidik untuk memiliki tanggung jawab sosial.

V.Istilah-Istilah dalam Tasawuf
1.Fana: hilangnya sifat-sifat buruk (maksiat lahir dan maksiat batin). Bahwa fana itu ialah lenyapnya segala-galanya. 
2.Itihad: satu tingkatan dalam tasawuf dimana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan. Yaitu pertukaran peranan antara yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu atau tegasnya antara sufi dengan Tuhan. 
3.Baqa: kekal, tetap, terus hidup. 
4.Hulul: Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada di dalam tubuh itu dilenyapkan.
5.Maqamat: Pada Istilah Maqam atau arti jamak adalah maqamat , sebagaimana juga ahwal, yang dipahami berbeda menurut para sufi. Namun semuanya sepakat dalam memahami maqamat yang berarti kedudukan seorang pejalan spiritual atau sufi di hadapan Allah yang diperoleh melalui kerja keras dalam beribadah kepadaNya, bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu (mujahadah), serta latihan-latihan keruhanian budi-pekerti (adab) yang dapat membuatnya memiliki syarat - syarat dalam melakukan usaha - usaha untuk menjalankan berbagai kewajiban dengan baik dan mendekati sempurna.
6.Ahwal: hal atau arti jamak adalah ahwal adalah suasana atau keadaan yang menyelimuti kalbu, yang diciptakan sebagai hak prerogatif pada Allah dalam hati setiap hambanNya, tidak ada sufi yang mampu merubah keadaan tersebut apabila datang saatnya, atau memperhatikannya apabila pergi.

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Tasawuf bukanlah sesuatu yang baru dalam Islam. Prinsip-prinsip ajaran Tasawuf telah ada dalam Islam semenjak Nabi Muhammad diutus menjadi Rasul, bahkan kehidupan rohani Rasul dan para sahabat menjadi salah satu panutan di dalam melakukan amalan-malannya. Ini merupakan sangkalan terhadap pendapat yang mengatakan bahwa Tasawuf merupakan produk asing yang dianut oleh umat Islam. Inti dari ajaran tasawuf ialah mendekatkan diri kepada Allah dengan melalui tahapan-tahapan (ajaran)Nya yaitu maqamat dan ahwal. Ajaran-ajaran tasawuf ini bersumber dari al-Qur’an, Hadits dan perbuatan-perbuatan sahabat. Banyak kita temui ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan ajaran-ajaran tasawuf. Mulai dari ajaran dasar tasawuf, maupun tingkatan tingkatan yang harus ditempuh oleh seorang sufi yang kita kenal dengan nama maqamat dan ahwal. Tujuan tertinggi dari seorang sufi adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah atau kalau bisa menunggal dengan Allah.
 
B.Saran
Agar kita dapat mengetahui dan mengenal Allah lebih dekat lagi, maka sangat diperlukan ilmu yang mempelajari hal tersebut yang dikenal dengan Tasawuf.
Dosen: semoga makalah ini dapat memenuhi tugas yang telah diberikan kepada saya.
Mahasiswa: Semoga makalah ini dapat membantu dalam memahami permasalah tentang Tasawuf
Masyarakat: semoga dapat menambah dan mempertajam pengertian dan pembahasan Tasawuf di kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA         
Isa, Syaikh ‘Abdul Qadir. (2011). Hakekat Tasawuf. Jakarta: Qisthi Press, cetakan ke-13.
Nasution, Harun. (1973). Falsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Rahiem, Husni. (1986). Orientasi Pengembangan Ilmu Agama Islam. Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama / IAIN. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI.
Tebba, Sudirman . (2008). Tasawuf Positif: Manfaat Tasawuf dalam Kehidupan Sehari-hari. Tangerang: Pustaka irVan.
Zahri, Mustafa. (1976). Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Jumat, 24 Januari 2014

Makalah Korupsi Di Kalangan Masyarakat

Kumpulan Makalah- Dengan segala kerendahan hati, penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas anugrah-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah ini. Makalah yang berjudul "Makalah Korupsi Di Kalangan Masyarakat" akhirnya bisa penulis posting. Dan semoga catatan kecil ini mampu menambah wawasan bagi para pengunjung/pembaca. Khusunya para pelajar yang sedang menimba ilmu.

A.Pendahuluan
Korupsi merupakan virus yang menyebar dimana-mana bahkan di belahan penjuru dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang serius dibandingkan masalah lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi karena pada dasarnya korupsi memiliki dampak negatif yang sangat signifikan dalam negara maupun dalam masyarakat, karena korupsi dapat menghilangkan/menghanguskan uang negara mulai jutaan rupiah hingga triliunan. Hal ini merupakan masalah yang sangat ditakuti khususnya di Indonesia yang sekarang ini menjadi sorotan dunia karena peringkatnya adalah nomor tiga negara terkorupsi didunia. Pelaku korupsi itu sendiri menyebar dikalangan pemerintah sehingga sekarang banyak aparatur-aparatur pemerintahan yang terjerat dalam pidana korupsi yang kebanyakan itu berasal dari partai-partai politik sehingga telah banyak aparatur pemerintahan baik itu dari partai-partai politik yang lepas dari jabatannya bahkan dicebloskan kedalam penjara karena terkena dari imbas perilakunya sendiri yaitu korupsi, akan tetapi perilaku korupsi itu bukan hanya menyebar dikalangan pemerintahan atau didalam partai-partai politik saja akan tetapi perilaku korupsi menyebar keseluruh level/lapisan-lapisan masyarakat.
  
B.Rumusan Masalah
1)Apa faktor yang menyebabkan korupsi itu terjadi hingga kelapisan masyarakat?
2)Seperti apa saja bentuk-bentuk korupsi yang ada di masyarakat?
3)Apakah dampak adanya korupsi dikalangan masyarakat itu sendiri?
4)Bagaimana cara mengatasi korupsi yang ada didalam masyarakat?

C.Pembahasan
1.Faktor penyebab lahirnya perilaku korupsi dikalangan masyarakat.
Sebelum saya membahas tentang mengapa perilaku korupsi itu bisa masuk hingga kelevel/lapisan-lapisan masyarakat terlebih dahulu saya akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan korupsi itu sendiri. Bahwasanya korupsi itu adalah merupakan perilaku merampas hak yang sepantasnya menjadi milik kepentingan masyarakat/seseorang hingga dijadikan untuk kepentingan pribadinya atau hanya untuk kepuasan hawa nafsunya. Dan EHI (Dalam buku karangan Munawar Fuad Noeh) menyatakan bahwa “korupsi berasal dari bahasa latin corruptio yang berarti menyuap dan juga corrumpere atau merusak.” (1997:41). Selain EHI tadi, bahwasanya masih ada pendapat lain mengenai definisi tentang korupsi, yang datangnya dari ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang berbunyi:
Korupsi adalah sebuah kejahatan yang menhancurkan lembaga demokrasi, menggrokoti tatanan hukum, merusak kepercayaan dalam masyarakat terhadap negara, memperlamban pertumbuhan ekonomi, menghambat upaya-upaya pengentasan kemiskinan, mengganggu alokasi sumber daya serta menurunkan daya saing negara dan melumpuhkan investasi. Dan juga korupsi sebuah kejahatan yang sudah menjadi sebuah kejahatan internasional dan kejahatan ini selalu dibarengi dengan perkembangan teknologi yang turut andil dalam perkembangan biasa. Korupsi sudah disepakati dunia sebagai kejahatan luar biasa, dengan demikian penanganan korupsi sebagai sebuah sebuah kejahatan yang membutuhkan kewenangan, pengetahuan dan kemampuan memanfaatkan teknologi. Korupsi pun sudah menjadi perilaku yang begitu sistematik dan mengakar. Oleh karena itu penanganan korupsi sebagai perilaku menjadi sangat rumit. ( Taufiequrrahman Ruki et al. 2006:xi ).

Jadi, korupsi merupakan penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan bahakan juga uang pribadi seseorang yang digunakan untuk keuntungan pribadinya atau pun orang lain.
Mengenai mewabahnya korupsi hingga kelapisan masyarakat terdapat beberapa faktor yang menyebabkan korupsi itu berada dikalangan masyarakat. Diantara faktor tersebut yaitu bisa berasal dari dalam maupun dari luar si pelaku. Secara dari dalam atau sering kita kenal dengan (internal) dorongan untuk melakukan korupsi itu muncul karena:

Dorongan kebutuhan. Yang mana faktor ini menjadi utama dan paling utama sebab munculnya tindak korupsi di kalangan masyarakat, seseorang terpaksa melakukan korupsi karena gaji yang jauh dari mencukupi dibanding dengan kebutuhannya yang sangat amat besar karena memikul tanggung jawab yang sangat berat pula. Seperti halnya sering kita lihat seorang bapak-bapak berani nekat korupsi karena ingin menafkahi keluarganya serta ingin menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang yang tinggi.
Dorongan keserakahan. Orang yang korupsi karena serakah bukan karena dorongan kebutuhan yang sudah mencukupi, akan tetapi agar hidupnya lebih megah dengan memiliki barang-barang yang mewah sehingga tidak ada masyarakat di sekililingnya yang memilikinya, dan juga agar dirinya bisa menjadi terhormat dan tidak bisa dipandang sebelah mata oleh masyarakat lainnya.
Sebaliknya faktor eksternalnya/dari luar yang menyebabkan mewabahnya korupsi di lapisan masyarakat terdiri dari yaitu:

Lingkungan. Tak dapat di pungkiri bahwa semua manusia ingin merasakan kehidupan yang damai dan tentram serta sejahtera dengan cara apapun yang bisa menggapai keinginannya meski tak terkecuali dengan yang namanya korupsi. Contoh konkritnya saja seperti aparatur desa yang ketika bertugas di kantor lurah dan diperlihatkan uang yang banyak oleh temannya, dan di beri tahu bahwa uang itu adalah hasil dari korupsi kemudian sipelaku mengajak targetnya untuk melakukan hal seperti itu, yang bermaksud untuk mengubah sedikit demi sedikit kehidupan seseorang tersebut. Pasti orang itu tidak akan menolaknya, karena kalau orang itu menolak maka dia akan dikucilkan atau bahkan di benci oleh teman-temannya yang sudah aktif dalam hal bidang korupsi.

Peluang. Setebal-tebalnya iman seseorang, sulit baginya untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi apabila sudah dihadapkan dengan uang yang sudah jelas-jelas ada didepan mata pasti dia akan melakukannya karena dengan alasan-alasan bahwa tindakannya itu tidak akan diketahui oleh orang lain.
Dan kebanyakan maraknya korupsi yang menyebar luas dimasyarakat itu disebabkan karena kurangnya gaji yang mencukupi untuk keperluan hidupnya. Bahwa “kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri atau masyarakat sipil lainnya memang mejadi faktor yang paling menonjol dalam arti merarta serta meluasnya korupsi di indonesia. Seperti halnya gaji sebulan hanya mencukupi selama dua minggu saja, sehingga pegawai dan juga masyarakat-masyarakat yang bekerja di pabrik-pabrik dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikannya.’’ (Guy J Parker 1979).

Bentuk-bentuk korupsi yang ada didalam masyarakat.
Masyarakat sekarang ini tidak menyadari akan perbuatannya akan korupsi bahkan sudah terlanjur akrabdengan bebagai istilah yang termasuk kedalam kategori korupsi itu sendiri. Karena kalau kita lihat didalam masyarakat telah banyak yang namanya sogok-menyogok, uang pelancar dan lain sebagainya yang berkaitan dengan hal seperti itu. Hal tersebut sudah lazim kita jumapai disuatu masyarakat dan hal seprti itu sudah membudaya di kalangan masyarakat sehingga tak dapat dipungkiri orang yang melakukan hal seperti itu sudah menganggap biasa akan yang dikejakannya itu, sehingga pula orang tersebut tidak lagi tahu menahu akan apa dampak yang akan terjadi pada dirinya dan juga masyarak yang ada disekelilingnya sehingga mereka itu merasa benar sendiri akan pekerjaan yang dilakukannya .

Diantara beberapa bentuk korupsi yang telah disebutkan pada pembahasan diatas masih terdapat bentuk lain diantaranya seperti perkataan Abu Fida’ Abdur Rafi’ yang mengatakan bahwa “korupsi berbentuk suap menyuap dibebagai sektor, antara lain berupa mafia peradilan, suap-menyuap dalam proses rekrutmen pegawai negeri sipil (PNS), tender dan lain-lain. Dan juga pungutan-pungutan liar (pungli) disegala sektor publik, serta mark up ( penggelembungan) dana pada berbagai proyek, kredit macet dan pembobolan pada lembaga perbankan dan juga penggelapan uang negara.” (2004:1). Dan juga selain itu masih ada lagi pendapat tentang bentuk-bentuk korupsi diantaranya:
•Korupsi transaksional, yaitu korupsi yang melibatkan dua belah pihak. Keduanya sama-sama mendapatkan keuntungan dan oleh karenanya sama-sama mengupayakan secara aktifterjadinya korupsi.
•Korupsi bersifat memeras, yaitu apabila pihak pertama harus melakukan penyuapan terhadap pihak kedua guna menghindari hambatan usaha dari pihak kedua itu.
•Korupsi bersifat ontogenik, yaitu hanya melibatkan orang yang bersangkutan. Misalnya, seorang anggota parelemen mendukung golnya sebuah rancangan undang-undang, semata karena undang-undang tersebut akan membawa keuntungan baginya.
•Korupsi defensif, yaitu ketika seseorang menawarkan uang suap untuk membela dirinya.
•Korupsi yang bersifat investasi. Misalnya, memeberikan pelayanan barang atau jasa denag sebaik-baiknyaagar nanti mendapat ’uang terima kasih’ atas pelayanan yang baik tersebut.
•Korupsi bersifat Nepotisme, yaitu penunjukkan ’orang-orang saya’ untuk jabatan-jabatan umum kemasyarakatan, atau bahwa ’keluarga’ sendiri medapat perlakuan khusus dalam banyak hal.
•Korupsi suportif, yaitu korupsi yang tidak secara langsung melibatkan uang, jasa, atau pemberian apapun. Misalnya, membiarkan berjalannya sebuah tindakan korupsi dan bersikapa masa bodoh terhadap lingkungan dan situasi yang korup. (Munawar Fuad Noeh et.al 1997:44-45).

Dan juga Demartoto mengatakan bahwa bentuk-bentuk korupsi itu diantaranya: “pertama, korupsi itu dilakukan secara berjemaah. Kedua, korupsi bersifat rahasia dalam bertindak. Ketiga, korupsi melibatkan kewajiban dan timbal balik, dimana kewajiban atau keuntunagan itu tidak melulu berupa uang.” (2007:2). Jadi korupsi tidak selalu dilakukan oleh perorangan akan tetapi korupsi itu bisa dilakukan dengan secara berkelompok dan korupsi tidak serta merta dilakukan secara blak-blakan akan tetapi korupsi dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan juga tak selamanya korupsi itu berupa uang.

Dari mayoritas orang yang melakukannya, maka suap menyuaplah termasuk kasus korupsi yang mempunyai intensitas paling tinggi bahkan sering terjadi di kalangan masyarakat maupun pemerintah. Contoh konkritnya yaitu ketika memasuki pemilu, baik itu pilpres, pilbub, dan juga pemilukada pasti ada pihak yang melakukan suap menyuap tak memilih dimanapun itu tempatnya dikota ataupun didesa karena suap menyuap dinilai adalah jurus yang amat ampuh menurut mereka untuk memenangkan kandidat/calon yang di dukungnya tersebut. Dan hal ini sangatlah lazim didapatkan didalam suatu masyarakat ketika masa kampanye/sebelum pemilu dilaksanakan tak terkecuali ketika masa pemilihan pun ada pihak yang melakukan hal tersebut.
 
Dan didalam syari’at islam istilah suap menyuap disebut dengan Risywah, yang mana makna risywah itu adalah suatu yang dapat menghantarkan tujuan dengan segala cara agar tujuan tersebut bisa tercapai atau terpenuhi, seperti yang dijelaskan sebelumnya baik itu berupa korupsi transaksional maupaun dengan yang lainnya.

Dampak akibat dari adanya korupsi dikalangan masyarakat.
Korupsi memberikan dampak negatif yang sangat luar biasa dalam tatanan pemerintahan dan juga terhadap kalangan masyarakat. Korupsi hanya memberikan distorsi (kekacauan) dalam masyarakat, yang asal mulanya keadaan di masyarakat itu tidak kacau balau akan tetapi akhirnya keadaan menjadi rumit dan tak terkendalikan dengan adanya pihak yang terlibat didalam korupsi, dan juga korupsi menghambat perekonomian maupun pembangunan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Seperti halnya ketika ada bantuan dari pemerintah untuk pembangunan sebuah masjid yang sudah setengah jadi akhirnya apa yang terjadi ketika salah satu  pihak/kalangan masyarakat tertentu bermain manipolitik (korupsi) didalamnya akhirnya bantuan yang seharusnya disalurkan kemasyarakat untuk pembangunan masjid akhirnya masuk kekantong sikoruptor sehingga uang tidak sampai dan pembangunan stagnan (mandek) tidak jalan lagi dan tidak ada tindak lanjutnya.

Korupsi selain memberikan kekacauan dikalangan masyarakat korupsi juga menodai moralitas individu yang bersangkutan. Seperti perkataan Munawar Fuad Noeh bawa “secara moral, korupsi adalah puncak gunuung es dari seluruh kebobbrokan mental.korupsi merupakan akumulasi dari pengkhianatan, dusta, pencurian, pemerasan, kezaliman, dan tipisnya kesadaran ketuhanan.” (1997:56-57). Ini bisa berarti bahwa anatar moralitas dan korupsi memiliki hubungan timbal balik; tingkat korupsi adalah cermin kualitas moral, sebaliknya, kualitas moral dapat menentukan tingkat korupsi itu sendiri.

Bukan moralitas individu saja yang dapat tenoda oleh korupsi, akan tetapi dampak korupsi bisa merambah ke etos sosial yang mana korupsi akan meracuni terhadap etos sosial. Misalnya saja dalam sebuah lingkungan yang korup, orang bisa putus asa untuk berbuat baik, karena berbuat baikdirasakan sudah tidak berarti lagi. Semua proses sosial telah berlangsung dalam skenario para sang koruptor, sehingga orang asalnya jujur, akhirnya bisa jadi prustasi, malas, dan lambat laun bisa ikut-ikutan korup, yang pada mualanya hanya satu orang saja sehingga berdampak pada masyarakat yang lainnya.

Solusi untuk mengatasi korupsi dikalangan masyarakat.
Solusi untuk mengatasi mewabahnya korupsi dikalangan masyarakat yaitu dengan melaporkannya kepada pihak-pihak yang berwenang.

Upaya untuk penanggulangan (hukum pidana) korupsi yanag ada didalam masyarakat yaitu  lewat perundang-undangan yang pada hakikatnya merupakan bagian dari suatu langkah kebajikan(policy). Istilah kebijakan diambil dari istilah policy (inggris) atau politiek (Belnda), maka istilah kebijakan hukum pidana disebut dengan istilah politik hukum pidana. Dimana istilah politik hukum pidana sering dikenal dengan penal policy, criminal law policy atau stfrechtspolitiek. Pengertian kebijakan atau politik hukum pidana dapat dilihat dari politik hukum maupaun dari politik kriminal. Jadi usaha penanggulangan itu dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan cara melaporkan atau menyerahkan kasus tindak pidana korupsi kepada pihak penegak hukum (polisi, jaksa, KPK) untuk dapat diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. (Tomita Juniarta Sitompul et.al. 2008:113-114).

Dan juga selain solusi yang telah dipaparkan oleh Tomita Juniarta Sitompul bahwasanya masih ada solusi yang paling ampuh untuk mengatasi korupsi dikalangan masyarakat yaitu dengan penanaman karakter,  yang mana penanaman karakter tersebut dilakukan dengan pendidikan karena pendidikan bisa memberikan arahan dan tujuan yang baik untuk tidak melakukan korupsi. Seperti perkataan Uhar Suharsapura yang menyatakan bahwa: “ pendidikan merupakan instrumen penting dalam pembangunan bangsa baik sebagai pengembang dan  peningkat produktivitas nasional maupun sebagai pembentuk karakter bangsa.” (2005:35). Jadi kebanyakan orang yang melakukan korupsi karena karakternya masih lemah dan imannya masih rendah dan juga orang orang yang konformis (ikut-ikutan) dalam berkorupsi sama saja karakternya masih minim, sehingaa mereka tidak tahu apakah yang dilakukannya itu termasuk pekerjaan yang baik atau buruk.
Pendidikan merupakan upaya normative yang mengacu pada nilai-nilai mulia yang menjadi bagian dari kehidupan bangsa, yang dengannya nilai tersebut dapat dilanjutkan melalui peran transfer pendidikan baik dari aspek kognitif, sikap maupun keterampilan. Pendidikan juga membing-bing manusia manusiawi yang semakin dewasa secara intelektual, moral dan sosial, dalam konteks ini pendidikan merupakan pemelihara budaya. Dengan demikian bahwa pendidikan merupakan upaya yang paling markatable (simpel) untuk menanggulangi/mengatasi korupsi dikalangan masyarakat.

Kesimpulan
Hukum  kausalitas (sebab-musabab) mewabahnya korupsi dikalangan masyarakat  dikarenakan 2 (dua) faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Yang mana kedua faktor tersebut menjadi penunjang terjadinya korupsi dikalangan masyarakat. Dari faktor internalnya kurangnya gaji dalam kehidupannya menjadi pendorong utama orang melakukan korupsi/korporasi, seperti sesesorang nekat untuk melakukan pekerjaan haram itu karena dorongan untuk supaya menafkahi/menghidupi keluarganya, itu untuk kalangan masyarakat. Akan tetapi pada kalangan pemerintahan melakukan korupsi itu bukan karena kebutuhan akan tetapi  karena keserakahannya untuk menumpuk harta dan barang-barang yang sangat mahal sehingga orang-orang disekelilingnya tidaklah bisa memiliki seperti yang dimilikinya. Dan juga tidak dapat dipungkiri bahwasanya dimasyarakat itu orang melakukan korupsi itu bukan hanya kebutuhan hidupnya akan tetapi ada juga yang karena keserakahannya.

Dan dilihat dari faktor eksternalnya bahwa pengaruh lingkunganlah yang menjadi mewabahnya korupsi, yang mana kalau disuatu masyarakat tertentu mayoritas melakukan korupsi pasti yang lainnya melakukan korupsi. Dan juga karena peluang, walaupun orang itu sangat alim kalau sudah dihadapkan dengan yang namanya uang pasti tidak akan mengilah dan pasti akan mengambilnya. Dan korupsi merupakan masalah yang sangat sulit dihilangkan didunia khususnya Indonesia, karena korupsi tergantung pada karakter seseorang itu sendiri, dan karaktrer seseorang  tidaklah sama dengan karakter orang yang lainnya. Dan untuk mengatasinya pendidikanlah obat yang cocok untuk mengatasi yang namanya korupsi, karena pendidikan bisa merubah karakter seseorang. Dan walaupun hanya hukuman yang sering dipakai oleh pemerintah untuk membuat jera para koruptor, akan tetapi para koruptor tidak akan jera untuk melakukan korupsi karena pasti menurut mereka uang adalah segalanya, tak menampik orang kaya ataupun rakyat jelata pasti butuh akan uang. 

Daftar Pustaka
Buku
Fuad Noeh, Munawar. 1997. Islam dan gerakan moral anti korupsi. Jakarta: CV Zikru’l-Hakim.     
Harahap, Krisna, Prof. DR. SH.,MH. 2006. Pemberantasan korupsi jalan tiada ujung. Bandung: Grafitri.
Abdur Rafi’, Abu Fida’. 2004. Terapi penyakit korupsi dengan Tazkiyatun Nafs (penyucian jiwa). Jakarta: Republika.
Artikel/Jurnal
Demartoto, Argiyo. 2007. “Perilaku Korupsi Di Era Otonomi Daerah: Fakta Empiris Dan Strategi Pemberantasan Korupsi Di Indonesia.” Jurnal Spirit Publik
Suharsaputra, Uhar. 2009. “Budaya Korupsi Dan Korupsi Budaya: Tanatangan Bagi Budaya Pendidikan.” Jurnal Dialog Kebijakan Publik
Skripsi
Juniarta Sitompul, Tomita. 2008. Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank Mandiri (Studi Kasus No. 2120/PID. B/2006 PN. Mdn). Medan: Universitas Sumatera Utara, Fakultas Hukum.

Rabu, 22 Januari 2014

Peranan ASEAN Dalam Upaya Mendorong Pencabutan Sanksi AS Dan EROPA Bagi MAYANMAR Pada Tahun 2012

Kumpulan Makalah-Kali ini penulis ingin menyampaikan beberapa peranan ASEAN dalam negara-negara lain. untuk itu maka penulis ingin memberikan judul Makalah ini dengan "Peranan ASEAN Dalam Upaya Mendorong Pencabutan Sanksi AS Dan EROPA Bagi MAYANMAR Pada Tahun 2012". Semoga Kumpulan makalah ini dapat membantu bagi para pembaca, khususnya para pelajar/mahasiswa dengan fakultasnya masing-masing.

Mayanmar merupakan negara kesatuan dengan nama resmi Republic of the Union  of Mayanmar  yang sebelumnya bernama Union of Myanmar. Sejak tahun 19962, Myanmar, atau yang pada saat itu masih disebut Burma, telah dikuasai pemerintah Junta Militer setelah yang dilakukan oleh Jendral Ne Win. Sejak saat itu kepemimpinan nasional Myanmar dikuasai oleh rezim militer yang menjalankan sistem pemerintah secara represif. Myanmar sebagai negara dengan Pemerintahan Junta Militer, kerap  kali menjadi pusat perhatian dunia  dan masyarakat Internasional atas berbagai isu global dan pelangaran, seperti: pelangaran Hak Asasi Manusia  (HAM), Perdagangan Narkotika, Kerja Paksa, dan pelangaran Demokrasi.
Sebagai negara yang dikuasai rezim mmiliter, semakin besar pergerakan yang mendukung demokrasi, semakin besar pula usaha pemerintah militer Myanmar dalam membendungnya, contoh adalah penolakan militer terhadap hasil pemilu tahun 1990 yang dimenangkan oleh Aung San Suu Kyi bersama partainya National League for Democratic (NLD). Berkuasanya kembali pemerintah militer pada tahun 1990 merupakan kelanjutan dari pemerintahan militer sebelumnya yang telah berkuasa sejak tahun 1962.(M. Adian Firnas, 2003. Hal.129)
Mayanmar merupakan salah satu negara angota Assocciation of South East Asia Nations (ASEAN ) yang mulai bergabung 23 Juli tahun 1997. ASEAN atau perhimpunan bangsa-bangsa kawasan Asia Tenggara adalah sebuah organisasi geopolitik dan ekonomi untuk Negara-negara AsiaTenggara berdiri pada 8 agustus 1967 di Bangkok, Thailand dimana pada saat itu di hadiri oleh 5 negara pendiri ASEAN, yaitu indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Pertemuan tersebut menghasilkan sebuah organisasi yang berujuan untuk meningkatkan kerjasama multilateral antar negara dikawasan Asia Tenggara. Baru pada 1 Janari 1984 Burnei bergabung dan pada 1997, Vietnam pada 28 Juli 1995, Laos pada 23 Juli 1997, Kamboja pada 30 April  1999. Dengan prinsip dasar sebagai berikuut pada awalnya: Menghormati kemerdekaan, kesamaan, integritas dan identitas nasional semua negara. Setiap negara memiliki hak untuk menyelesaikan permasalahan nasionalnya tanpa ada campur tangan dari luar. Penyelesaian perbedaan atau perdebatan antar negara dengan aman. Menolak penggunaan kekuatan dan kekerasan. Meningkatkan kerjasama yang efektif antara anggota.
Sebagai salah satu organisasi internasional–regional, ASEAN tentu tidak mendukung pemerintahan yang militeristik di negara tersebut terus berlangsung, hanya saja ASEAN melakukan pendekatan soft diplomacy dalam mengantarkan Myanmar menuju negara yang nantinya dapat menjunjung tinggi Hak Asasi Mnusia dan dapat diterapkan demokrasi. Pendekatan sof diplomacy yang diterapkan ASEAN secara organisatoris terhadap Myanmar tersebut yaitu pendekatan constructive engagement (keterlibatan konstruktif) yang intinya adalah upaya untuk membantu menyelesaikan persoalan internal Myanmar dengan cara-cara ASEAN (ASEAN’s Way) tanpa harus mengunakan kekerasan, yaitu menyelesaikan permasalahan secara persuasif dengan melakukan promosi demokrasi dan tidak mengunakan kekuatan militer ataupun embargo untuk megisolasi Myanmar. (Bambang Cipto 2007, Hal. 71)
Terlepas dari keterbatasan peranannya karena adanya prinsip non-intervensi ASEAN yang telah dijamin dalam Piagam Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) dengan menyebutkan tidak adanya campur tangan (non-interference) dalam urusan domestik negara yang berdaulat. Kebijakan constructive engagement yang dikembangkan sejak tahun 1992 ini  merupakan implementasi dari nilai-nilai yang dianut para pembuat kebijakan ASEAN, yang menekankan pada konsensus dan menghindari konfrontasi dengan dasar semangat perdamaian, kerja keras dan solidaritas. Kebijakan keterlibatan konstruktif ASEAN ini juga menolak seruan dan usulan tentang sanksi militer ataupun ekonomi seperti yang ditekankan oleh PBB atau pun AS dan Uni Eropa dalam mempercepat proses demokratisasi di suatu negara. Dalam impelementasinya, ASEAN lebih memfokuskan perhatian pada tindakan saling membangun kepercayaan (confidence building measures) dengan tujuan mendorong pemerintah Myanmar menyadari manfaat mengintegrasikan diri ke dalam sistem regional dan arus utama masyarakat internasional.
Politik yang terjadi di Myanmar, khususnya yang berkaitan dengan kehidupan demokrasi di atas, telah menarik perhatian maysarakat internasional. Hal ini terlihat dalam berbagi pertemuan internasional, seperti dalam kerangka pertemuan Uni Eropa, APEC, ASEAN, dan juga dalam kerangka sidang PBB, dimana persoalan yang terjadi di Myanmar tersebut kerap menjadi salah satu isu yang dibahas. Bahkan dalam pertemuan-pertemuan bilateral antarnegara, khususnya dalam pertemuan antara salah satu negara Barat (khususnya Amerikat) dengan salah satu nengara anggota ASEAN (di luar Myanmar), isu Myanmar kerap juga menjadi salah satu agenda penting yang dibahas. Dalam berbagai pertemuan tersebut, semua pihak berharap prinsip-prinsip demokrasi dapat segera diterapkan di Myanmar. Prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri meliputi, antara lain, adanya pembagian kekuasaan, pemilu yang bebas, manajemen yang terbuka, kebebasan individu, peradilan yang bebas, pengakuan hak minoritas, pemerintahan yang konstitusional, pers yang bebas, beberapa partai politik, dan perlindungan hak asasi manusia. (James W. Prothro dan Charles M 2009, Hal. 276-294) Berbagai tindakan ataupun kebijakan junta militer yang selama ini dipandang tidak mendorong berkembangnya prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan warga harus segera dihentikan. Mereka berharap pemerintahan junta militer Myanmar tidak lagi menerapkan praktek-praktek politik kotor dalam mengelola sistem politik domestiknya.
Sebagaimana diketahui, intrik kotor junta ini mengundang reaksi keras dunia, setidaknya Presiden AS Barack Obama meminta agar Suu kyi dibebaskkan segera dan tanpa  syarat. Pemerinta AS juga memperpanjang sanksi tegas terhadap Myanmar. Uni Eropa melarang perjalanan bagi pejabat tinggi Myanmar, menerapkan embargo senjata, membekukan aset Myanmar di Eropa, seta melarang ekspor kayu, logam, dan batu mulia ke Eropa. PBB meminta pemerintah Myanmar membebaskan semua tahanan politik dari penahanan dan memperbolehkan semua kelompok oposisi berpatisipasi dalam pemilu.
Melihat pengaru ASEAN terhadap upaya mendorong pencabutan sanksi AS dan Uni Eropa  bagi Myanmar Neo – liberal institusionalisme memiliki beberapa argumen pokok pertama neo- liberal institusionalisme sangatlah state sentris. Dalam hal ini, negara dipandang sebagai aktor yang dominan dalam memainkan peran sebagai pembuat keputusan. Meski negara dipandang sebagai aktor yang egois rasional, tetapi negara tetap bisa diarahkan untuk bekerja sama terkait dengan kalkulasi untung rugi. Tujuanya adalah untuk menganalisis dan memisahkan kumpulan-kumpulan tertentu dari kekuasaan, kepentingan dan pilihan-pilihan yang munngkin untuk menjelaskan sumber-sumber dan batasan-batasan dari tingkah laku kooperatif (Nuraeni, Deasy Silvya, dan Afin Sudirman 2010, hal.55 ).
Dalam perkembangan politik yang terjadi di Myanmar belakangan ini menunjukan perkembangan yang positif, Myanmar dipandang sebagai aktor negara yang dominan untuk membuat keputusan sendiri menjadikan negara yang demokrai. setelah pemilu yang digelar di Myanmar pada Minggu 1 April 2012 lalu  di klaim telah berjalan dengan sukses, dimana oposisi memenangkan banyak kursi di parlemen. Klaim itu diungkapkan Presiden Myanmar Thein Sein di sela menghadiri pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Phnom Penh, Kamboja. Partai pimpinan tokoh oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), menang besar dalam pemilu itu. Kemenangan itu disebut peraih Hadiah Nobel Perdamaian tersebut sebagai kemenangan rakyat setelah lepas dari ke diktatoran militter selama puluhan tahun. Menurut komisi pemilu Myanmar, NLD memenangkan 40 dari 45 kursi yang diperebutkan . Angka itu masih jauh di bawah kursi yang diduduki partai berkuasa, Partai Persatuan Pembangunan dan Solidaritas (USDP) yang dibentuk mantan junta militer.( Seputar Indonesia 4 April 2012, hal.11)
Kedua, dengan semakin tinggi interdependensi, semakin tinggi pula ‘tuntutan’ untuk melakan kerja sama. Institusi- institusi diangap mampu memberikan solosi terhadap berbagai jenis permasalahan secara kolektif. Karenanya, norma, aturan dan institusi-institusi di bentuk dan diputtuskan karena hal tersebut mampu membantu negara- negara menghadapi permasalahan bersama.
Ketiga, institusi – institusi itu mempunyai arti atau penting eksistensinya, karena ada keuntungan yang mampu mereka berikan, serta pengaruh mereka terhadap para aktor lain.

Perhimpuanan bangsa-bangsa Asia Tengara (ASEAN) secara resmi menyeru agar barat meringankan sanksi terhadap Mayanmar pascasuksesnya pemilu 1-4 April 2012 (Seputar Indonesia 5 April 2012).
Suksesnya gelaran pemilu sela di Myanmar pada minggu 1-4 April mendapatkan respon positif dari Amerika Serikat yang kemarin menyatakan bakal mengurangi sanksi kenegara itu.Respon cepat itu bersamaan dengan penunjukan duta besar AS untuk Myanmar.Hillary juga mengumumkan pencabutan larangan ekspor layanan keuangan dan investasi AS untuk Myanmar. (Seputar Indonesia 6 April 2012)
PM Inggeris David Cameron bertemu dengan Presiden Myanmar Thein Sein di kediaman resminya di ibu kota Myanmar, Napypyidaw .Cameron juga bertemu dengan ikon demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi.Pertemuan antara Cameron dengan Thein dan Suu Kyi menjadi acuan para pemimpin dunia lain dalam memperlongar sanksi terhadap Myanmar. (Seputar Indonesia 14 April 2012 )
Daftar Pustaka
-M. Adian Firnas, 2003, ‘Proses Demokrasi di Myanmar’,Jurnal Universitas Paramadina ,Vol. 2 No. 2, Januari ,Hal. 129
-Bambang Sucipto, 2009, Hubungan Internasional di Asia Tenggara,Pustaka Pelajar, Yogyakarta Indonesia.
-James W. Prothro dan Charles M. Grigg, ‘Fundamental Principles of Democracy’, The Journal of Politics of Democracy, no. 22, hal. 276-294
-Seputar Indonesia, 4 April, 2012, hal.11.
-Nuraeni S, Deasy Silvya dan Arfin Sudirman 2010, Regionalisme Dalam Studi Hubungan Internasional, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Jumat, 17 Januari 2014

Makalah Kesehatan Mental Dalam Islam

Makalah Pendidikan Islam-Kumpulan Makalah kali ini akan membahas kesehatan mental menurut agama islam. Maka penulis memberikan judul makalah dengan " Makalah Kesehatan Mental Dalam Islam. Semoga makalah ini bisa membantu para pelajar dalam mengerjakan tugas kuliah sesuai dengan fakultasnya masing-masing dan juga bisa bermanfaat bagi para pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam tulisannya, ‘Pengantar dalam Kesehatan Jiwa’ (1982), Saparinah Sadli, guru besar Fakultas Psikologi UI mengemukakan tiga orientasi yang dapat dijadikan ukuran kesehatan jiwa, yakni : 1) Orientasi Klasik: Seseorang dianggap sehat bila ia tak mempunyai keluhan tertentu, seperti: ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri atau perasaan tidak berguna, yang semuanya menimbulkan perasaan ‘sakit’ atau ‘rasa tidak sehat’ serta mengganggu efisiensi kegiatan sehari-hari. Orientasi ini banyak dianut di dunia kedokteran; 2) Orientasi Penyesuaian Diri: Seseorang dianggap sehat secara psikologis bila ia mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntunan orang-orang lain serta lingkungan sekitarnya;  3) Orientasi Pengembangan Potensi: Seseorang dianggap mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri.
Terdapat empat rumusan kesehatan jiwa yang lazim dianut para ahli : 1)Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psichose); 2)Kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan tenpat ia hidup; 3)Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problema-problema yang biasa terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik); 4)Kesehatan adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kebahagiaan diri dan orang lain, serta terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa; 5)Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketakwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.

BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Kesehatan Mental
Istilah Kesehatan Mental diambil dari konsep mental hygiene, kata mental berasal dari bahasa Yunani yang berarti Kejiwaan. Kata mental memilki persamaan makna dengan kata Psyhe yang berasal dari bahasa latin yang berarti Psikis atau Jiwa, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat atau kesehatan mental.
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial) (Mujib dan Mudzakir, 2001, 2003). Zakiah Daradjat (1985:10-14) mendefinisikan kesehatan mental dengan beberapa pengertian:
1.Terhindarnya orang dari gejala-gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psychose).
2.Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan di mana ia hidup.
3.Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kebahagiaan pada diri dan orang lain; serta terhindar dari gangguan-gangguan dan penyakit jiwa.
4.Terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya.
Seseorang dapat dikatakan sehat tidak cukup hanya dilihat dari segi fisik, psikologis, dan sosial saja, tetapi juga perlu dilihat dari segi spiritual atau agama. Inilah kemudian yang disebut Dadang Hawari sebagai empat dimensi sehat itu, yaitu: bio-psiko-sosial-spiritual. Jadi seseorang yang sehat mentalnya tidak cukup hanya terbatas pada pengertian terhindarnya dia dari gangguan dan penyakit jiwa baik neurosis maupun psikosis, melainkan patut pula dilihat sejauhmana seseorang itu mampu menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri dan lingkungannya, mampu mengharmoniskan fungsi-fungsi jiwanya, sanggup mengatasi problema hidup termasuk kegelisahan dan konflik batin yang ada, serta sanggup mengaktualisasikan potensi dirinya untuk mencapai kebahagiaan.
Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor (Penyebab terjadinya stres) orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya. (Noto Soedirdjo, 1980) menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang memilki kesehatan mental adalah memilki kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan-tekanan yang datang dari lingkungannya. Sedangkan menurut Clausen Karentanan (Susceptibility) Keberadaan seseorang terhadap stressor berbeda-beda karena faktor genetic, proses belajar dan budaya yang ada dilingkungannya, juga intensitas stressor yang diterima oleh seseorang dengan orang lain juga berbeda.
Atkinson menentukan kesehatan mental dengan kondisi normalitas kejiwaan, yaitu kondisi kesejahteraan emosional kejiwaan seseorang. Pengertian ini diasumsikan bahwa pada prinsipnya manusia itu dilahirkan dalam kondisi sehat. Atkinson  lebih lanjut menyebutkan enam indikator normalitas kejiwaan seseorang.
Pertama, persepsi realita yang efisien. Individu cukup realistik dalam menilai kemampuannya dan dalam menginterpretasi terhadap dunia sekitarnya. Ia tidak terus menerus berpikir negatif terhadap orang lain, serta tidak berkelebihan dalam memuja diri sendiri.
Kedua, mengenali diri sendiri. Individu yang dapat menyesuaikan diri adalah individu yang memiliki kesadaran akan motif dan perasaannya sendiri, meskipun tak seorang pun yang benar-benar menyadari perilaku dan perasaannya sendiri.
Ketiga, kemampuan untuk mengendalikan perilaku secara sadar. Individu yang normal memiliki kepercayaan yang kuat akan kemampuannya, sehingga ia mampu mengendalikannya. Kondisi seperti itu tidak berarti menunjukkan bahwa individu tersebut bebas dari segala tindakan impulsif dan primitif, melainkan jika ia melakukannya maka ia menyadari dan berusaha menekan dorongan seksual dan agresifnya.  
Keempat, harga diri dan penerimaan. Penyesuaian diri seseorang sangat ditentukan oleh penilaian terhadap harga diri sendiri dan merasa diterima oleh orang di sekitarnya. Ia merasa nyaman bersama orang lain dan mampu beradaptasi atau mereaksi secara spontan dalam segala situasi sosial.
Kelima, kemampuan untuk membentuk ikatan kasih. Individu yang normal dapat membentuk jalinan kasih yang erat serta mampu memuaskan orang lain. Ia peka terhadap perasaan orang lain dan tidak menuntut yang berlebihan kepada orang lain. Sebaliknya, individu yang abnormal terlalu mengurusi perlindungan diri sendiri (self-centered).
Keenam, produktivitas. Individu yang baik adalah individu yang menyadari kemampuannya dan dapat diarahkan pada aktivitas produktif.    

Pola-pola Wawasan Kesehatan Jiwa
Musthafa Fahmi, sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Mahmud Mahmud,  menemukan dua pola dalam mendefinisikan kesehatan mental: pertama, pola negatif (salabiy), bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari segala neurosis (al-amradh al-ashabiyah) dan psikosis (al-amradh al-dzihaniyah). Kedua, pola positif (ijabiy), bahwa kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam penyesuaian terhadap lingkungan sosialnya. Pola yang kedua ini lebih umum dan lebih luas dibanding dengan pola pertama.
Hanna Djumhana Bastaman lebih luas menyebut empat pola yang ada dalam kesehatan mental, yaitu pola simtomatis, pola penyesuaian diri, pola pengembangan potensi, dan pola agama.  Pertama, pola simtomatis adalah pola yang berkaitan dengan gejala (symptoms) dan keluhan (compliants), gangguan atau penyakit nafsaniah. Kesehatan mental berarti terhindarnya seseorang dari segala gejala, keluhan, dan gangguan mental, baik berupa neurosis maupun psikosis. Kedua, pola penyesuaian diri adalah pola yang berkaitan dengan keaktifan seseorang dalam memenuhi tuntutan lingkungan tanpa kehilangan harga diri. atau memenuhi kebutuhan pribadi tanpa mengganggu hak-hak orang lain. Kesehatan mental berarti kemampuan seseorang untuk meyesuaikan diri secara aktif terhadap lingkungan sosialnya. Ketiga, pola pengembangan diri adalah pola yang berkaitan dengan kualitas khas insani (human qualities) seperti kreativitas, produktivitas, kecerdasan, tanggung jawab, dan sebagainya. Kesehatan mental berarti kemampuan individu untuk memfungsikan potensi-potensi manusiawinya secara maksimal, sehingga ia memperoleh manfaat bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Keempat, pola agama adalah pola yang berkaitan dengan ajaran agama. Kesehatan mental adalah kemampuan individu untuk melaksanakan ajaran agama secara benar dan hak dengan landasan keimanan dan ketakwaan.
Kesehatan mental yang dimaksudkan di sini lebih terfokus pada kesehatan mental yang berwawasan agama. Pemilihan ini selain karena konsisten denga pola-pola yang dikembangkan dalam psikopatologi dan psikoterapi, juga sesuai dengan khazanah Islam yang berkembang. Ibn Rusyd misalnya dalam “Fashl al-Maqal” menyatakan, “takwa itu merupakan kesehatan mental (shihah al-nufus)”.  Statement itu menunjukkan bahwa dialektika kesehatan mental telah lama dibangun oleh para psikolog muslim, yang mau tidak mau harus dijadikan sebagai keutuhan wacana Psikologi Islam saat ini.
Empat pola wawasan kesehatan jiwa dengan orientasinya sebagai berikut :
1.Pola wawasan yang berorientasi simtomatis menganggap bahwa hadirnya gejala (symtomps) dan keluhan (compliants) merupakan tanda adanya gangguan atau penyakit yang diderita seseorang.
2.Pola wawasan yang berorientasi penyesuaian diri berpandangan bahwa kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri merupakan unsur utama dari kondiri jiwa yang sehat.
3.Pola wawasan yang berorientasi pengembangan potensi pribadi bertolak dari pandangan bahwa manusia adalah makhluk bermartabat yang memiliki berbagai potensi dan kualitas yang khas insani (human qualities), seperti kreativitas, rasa humor, rasa tanggung jawab, kecerdasan, dll dan mendatangkan manfaat bila dikembangkan secara optimal.
4.Pola wawasan yang berorientasi agama berpandangan bahwa agama atau keruhanian memiliki daya yang dapat menunjang kesehatan jiwa dan kesehatan jiwa diperoleh sebagai akibat dari keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan, serta menerapkan tuntunan-tuntunan keagamaan yang hidup.
Tuntunan agama Islam untuk kesehatan mental dikemukakan dalam dua hal, yaitu:
1.Ayat-ayat al-Qur’an (dan al-Hadits) yang berkaitan dengan tolak ukur kesehatan mental.
2.Prinsip-prinsip Islam untuk pengembangan pribadi pada umumnya dan mengembangan kesehatan mental pada khususnya.

Metode Pemerolehan dan Pemeliharaan
Terdapat tiga pola yang mengungkapkan metode pemerolehan dan pemeliharaan kesehatan mental dalam perspektif Islam: Pertama, metode tahali, takhalli, dan tajalli; Kedua, metode syariah, thariqah, haqiqah dan ma’rifat; dan ketiga, metode iman, Islam dan ihsan. Sebuah hadits menunjukkan tiga metode yang mengungkapkan metode pemerolehan dan pemeliharaan kesehatan mental yaitu: 1) metode iman yang berkaitan dengan prinsip-prinsip kepercayaan dan keyakinan kepada Tuhan dan kepada hal-hal yang gaib; 2) metode Islam yang berkaitan dengan prinsip-prinsip ibadah dan muamalah; 3) metode ihsan yang berkaitan dengan prinsp-prinsip moral atau etika.
Metode Imaniah
Iman secara harfiah diartikan dengan rasa aman (al-aman) dan kepercayaan (al-amanah). Orang yang beriman berarti jiwanya merasa tenang dan sikapnya penuh keyakinan dalam menghadapi semua masalah hidup. Dalam mengatur alam dan isinya, Allah SWT memberikan rambu-rambu petunjuk (hidayah)-Nya untuk kelangsungan dan keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Petunjuk yang dimaksud diturunkan melalui dua jalur: Pertama, jalur tertulis yang termaktub dalam kitab suci Al-Quran dengan pemberian petunjuk inu dengan mengutus Rasul dan Malaikat-Nya. Jalur ini lazim disebut jalur Quraniyah; Kedua, jalur tidak tertulis yang berkaitan dengan alam dan isinya yang disebut dengan jalur kauniyah atau sunnatulah.
Keimanan yang direalisasikan secara benar akan membentuk kepribadian mukmin yang membentuk 6 karakter yaitu:
Karakter Rabbani, yaitu karakter yang mampu menginternalisasikan (mengambil dan mengamalkan) sifat-sifat dan asma-asma Allah ke dalam tingkah laku nyata sebatas pada kemampuan manusiawinya. Proses pembentukan kepribadiannya ditempuh melalui tiga tahap yaitu ta’alluq, takballuq, dan tabaqquq . Proses ta’alluq adalah menggantungkan kesadaran diri dan pikiran kepada Allah dengan cara berpikir dan berzikir kepadaNya sesuai firman Allah QS. Ali-Imran ayat191:
yang artinya : "(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.
Proses takballuq adalah adanya kesadaran untuk menginternalisasikan sifat-sifat dan asma-asma Allah ke dalam tingkah laku nyata sebatas pada kemampuan manusiawinya. Proses ini dlakukan karena adanya fitrah menusia yang memiliki potensi asma’ al-husna. Proses tabaqquq adalah kesadaran diri akan adanya kebenaran, kemuliaan, keagungan Allah SWT sehingga tingka lakunya didominasi olehNya.
Karakter Maliki, yaitu karakter yang mampu menginternalisasikan sifat-sifat Malaikat yang agung dan mulia. Kepribadian maliki diantaranya (1) menjalankan perintahNya dan tidak berbuat maksiat sesuai firman Allah QS. Al-Tahrim ayat 6:
yang artinya : "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Bertasbih kepadaNya sesuai Firman Allah QS. Al-Zumar ayat 75
yang artinya : "Dan kamu (Muhammad) akan melihat malaikat-mmlaikat berlingkar di sekeliling 'Arsy bertasbih sambil memuji Tuhannya; dan diberi putusan di antara hamba-hamba Allah dengan adil dan diucapkan: "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam".
Menyampaikan informasi kepada yang lain, Firman Allah QS. Al-Nahl ayat 102:
yang artinya : "Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".
Membagi-bagikan rizki untuk kesejahteraan beramal dan memelihara kebun (Jannat) yang indah, firman Allah QS. Ar-Ra’d ayat24:
yang artinya : "(sambil mengucapkan): "Salamun 'alaikum bima shabartum". Maka Alangkah baiknya tempat kesudahan itu".
Karakter Qurani, yaitu karakter yang mampu menginternalisasikan nilai-nilai Qurani dalam tingkah laku nyata. Karakter kepribadian Qurani seperti membaca, memahami dan mengamalkan ajaran yang terkandung di dalam Al-Quran dan Sunnah.
Karakter Rasuli, yaitu karakter yang mampu menginternalisasikan sifat-sifat Rasul yang mulia. Karakter kepribadian Rasuli diantaranya jujur (al-Siddiq), dapat dipercaya (al-Amanah), menyampaikan informai atau wahyu (al-Tabligh) dan cerdas (al-Fathonah).
Karakter yang berwawasan dan mementingkan masa depan (hari akhir) yang menghendaki adanya karakter yang mementingkan jangka panjang daripada jangka pendek atau wawasan masa depan daripada masa kini, firman Allah QS. al-Dhuha ayat 4:
yang artinya : "Dan Sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan)".
Dan bertanggung jawab, firman Allah QS. al-Nisaa’ ayat 77:
yang artinya : "Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. mereka berkata: "Ya Tuhan Kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada Kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.
Karakter Takdiri, yaitu karakter yang menghendaki adanya penyerahan dan kepatuhan pada hukum-hukum, aturan-aturan dan sunnah-sunnah Allah SWT untuk kemaslahatan hidupnya.
Metode Islamiah
Islam secara etimologi memilik tiga makna yakni penyerahan dan ketundukan (al-silm), perdamaian dan keamanan (al-salm), dan keselamatan (al-salamah) . Realisasi metode Islam dapat membentuk kepribadian muslim yang mendorong seseorang untuk hidup bersih, suci dan dapat menyesuaikan dengan segala kondisi yang merupakan syarat terciptanya kesehatan mental. Kepribadian muslim membentuk lima karakter ideal.
Karakter syabadatain yaitu karakter yang mampu menghilangkan dan membebaskan diri dari segala belenggu atau dominasi tuhan-tuhan temporal dan relatif seperti materi dan hawa nafsu seperti dalam Al-Qur’an surat Al-Furqon43:
yang artinya : "Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka Apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya.
Lalu mengisi diri sepenuh hati hanya kepada Allah SWT.
Karakter mushailli yaitu karakter yang mampu berkomunikasi dengan Allah dan dengan sesama manusia. Komunikasi ilahiah ditandai dengan takbir,sedangkan kominukasi ihsaniah ditandai dengan salam. Karakter mushailli juga menghendaki adanya kebersihan dan kesucian lahir dan batin dengan berwudhu (kesucian lahir) dan dalam kesucian batin diwujudkan dalam bentuk keikhlasan dan kekhusyu’an.
Karakter muzakki, yaitu karakter yang berani mengorbankan hartanya untuk kebersihan dan kesucian jiwanya serta pemerataan kesejahteraan ummat pada umumnya. Seperti dalam firman Allah QS. al-Taubah ayat 103 :
yang artinya : "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkandan mensucikanmereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Karakter sha’im yaitu karakter yang mampu mengendalikan dan menahan diri dari nafsu-nafsu rendah. Dan apabila dirinya terbebas dari nafsu-nafsu rendah maka ia berusaha mengisi diri dengan tingkah laku yang baik.
Karakter hajji yaitu karakter yang mampu mengorbankan harta, waktu, bahkan nyawa demi memenuhi panggilan Allah SWT.
Metode Ihsaniah
Ihsan secara bahasa berarti baik. Orang yang baik (Muhsin) adalah orang yang mengetahui hal-hal yang baik, mengaplikasikan dengan prosedur yang baik dan dlakukan dengan niatan yang baik. Metode ini bila dilakukan dengan benar maka memberikan kepribadian muhsin yang ditempuh dalam beberapa tahapan , yaitu:
Tahapan permulaan (al-bidayah)
Pada tahap ini, seseorang akan rindu pada khaliknya. Ia sadar dalamkerinduan itu terdapat tabir (al-hijab) yang menghalangi hubungannya sehingga ia berusaha menghilangkan tabir tersebut. Tahapan ini disebut takhalli yaitu mengosongkan diri dari segalasifat kotor, maksiat dan tercela.
Tahapan kesungguhan dalam menempuh kebaikan (al-mujabadat)
Tahapan ini kepribadian seseorang telah bersih dari sifat-sifat tercela dan maksiat lalu berusaha secara sungguh-sungguh untuk mengisi diri dengan tingkah laku yang baik yang disebut dengan tahapan tahailli. Tahailli adalah upaya mengisi diri dengan sifat-sifat yang baik yang terdiri dari beberapa fase yaitu: 1) taubat dari segala tngkah laku yang mengandung dosa; 2) menjaga diri dari hal-hal yang subhat (al-wara’); 3) tidak terikat oleh gemerlapan materi; 4) merasa butuh pada Allah (al-faqr); 5) sabar terhadap cobaan dan melaksanakan kebajikan; 6) tawakkal pada putusan Allah; 7) ridha terhadap pemberian Allah; 8) merasa bersyukur atas nikmat yang Allah berikan; 9) ikhlas melakukan apa saja demi Allah; 10) takut (al-khauf) dan berharap (al-raja) terhadap Allah; 11) kontinue dalam melakukan kewajiban (al-istiqomah); 12) takwa kepada Allah; 13) jujur, berpikir, berzikir dan sebagainya.
Tahapan ini harus ditopang tujuh pendidikan dan latihan psikofisik yaitu:
•Musyarathah, yaitu memberikan dan menemukan syarat bagi diri sendiri.
•Muraqabah, yaitu mawas diri dari perbuatan maksiat agar selalu dekat kepada Allah.
•Muhasabah, yaitu membuat perhitungan terhadap tingkah laku yang diperbuat.
•Mu’aqabah, yaitu menghukum diri sendiri karena melakukan keburukan.
•Mujahadah, yaitu bersungguh-sungguh berusaha menjadi baik.
•Mu’atabah, yaitu menyesali diri atas perbuatan dosanya.
•Mukasyafah, yaitumembuka penghalang atau tabir agar tersingkap semua rahasia Allah.
Tahapan merasakan (al-Muziqat)
Pada tahapan ini seorang hamba tidak sekedar menjalankan perintah Khalik-nya dan menjauhi larangannya, namun ia merasakan kedekatan, kelezatan, kerinduan denganNya. Tahapan ini disebut tajalli, yaitu menempakkan sifat-sifat Allah pada diri manusianya setelah sifat-sifat buruknya dihilangkan dan tabir menjadi sirna. Oleh sufi tahapan ini biasa dilalui dalam dua proses yaitu al-fana dan al-baqa. Bila seseorang mampu menghilangkan wujud jasmaniah dengan menghilangkan nafsu-nafsu impulsifnya dan tidak terikat oleh materi atau lingkungan sekitar, makaia telah al-fana. Kondisi itu lalu beralih pada ke-baqa-an wujud ruhani yang ditandai dengan tetapnya sifat-sifat ketuhanan . Ketika tahapan itu telah dilalui maka muncul apa yang disebut al-baal yaitu kondisi spiritual dimana sang pribadi telah mencapai kebahagiaan tertinggi yang dicita-citakan.
Ayat-ayat Al Quran yang Berkaitan dengan Tolak Ukur Kesehatan Mental
Ayat-Ayat Al-Qur’an Mengenai Beberapa Sifat Tercela (Mazmumah)
Sifat-sifat tercela secara tidak langsung atau langsung dapat menimbulkan gangguan dan penyakit kejiwaan yang dalam tulisan ini dibatasi enam sifat tercela, yaitu: Bakhil, Aniaya, Dengki, Ujub, Nifak dan Ghadhab.
Bakhil
Bakhil artinya kikir, yaitu ketidaksediaan untuk memberikan sebagian hartanya kepada pihak-pihak lain yang membutuhkan seprti, fakir miskin, kepentingan umum, agama dan lain-lain. Di lain pihak, orang bakhil biasanya tidak pernah puas mengumpulkan harta benda. Ayat Al Qur’an  mengenai perbuatan bakhil:
yang artinya : "Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan (Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu (ini).’ (QS. Muhammad: 38)
Aniaya
Aniaya adalah perbuatan yang melanggar hukum dan keadilan serta menimbulkan kerugian pada diri sendiri dan orang lain serta menimbulkan kerusakan terhadap lingkungannya. Ayat Al Qur’an mengenai aniaya:
yang artinya : "Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.’ (QS. Yunus: 44)
Dengki
Dengki artinya tidak senang melhat orang lain memperoleh keberuntungan kebajikan. Orang-orang dengki senantiasa mengharapkan bahkan berupaya agar keberuntungan yang diperoleh orang lain hilang ayau jatuh kepada si pendengki itu sendiri. Ayat Al Qur’an mengenai dengki:
yang artinya : "Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma`afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.’ (QS. Al-Baqarah:109)
Ujub
Ujub artinya membesar-besarkan perbuatan baik diri sendiri dan perasaan puas karenanya, dengan perasaan bahwa dirinya lebih unggul dari orang lain. Ayat Al-Qur’an mengenai ujub:
yang artinya : "Maka apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan)? maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’ (QS. AL-Fathir:8)
Nifak
Nifak artinya bermuka dua atau berpura-pura yang menjadi karakteristik orang munafik. Ayat Al Qur’an mengenai nifak:
yang artinya : "Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.’ (QS. Al-Baqarah: 8)
Ghadhab
Ghadhab diartikan secara khusus sebagai marah atau kemarahan dalam konotasi negatif dan berlebihan, sedangkan secara umum diartikan sebagai al nafsu al ammarah bissu’ yang selalu mendorong perbuatan jahat sehingga mengakibatkan kerugian pada diri sendiri dan orang lain. Ayat Al Qur’an mengenai ghadhab:
yang artinya : "Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’ (QS. Yusuf: 53)
Ayat-Ayat Al-Qur’an Yang Berkaitan Dengan Pentingnya Agama Untuk Kesehatan Mental
Sudah tentu semua ayat-ayat Al-Qur’an menunjukkan pentingnya agama untuk keselamatan hidup di dunia dan akhirat, termasuk meraih jiwa yang sehat. Zakiah Daradjat dalam tulisan-tulisannya mengenai Agama dan Kesehatan Jiwa menunjukkan pengaruh positif dari pelaksanaan rukun iman dan rukun islam terhadap kondisi kesehatan mental.
Mengingat masalah agama merupakan masalah yang sangat luas dan kompleks, maka tulisan ini hanya mengungkapkan ayat-ayat di Al Qur’an yang berkaitan dengan tiga pilar agama Islam, yaitu: iman (akidah), Islam (syari’ah), dan Ihsan (akhlak).
Prinsip-Prinsip Islam Untuk Pengembangan Pribadi Dan Kesehatan Jiwa
Dalam Islam pengembangan kesehatan jiwa terintegrasi dalam pengembangan pribadi pada umumnya, dalam artian kondisi kejiwaan yang sehat merupakan hasil sampingan (by product) dari kondosi pribadi yang matang secara emosional, intelektual, dan sosial, terutama matang pula keimanan dan ketetakwaannya kepada Allah SWT. Dengan demikian dalam Islam nyatalah betapa pentingnya pengembangan pribadi untuk meraih kualitas insan paripurna yang didalam otaknya sarat dengan ilmu pengetahuan, bersemayam dalam kalbunya iman dan takwa kepada Allah SWT, sikap dan perilakunya benar-benar merealisasikan nila-nilai keislaman yang mantap dsan teguh, wataknya terpuji, semangat kerja tinggi, kedamaian dan kasih sayang.
Cara peningkatan kualitas pribadi yang sedikit mendekati tipe ideal:
•Hidup secara Islami, dalam arti berusaha secara sadar untuk mengisi kegiatan sehari-hari dengan hal-hal yang bermanfaat dan sesuai dengan nilai-nilai akidah, syari’ah dan akhlak, serta berusaha menjauhi hal-hal yang dilarang agama.
•Melakukan latihan intensif yang bercorak Psiko-edukatif. Dengan ini, diharapkan para peserta sadar diri akan keunggulan dan kelemahannya, mampu menyesuaikan diri, menemukan arti dan tujuan hidupnya serta menyadari serta menghayati betapa pentingnya menigkatkan diri.
•Pelatihan disiplin diri yang lebih berorientasi spiritual-religius, yakni mengintensifkan dan meningkatkan kualitas ibadah.
Tanda-Tanda Kesehatan Mental dalam Islam
Tanda-tanda kesehatan mental, menurut Muhammad Mahmud Mahmud, terdapat sembilan macam,  yaitu: pertama, kemapanan (al-sakinah), ketenangan (al-thuma’ninah), dan rileks (al-rahah) batin dalam menjalankan kewajiban, baik kewajiban terhadap dirinya, masyarakat, maupun Tuhan.
Kata “sakinah” dalam kajian semantik bahasa Arab berasal dari kata sakana yang berarti makan (tempat), maskin yang berarti manzil atau bayt (tempat tinggal atau rumah), sukn yang berarti ahl aw ‘iyal al-dar (penduduk desa atau negara).  Dari  pengertian semantik ini, kata “sakinah” memiliki arti kemapanan disebabkan memiliki tempat tinggal atau wilayah yang menetap dan tidak berpindah-pindah. Terminologi “sakinah” juga memilikii arti (1) al-wada’ah. Al-waqarah, al-thuma’ninah yang berarti ketenangan; (2) al-rahmah yang berarti kasih sayang.  Atau dalam bahasa Inggris berarti calmness (ketenangan), quietness (keamanan), peacefulness (perdamaian), dan serenity (ketenteraman).
Al-Zuhaili dalam tafsirnya memberi arti “sakinah” dengan ketetapan atau ketenangan (al-tsabat dan al-thuma’ninah) jiwa dari segala kecemasan (al-qalaq/anxiety)  dan kesulitan atau kesempitan batin (al-Idtirar). Sakinah juga memiliki arti meninggalkan permusuhan atau peperangan,  rasa aman (al-aman), hilangnya ketakutan (al-khwf/phobia) dan kesedihan dari jiwa.  Ibnu Qayyim memberi arti sakinah dengan ketenangan yang dihujamkan oleh Allah SWT. Pada jiwa orang-orang mukmin yang takut, resah dan gelisah, agar keimanan dan keyakinannya bertambah.
Pengertian “ketenangan” di dalam istilah sakinah tidak berarti statis atau tidak bergerak, sebab dalam “sakinah” terdapat aktivitas yang disertai dengan perasaan tenang, seperti orang yang melakukan kerja dengan disertai rasa ketenangan. Apabila istilah sakinah memiliki arti statis dan tidak bergerak bararti jiwa manusia tidak akan berkembang, yang hal itu menyalahi hukum-hukum perkembangan.
Firman Allah SWT:
yang berbunyi : "Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mu'min supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,’ (QS. Al-Fath: 4).
Kata thuma’ninah hampir memiliki makna yang sama dengan sakinah, yaitu ketetapan kalbu pada sesuatu tanpa disertai kekacauan. Menurut sabda Nabi; “kebaikan itu adalah sesuatu yang menenangkan di dalam hati” dan dalam perkataan sahabat; “kejujuran itu menenangkan, sedang dusta itu meragukan (raibah).” Firman Allah SWT:
yang artinya : "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.’ (QS. Al-Ra’d: 28)
Ibnu Qayyim mencatat dua perbedaan pendapat mengenai kedudukan sakinah dan thuma’ninah. Pendapat pertama dinyatakan bahwa thuma’ninah merupakan akibat dari sakinah, bahkan thuma’ninah merupakan puncak sakinah. Pendapat yang lain dinyatakan bahwa sakinah merupakan akibat thuma’ninah. Menyikapi dua perbedaan ini, Ibnu Qayyim menyatakan bahwa thuma’ninah lebih umum dari pada sakinah, sebab thuma’ninah mencakup ketenangan dari ilmu, keyakinan, keimanan, sedang sakinah hanya mencakup ketenangan dari rasa takut.
Sedangkan rileks (rahah) merupakan akibat dari sakinah dan thuma’ninah, yaitu keadaan batin yang santai, tenang, dan tanpa adanya tekanan emosi yang kuat, meskipun mengerjakan pekerjaan yang amat berat. Relaksasi batin seseorang tercermin sebagaimana ketika ia dilahirkan, yang tumbuh dalam keadaan bersih dan suci dari segala dosa, kotoran, dan penyakit. Bila ia menangis maka dengan segera dapat tersenyum dan tertawa terbahak-bahak. Bila ia membenci seseorang maka tiada dendam, tetapi segera melupakan dan kembali timbul keakraban. Bila ia mengalami goncangan jiwa, seperti karena tidak dipedulikan atau dimarahi ibunya, ia segera lupa dan dapat tidur pulas, tanpa menggantungkan diri dengan minum-minuman keras dan obat tidur. Bila ia ingin hidup ceria dan bahagia, maka cukup dengan permainan yang sarananya cukup sederhana, tanpa memerlukan zat adiktif seperti Narkoba.
Kondisi rileks memiliki korelasi yang signifikan dengan kesucian batin. Jika batin bersih laksana cermin, maka setitik noda yang menempel di dalamnya, segera diketahui dan mudah untuk dihapus. Sementara batin yang penuh kotoran maka ia membentuk biang-biang dan karat-karat dosa yang berasal dari akumulasi persenyawaan elemen-elemen jahat. Seseorang yang memiliki jiwa yang kotor dan penuh dosa karena maksiat, maka elemen-elemen yang jahat mudah bersenyawa dan membentuk komposisi tubuh yang gampang terkena goncangan, keresahan, dan kebimbangan. Dosa adalah apa yang dapat memuaskan dan membahagiakan jiwa.
Kondisi mental yang tenang dan tenteram dapat digambarkan dalam tiga bentuk, yaitu: (1) adanya kemampuan individu dalam menghadapi perubahan dan persoalan zaman. Misalnya, jika ia terkena musibah maka musibah itu diserahkan dan dikembalikan kepada Allah. Allah berfirman QS. Al-Baqarah ayat156:
yang artinya : "(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun".
bersikap bersahaja dalam menghadapi sesuatu, sebab sesuatu yang dibenci terkadang memiliki nilai baik, sementara sesuatu yang disenangi memiliki nilai buruk. Allah berfirman  QS. Al-Baqarah ayat 216:
yang artinya : "Diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
kemampuan individu dalam bersabar menghadapi persoalan-persoalan hidup yang berat, misalnya cobaan akan ketakutan dan kemiskinan. Allah berfirman  QS. al-Baqarah ayat 155:
yang artinya : "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
dan (3) kemampuan individu untuk optimis dan menganggap baik dalam menempuh kehidupan, sebab setiap ada kesulitan pasti akan datang kemudahan. Allah berfirman QS. al-Insyirah ayat 4-5:
yang artinya : "Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu (5) karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Kedua, memadahi (al-kifayah) dalam beraktivitas. Seseorang yang mengenal potensi, keterampilan, dan kedudukannya secara baik maka ia dapat bekerja dengan baik pula, dan hal itu merupakan tanda dari kesehatan mentalnya. Sebaliknya, seseorang yang memaksa menduduki jabatan tertentu dalam bekerja tanpa diimbangi kemampuan yang memadai maka hal itu akan mengakibatkan tekanan batin, yang pada saatnya mendatangkan penyakit mental. Firman Allah SWT QS. Yasin ayat 35:
yang artinya : “Supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?”.
Sabda Nabi SAW: “makanan yang lebih baik dimakan oleh seseorang adalah makanan yang berasal dari jerih payahnya sendiri, sebab Nabi Dawud makan dari hasil kerjanya sendiri.” (HR. al-Bukhari)
Ketiga, menerima keberadaan dirinya dan keberadaan orang lain. Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang menerima keadaan sendiri, baik berkaitan dengan kondisi fisik, kedudukan, potensi, maupun kemampuanya, karena keadaan itu merupakan anugerah (fadhl) dari Allah SWT untuk menguji kualitas kerja manusia. Anugerah Tuhan  yang diberikan kepada manusia terdapat dua jenis, yaitu: (1) bersifat alami (fitri), seperti keadaan postur tubuh, kecantikan/ketampanan atau keburukannya, ia dilahirkan dari keluarga tertentu, dan sebagainya. Manusia yang sehat akan mensyukuri anugerah itu tanpa mempertanyakan mengapa Tuhan menciptakan seperti itu, sebab di balik penciptaan-Nya pasti terdapat hikmah yang tersembunyi; (2) dapat diusahakan (kasbi), seperti bagaimana mendayagunakan postur tubuh yang gemuk dalam bekerja atau berkarier, bagaimana memfungsikan karakter agresif, dan sebagainya. Manusia yang sehat tentunya akan mengerahkan segala daya upayanya secara optimal agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Tanda kesehatan mental yang lain adalah adanya kesediaan diri untuk menerima segala kelebihan dan kekurangan orang lain, sehingga ia mampu bergaul dan menyesuaikan diri dengan orang lain. Sikap yang dikembangkan seperti cinta kepada sesama saudaranya seperti ia menyintai dirinya sendiri (HR. al-Bukhari dan Muslim), sikap saling membantu,asah, asih, dan asuh. Firman Allah SWT:
yang artinya : "Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.’ (QS. An-Nisa’: 32)
Keempat, adanya kemampuan untuk memelihara atau menjaga diri. artinya, kesehatan mental seseorang ditandai dengan kemampuan untuk memilah-milah dan mempertimbangkan perbuatan yang akan dilakukan. Jika perbuatan itu semata-mata untuk kepuasan seksual, maka jiwa harus dapat menahan diri, namun jika untuk kepentingan ibadah atau takwa kepada Allah SWT maka harus dilakukan sebaik mungkin. Perbuatan yang baik menyebabkan pemeliharaan kesehatan mental.
Kelima, kemampuan untuk memikul tanggunga jawab, baik tanggung jawab keluarga, sosial, maupun agama. Tanggung jawab menunjukkan kematangan diri seseorang, sekaligus sebagai tanda-tanda kesehatan mentalnya.
Keenam, memiliki kemampuan untuk berkorban dan menebus kesalahan yang diperbuat. Berkorban berarti kepedulian diri seseorang untuk kepentingan bersama dengan cara memberikan sebagian kekayaan dan/ atau kemampuannya. Sedang menebus kesalahan artinya kesadaran diri akan kesalahan yang diperbuat, sehingga ia berani menanggung segala risiko akibat kesalahannya, kemudian ia senantiasa berusaha memperbaikinya agar tidak melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Kedua persoalan ini dianggap sebagai tanda kesehatan mental, sebab apa yang dimiliki menusia, baik berupa jiwa-raga atau kekayaan, hanyalah amanah Allah SWT semata. Sebagai amanah, apabila seseorang menerimanya dalam kondisi baik, maka tidak boleh disia-siakan atau mensikapi dengan sikap yang meledak-ledak sehingga mengganggu stabilitas emosi, melainkan digunakan untuk kemashalatan di jalan Allah. Namun apabila diterima dalam kondisi kurang baik, maka tidak boleh mengumpat-ngumpat, menyikapi secara apatis dan pesimis, apalagi mengkufurinya. Sikap yang seharusnya dilakukan adalah menerima dengan baik dan berusaha seoptimal mungkin.
Ketujuh, kemampuan individu untuk membentuk hubungan sosial yang baik yang dilandasi sikap saling percaya dan saling mengisi. Hal itu dianggap sebagai tanda kesehatan mental, sebab masing-masing pihak merasa hidup tidak sendiri. Apabila ia ditimpa musibah maka yang lain ikut membantunya. Apabila ia mendapatkan keluasan rizki maka yang lain ikut menikmatinya. Pergaulan hidupnya dilandasi oleh sikap saling curiga, buruk sangka, iri hati, cemburu, dan adu domba. Dengan melakukan yang demikian itu maka hidupnya tidak menjadi salah tingkah, tidak asing di lingkungannya sendiri, dan hidupnya mendapatkan simpati dari lingkungan sosialnya.
Kedelapan, memiliki keinginan yang realistik, sehingga dapat diraih secara baik. Keinginan yang tidak masuk akal akan membawa seseorang ke jurang angan-angan, lamunan, kegilaan, dan kegagalan. Keingina yang terealisir dapat memperkuat kesehatan mental, sebaliknya, keinginan yang terkatung-katung akan menambah beban batin dan kegilaan. Keinginan yang baik adalah keinginan yang dapat mencapai keseimbangan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Hal itu sesuai dengan hadits Nabi yang mauquf riwayat Ibnu Qutaibah: “bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup untuk selamanya, dan beramalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau nati esok hari.”
Kesembilan, adanya rasa kepuasan, kegembiraan (al-farh atau al-surur) dan kebahagiaan (al-sa’adah) dalam mensikapi atau menerima nikmat yang diperoleh. Kepuasan dan kebahagiaan dikatakan sebagai tanda-tanda kesehatan mental, sebab individu merasa sukses, telah terbebas dari segala beban, dan terpenuhi kebutuhan hidupnya. Dikap penerimaan nikmat yang mendatangkan kepuasan atau kebahagiaan tidak selalu dipandang dari sisi kuantitatif, melainkan dari kualitas dan berkahnya.
Kepuasan (satisfaction) merupakan salah satu suasana batin seseorang yang secara umum dapat disebabkan oleh beberapa faktor dalam memasuki semua aspek kehidupan. Kepuasan adalah suatu kondisi kesenangan dan kesejahteraan seseorang karena telah mencapai satu tujuan atau sasaran. Atau, satu perasaan yang menyertai seseorang setelah ia memuaskan satu motif.  Unsur utama dalam kepuasan adalah adanya perasaan senang dan sejahtera dan perasaaan itu timbul setelah suatu tujuan motif dicapai. Davis bersama Newstrom mendefinisikan kepuasan sebagai “perasaan dan sikap individu tentang menyenangkan atau tidaknya suatu aktivitas yang bersumber dari seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat, dan pengalaman masa lalu yang membentuk harapan.”   
Kriteria kepuasan atau kebahagiaan batin seseorang tidak semata-mata disebabkan terpenuhinya kebutuhan material, namun terdapat penyebab lain yang hakiki, yaitu kebutuhan meta-material, seperti kebutuhan spiritual. Menurut teori Abraham Maslow, hirarki kebutuhan tersebut digolongkan atas dua taraf, yaitu: (1) kebutuhan-kebutuhan taraf dasar (basic needs), yang meliputi  kebutuhan fisik, rasa aman dan terjamin, cinta dan ikut memiliki (sosial), dan harga diri; dan (2) metakebutuhan-metakebutuhan (meta needs), meliputi apa saja yang terkandung dalam aktualisasi diri seperti keadilan, kebaikan, keindahan, keteraturan, kesatuan, dan sebagainya.       
Tanpa menafikan teori Maslow, kepuasan yang esensial, terutama yang dikembangkan dalam psiko-sufistik adalah kepuasan disebabkan adanya keridhaan dari Allah SWT. Ridha Allah menjadi sumber kepuasan hidup, sebab kondisi itu tidak akan diperoleh seseorang kecuali ia beraktivitas secara baik, benar, jujur, dan mentaati segala aturan. Dengan ridha Allah pula ia mendapatkan kepuasan dari aktivitasnya tanpa mengganggu hak-hak orang lain.
Tanda-tanda kesehatan mental selain tanda-tanda di atas adalah adanya perasaan cinta (al-mahabbah). Cinta dianggap sebagai tanda kesehatan mental sebab cinta menunjukkan citra diri positif. Cinta mendorong individu untuk hidup berdamai, rukun, saling kasih-mengasihi, dan menjauhkan dari kebencian, dendam, permusuhan, dan pertikaian.

BAB III
PENUTUP
Istilah Kesehatan Mental diambil dari konsep mental hygiene, kata mental berasal dari bahasa Yunani yang berarti Kejiwaan. Kata mental memilki persamaan makna dengan kata Psyhe yang berasal dari bahasa latin yang berarti Psikis atau Jiwa, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat atau kesehatan mental.
Musthafa Fahmi, sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Mahmud Mahmud,  menemukan dua pola dalam mendefinisikan kesehatan mental: pertama, pola negatif (salabiy), bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari segala neurosis (al-amradh al-ashabiyah) dan psikosis (al-amradh al-dzihaniyah). Kedua, pola positif (ijabiy),
Terdapat tiga pola yang mengungkapkan metode pemerolehan dan pemeliharaan kesehatan mental dalam perspektif Islam: Pertama, metode tahali, takhalli, dan tajalli; Kedua, metode syariah, thariqah, haqiqah dan ma’rifat; dan ketiga, metode iman, Islam dan ihsan. Sebuah hadits menunjukkan tiga metode yang mengungkapkan metode pemerolehan dan pemeliharaan kesehatan mental yaitu: 1) metode iman yang berkaitan dengan prinsip-prinsip kepercayaan dan keyakinan kepada Tuhan dan kepada hal-hal yang gaib; 2) metode Islam yang berkaitan dengan prinsip-prinsip ibadah dan muamalah; 3) metode ihsan yang berkaitan dengan prinsp-prinsip moral atau etika.
Metode imaniah akan membentuk karakter Rabbani, karakter Maliki, karakter Qurani, karakter Rasuli, karakter yang berwawasan dan melihat ke masa depan dan karakter takdiri. Metode Islam dapat membentuk karakter muslim yang mendorong seseorang untuk hidup bersih, suci dan dapat menyesuaikan dengan segala kondisi yang merupakan syarat terciptanya kesehatan mental. Sedangkan tahapan Ihsaniah, dibentuk dalam tiga tahapan yaitu: Tahapan permulaan (al-bidayah), Tahapan kesungguhan dalam menempuh kebaikan (al-mujabadat), dan Tahapan merasakan (al-Muziqat).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-karim
Bastaman, H. D. (1995). Integrasi psikologi dengan Islam, menuju psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Daradjat, Zakiah. (1982). Islam dan kesehatan mental. Jakarta: PT Gunung Agung.
Godam64. (2007). Hal / Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Mental Manusia, Internal Dan Eksternal - Psikologi.
Hasyim, M. F. (2008). Agama dan kesehatan mental.
Kesehatan Mental.
Mujib, Abdul. (2002). Nuansa-nuansa psikologi Islam.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Rz Mawardi, Imam. (2008). Kesehatan Mental dan Dinamika Kepribadian dalam Islam (bagian 1).