Jumat, 24 Januari 2014

Makalah Korupsi Di Kalangan Masyarakat

Kumpulan Makalah- Dengan segala kerendahan hati, penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas anugrah-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah ini. Makalah yang berjudul "Makalah Korupsi Di Kalangan Masyarakat" akhirnya bisa penulis posting. Dan semoga catatan kecil ini mampu menambah wawasan bagi para pengunjung/pembaca. Khusunya para pelajar yang sedang menimba ilmu.

A.Pendahuluan
Korupsi merupakan virus yang menyebar dimana-mana bahkan di belahan penjuru dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang serius dibandingkan masalah lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi karena pada dasarnya korupsi memiliki dampak negatif yang sangat signifikan dalam negara maupun dalam masyarakat, karena korupsi dapat menghilangkan/menghanguskan uang negara mulai jutaan rupiah hingga triliunan. Hal ini merupakan masalah yang sangat ditakuti khususnya di Indonesia yang sekarang ini menjadi sorotan dunia karena peringkatnya adalah nomor tiga negara terkorupsi didunia. Pelaku korupsi itu sendiri menyebar dikalangan pemerintah sehingga sekarang banyak aparatur-aparatur pemerintahan yang terjerat dalam pidana korupsi yang kebanyakan itu berasal dari partai-partai politik sehingga telah banyak aparatur pemerintahan baik itu dari partai-partai politik yang lepas dari jabatannya bahkan dicebloskan kedalam penjara karena terkena dari imbas perilakunya sendiri yaitu korupsi, akan tetapi perilaku korupsi itu bukan hanya menyebar dikalangan pemerintahan atau didalam partai-partai politik saja akan tetapi perilaku korupsi menyebar keseluruh level/lapisan-lapisan masyarakat.
  
B.Rumusan Masalah
1)Apa faktor yang menyebabkan korupsi itu terjadi hingga kelapisan masyarakat?
2)Seperti apa saja bentuk-bentuk korupsi yang ada di masyarakat?
3)Apakah dampak adanya korupsi dikalangan masyarakat itu sendiri?
4)Bagaimana cara mengatasi korupsi yang ada didalam masyarakat?

C.Pembahasan
1.Faktor penyebab lahirnya perilaku korupsi dikalangan masyarakat.
Sebelum saya membahas tentang mengapa perilaku korupsi itu bisa masuk hingga kelevel/lapisan-lapisan masyarakat terlebih dahulu saya akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan korupsi itu sendiri. Bahwasanya korupsi itu adalah merupakan perilaku merampas hak yang sepantasnya menjadi milik kepentingan masyarakat/seseorang hingga dijadikan untuk kepentingan pribadinya atau hanya untuk kepuasan hawa nafsunya. Dan EHI (Dalam buku karangan Munawar Fuad Noeh) menyatakan bahwa “korupsi berasal dari bahasa latin corruptio yang berarti menyuap dan juga corrumpere atau merusak.” (1997:41). Selain EHI tadi, bahwasanya masih ada pendapat lain mengenai definisi tentang korupsi, yang datangnya dari ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang berbunyi:
Korupsi adalah sebuah kejahatan yang menhancurkan lembaga demokrasi, menggrokoti tatanan hukum, merusak kepercayaan dalam masyarakat terhadap negara, memperlamban pertumbuhan ekonomi, menghambat upaya-upaya pengentasan kemiskinan, mengganggu alokasi sumber daya serta menurunkan daya saing negara dan melumpuhkan investasi. Dan juga korupsi sebuah kejahatan yang sudah menjadi sebuah kejahatan internasional dan kejahatan ini selalu dibarengi dengan perkembangan teknologi yang turut andil dalam perkembangan biasa. Korupsi sudah disepakati dunia sebagai kejahatan luar biasa, dengan demikian penanganan korupsi sebagai sebuah sebuah kejahatan yang membutuhkan kewenangan, pengetahuan dan kemampuan memanfaatkan teknologi. Korupsi pun sudah menjadi perilaku yang begitu sistematik dan mengakar. Oleh karena itu penanganan korupsi sebagai perilaku menjadi sangat rumit. ( Taufiequrrahman Ruki et al. 2006:xi ).

Jadi, korupsi merupakan penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan bahakan juga uang pribadi seseorang yang digunakan untuk keuntungan pribadinya atau pun orang lain.
Mengenai mewabahnya korupsi hingga kelapisan masyarakat terdapat beberapa faktor yang menyebabkan korupsi itu berada dikalangan masyarakat. Diantara faktor tersebut yaitu bisa berasal dari dalam maupun dari luar si pelaku. Secara dari dalam atau sering kita kenal dengan (internal) dorongan untuk melakukan korupsi itu muncul karena:

Dorongan kebutuhan. Yang mana faktor ini menjadi utama dan paling utama sebab munculnya tindak korupsi di kalangan masyarakat, seseorang terpaksa melakukan korupsi karena gaji yang jauh dari mencukupi dibanding dengan kebutuhannya yang sangat amat besar karena memikul tanggung jawab yang sangat berat pula. Seperti halnya sering kita lihat seorang bapak-bapak berani nekat korupsi karena ingin menafkahi keluarganya serta ingin menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang yang tinggi.
Dorongan keserakahan. Orang yang korupsi karena serakah bukan karena dorongan kebutuhan yang sudah mencukupi, akan tetapi agar hidupnya lebih megah dengan memiliki barang-barang yang mewah sehingga tidak ada masyarakat di sekililingnya yang memilikinya, dan juga agar dirinya bisa menjadi terhormat dan tidak bisa dipandang sebelah mata oleh masyarakat lainnya.
Sebaliknya faktor eksternalnya/dari luar yang menyebabkan mewabahnya korupsi di lapisan masyarakat terdiri dari yaitu:

Lingkungan. Tak dapat di pungkiri bahwa semua manusia ingin merasakan kehidupan yang damai dan tentram serta sejahtera dengan cara apapun yang bisa menggapai keinginannya meski tak terkecuali dengan yang namanya korupsi. Contoh konkritnya saja seperti aparatur desa yang ketika bertugas di kantor lurah dan diperlihatkan uang yang banyak oleh temannya, dan di beri tahu bahwa uang itu adalah hasil dari korupsi kemudian sipelaku mengajak targetnya untuk melakukan hal seperti itu, yang bermaksud untuk mengubah sedikit demi sedikit kehidupan seseorang tersebut. Pasti orang itu tidak akan menolaknya, karena kalau orang itu menolak maka dia akan dikucilkan atau bahkan di benci oleh teman-temannya yang sudah aktif dalam hal bidang korupsi.

Peluang. Setebal-tebalnya iman seseorang, sulit baginya untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi apabila sudah dihadapkan dengan uang yang sudah jelas-jelas ada didepan mata pasti dia akan melakukannya karena dengan alasan-alasan bahwa tindakannya itu tidak akan diketahui oleh orang lain.
Dan kebanyakan maraknya korupsi yang menyebar luas dimasyarakat itu disebabkan karena kurangnya gaji yang mencukupi untuk keperluan hidupnya. Bahwa “kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri atau masyarakat sipil lainnya memang mejadi faktor yang paling menonjol dalam arti merarta serta meluasnya korupsi di indonesia. Seperti halnya gaji sebulan hanya mencukupi selama dua minggu saja, sehingga pegawai dan juga masyarakat-masyarakat yang bekerja di pabrik-pabrik dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikannya.’’ (Guy J Parker 1979).

Bentuk-bentuk korupsi yang ada didalam masyarakat.
Masyarakat sekarang ini tidak menyadari akan perbuatannya akan korupsi bahkan sudah terlanjur akrabdengan bebagai istilah yang termasuk kedalam kategori korupsi itu sendiri. Karena kalau kita lihat didalam masyarakat telah banyak yang namanya sogok-menyogok, uang pelancar dan lain sebagainya yang berkaitan dengan hal seperti itu. Hal tersebut sudah lazim kita jumapai disuatu masyarakat dan hal seprti itu sudah membudaya di kalangan masyarakat sehingga tak dapat dipungkiri orang yang melakukan hal seperti itu sudah menganggap biasa akan yang dikejakannya itu, sehingga pula orang tersebut tidak lagi tahu menahu akan apa dampak yang akan terjadi pada dirinya dan juga masyarak yang ada disekelilingnya sehingga mereka itu merasa benar sendiri akan pekerjaan yang dilakukannya .

Diantara beberapa bentuk korupsi yang telah disebutkan pada pembahasan diatas masih terdapat bentuk lain diantaranya seperti perkataan Abu Fida’ Abdur Rafi’ yang mengatakan bahwa “korupsi berbentuk suap menyuap dibebagai sektor, antara lain berupa mafia peradilan, suap-menyuap dalam proses rekrutmen pegawai negeri sipil (PNS), tender dan lain-lain. Dan juga pungutan-pungutan liar (pungli) disegala sektor publik, serta mark up ( penggelembungan) dana pada berbagai proyek, kredit macet dan pembobolan pada lembaga perbankan dan juga penggelapan uang negara.” (2004:1). Dan juga selain itu masih ada lagi pendapat tentang bentuk-bentuk korupsi diantaranya:
•Korupsi transaksional, yaitu korupsi yang melibatkan dua belah pihak. Keduanya sama-sama mendapatkan keuntungan dan oleh karenanya sama-sama mengupayakan secara aktifterjadinya korupsi.
•Korupsi bersifat memeras, yaitu apabila pihak pertama harus melakukan penyuapan terhadap pihak kedua guna menghindari hambatan usaha dari pihak kedua itu.
•Korupsi bersifat ontogenik, yaitu hanya melibatkan orang yang bersangkutan. Misalnya, seorang anggota parelemen mendukung golnya sebuah rancangan undang-undang, semata karena undang-undang tersebut akan membawa keuntungan baginya.
•Korupsi defensif, yaitu ketika seseorang menawarkan uang suap untuk membela dirinya.
•Korupsi yang bersifat investasi. Misalnya, memeberikan pelayanan barang atau jasa denag sebaik-baiknyaagar nanti mendapat ’uang terima kasih’ atas pelayanan yang baik tersebut.
•Korupsi bersifat Nepotisme, yaitu penunjukkan ’orang-orang saya’ untuk jabatan-jabatan umum kemasyarakatan, atau bahwa ’keluarga’ sendiri medapat perlakuan khusus dalam banyak hal.
•Korupsi suportif, yaitu korupsi yang tidak secara langsung melibatkan uang, jasa, atau pemberian apapun. Misalnya, membiarkan berjalannya sebuah tindakan korupsi dan bersikapa masa bodoh terhadap lingkungan dan situasi yang korup. (Munawar Fuad Noeh et.al 1997:44-45).

Dan juga Demartoto mengatakan bahwa bentuk-bentuk korupsi itu diantaranya: “pertama, korupsi itu dilakukan secara berjemaah. Kedua, korupsi bersifat rahasia dalam bertindak. Ketiga, korupsi melibatkan kewajiban dan timbal balik, dimana kewajiban atau keuntunagan itu tidak melulu berupa uang.” (2007:2). Jadi korupsi tidak selalu dilakukan oleh perorangan akan tetapi korupsi itu bisa dilakukan dengan secara berkelompok dan korupsi tidak serta merta dilakukan secara blak-blakan akan tetapi korupsi dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan juga tak selamanya korupsi itu berupa uang.

Dari mayoritas orang yang melakukannya, maka suap menyuaplah termasuk kasus korupsi yang mempunyai intensitas paling tinggi bahkan sering terjadi di kalangan masyarakat maupun pemerintah. Contoh konkritnya yaitu ketika memasuki pemilu, baik itu pilpres, pilbub, dan juga pemilukada pasti ada pihak yang melakukan suap menyuap tak memilih dimanapun itu tempatnya dikota ataupun didesa karena suap menyuap dinilai adalah jurus yang amat ampuh menurut mereka untuk memenangkan kandidat/calon yang di dukungnya tersebut. Dan hal ini sangatlah lazim didapatkan didalam suatu masyarakat ketika masa kampanye/sebelum pemilu dilaksanakan tak terkecuali ketika masa pemilihan pun ada pihak yang melakukan hal tersebut.
 
Dan didalam syari’at islam istilah suap menyuap disebut dengan Risywah, yang mana makna risywah itu adalah suatu yang dapat menghantarkan tujuan dengan segala cara agar tujuan tersebut bisa tercapai atau terpenuhi, seperti yang dijelaskan sebelumnya baik itu berupa korupsi transaksional maupaun dengan yang lainnya.

Dampak akibat dari adanya korupsi dikalangan masyarakat.
Korupsi memberikan dampak negatif yang sangat luar biasa dalam tatanan pemerintahan dan juga terhadap kalangan masyarakat. Korupsi hanya memberikan distorsi (kekacauan) dalam masyarakat, yang asal mulanya keadaan di masyarakat itu tidak kacau balau akan tetapi akhirnya keadaan menjadi rumit dan tak terkendalikan dengan adanya pihak yang terlibat didalam korupsi, dan juga korupsi menghambat perekonomian maupun pembangunan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Seperti halnya ketika ada bantuan dari pemerintah untuk pembangunan sebuah masjid yang sudah setengah jadi akhirnya apa yang terjadi ketika salah satu  pihak/kalangan masyarakat tertentu bermain manipolitik (korupsi) didalamnya akhirnya bantuan yang seharusnya disalurkan kemasyarakat untuk pembangunan masjid akhirnya masuk kekantong sikoruptor sehingga uang tidak sampai dan pembangunan stagnan (mandek) tidak jalan lagi dan tidak ada tindak lanjutnya.

Korupsi selain memberikan kekacauan dikalangan masyarakat korupsi juga menodai moralitas individu yang bersangkutan. Seperti perkataan Munawar Fuad Noeh bawa “secara moral, korupsi adalah puncak gunuung es dari seluruh kebobbrokan mental.korupsi merupakan akumulasi dari pengkhianatan, dusta, pencurian, pemerasan, kezaliman, dan tipisnya kesadaran ketuhanan.” (1997:56-57). Ini bisa berarti bahwa anatar moralitas dan korupsi memiliki hubungan timbal balik; tingkat korupsi adalah cermin kualitas moral, sebaliknya, kualitas moral dapat menentukan tingkat korupsi itu sendiri.

Bukan moralitas individu saja yang dapat tenoda oleh korupsi, akan tetapi dampak korupsi bisa merambah ke etos sosial yang mana korupsi akan meracuni terhadap etos sosial. Misalnya saja dalam sebuah lingkungan yang korup, orang bisa putus asa untuk berbuat baik, karena berbuat baikdirasakan sudah tidak berarti lagi. Semua proses sosial telah berlangsung dalam skenario para sang koruptor, sehingga orang asalnya jujur, akhirnya bisa jadi prustasi, malas, dan lambat laun bisa ikut-ikutan korup, yang pada mualanya hanya satu orang saja sehingga berdampak pada masyarakat yang lainnya.

Solusi untuk mengatasi korupsi dikalangan masyarakat.
Solusi untuk mengatasi mewabahnya korupsi dikalangan masyarakat yaitu dengan melaporkannya kepada pihak-pihak yang berwenang.

Upaya untuk penanggulangan (hukum pidana) korupsi yanag ada didalam masyarakat yaitu  lewat perundang-undangan yang pada hakikatnya merupakan bagian dari suatu langkah kebajikan(policy). Istilah kebijakan diambil dari istilah policy (inggris) atau politiek (Belnda), maka istilah kebijakan hukum pidana disebut dengan istilah politik hukum pidana. Dimana istilah politik hukum pidana sering dikenal dengan penal policy, criminal law policy atau stfrechtspolitiek. Pengertian kebijakan atau politik hukum pidana dapat dilihat dari politik hukum maupaun dari politik kriminal. Jadi usaha penanggulangan itu dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan cara melaporkan atau menyerahkan kasus tindak pidana korupsi kepada pihak penegak hukum (polisi, jaksa, KPK) untuk dapat diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. (Tomita Juniarta Sitompul et.al. 2008:113-114).

Dan juga selain solusi yang telah dipaparkan oleh Tomita Juniarta Sitompul bahwasanya masih ada solusi yang paling ampuh untuk mengatasi korupsi dikalangan masyarakat yaitu dengan penanaman karakter,  yang mana penanaman karakter tersebut dilakukan dengan pendidikan karena pendidikan bisa memberikan arahan dan tujuan yang baik untuk tidak melakukan korupsi. Seperti perkataan Uhar Suharsapura yang menyatakan bahwa: “ pendidikan merupakan instrumen penting dalam pembangunan bangsa baik sebagai pengembang dan  peningkat produktivitas nasional maupun sebagai pembentuk karakter bangsa.” (2005:35). Jadi kebanyakan orang yang melakukan korupsi karena karakternya masih lemah dan imannya masih rendah dan juga orang orang yang konformis (ikut-ikutan) dalam berkorupsi sama saja karakternya masih minim, sehingaa mereka tidak tahu apakah yang dilakukannya itu termasuk pekerjaan yang baik atau buruk.
Pendidikan merupakan upaya normative yang mengacu pada nilai-nilai mulia yang menjadi bagian dari kehidupan bangsa, yang dengannya nilai tersebut dapat dilanjutkan melalui peran transfer pendidikan baik dari aspek kognitif, sikap maupun keterampilan. Pendidikan juga membing-bing manusia manusiawi yang semakin dewasa secara intelektual, moral dan sosial, dalam konteks ini pendidikan merupakan pemelihara budaya. Dengan demikian bahwa pendidikan merupakan upaya yang paling markatable (simpel) untuk menanggulangi/mengatasi korupsi dikalangan masyarakat.

Kesimpulan
Hukum  kausalitas (sebab-musabab) mewabahnya korupsi dikalangan masyarakat  dikarenakan 2 (dua) faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Yang mana kedua faktor tersebut menjadi penunjang terjadinya korupsi dikalangan masyarakat. Dari faktor internalnya kurangnya gaji dalam kehidupannya menjadi pendorong utama orang melakukan korupsi/korporasi, seperti sesesorang nekat untuk melakukan pekerjaan haram itu karena dorongan untuk supaya menafkahi/menghidupi keluarganya, itu untuk kalangan masyarakat. Akan tetapi pada kalangan pemerintahan melakukan korupsi itu bukan karena kebutuhan akan tetapi  karena keserakahannya untuk menumpuk harta dan barang-barang yang sangat mahal sehingga orang-orang disekelilingnya tidaklah bisa memiliki seperti yang dimilikinya. Dan juga tidak dapat dipungkiri bahwasanya dimasyarakat itu orang melakukan korupsi itu bukan hanya kebutuhan hidupnya akan tetapi ada juga yang karena keserakahannya.

Dan dilihat dari faktor eksternalnya bahwa pengaruh lingkunganlah yang menjadi mewabahnya korupsi, yang mana kalau disuatu masyarakat tertentu mayoritas melakukan korupsi pasti yang lainnya melakukan korupsi. Dan juga karena peluang, walaupun orang itu sangat alim kalau sudah dihadapkan dengan yang namanya uang pasti tidak akan mengilah dan pasti akan mengambilnya. Dan korupsi merupakan masalah yang sangat sulit dihilangkan didunia khususnya Indonesia, karena korupsi tergantung pada karakter seseorang itu sendiri, dan karaktrer seseorang  tidaklah sama dengan karakter orang yang lainnya. Dan untuk mengatasinya pendidikanlah obat yang cocok untuk mengatasi yang namanya korupsi, karena pendidikan bisa merubah karakter seseorang. Dan walaupun hanya hukuman yang sering dipakai oleh pemerintah untuk membuat jera para koruptor, akan tetapi para koruptor tidak akan jera untuk melakukan korupsi karena pasti menurut mereka uang adalah segalanya, tak menampik orang kaya ataupun rakyat jelata pasti butuh akan uang. 

Daftar Pustaka
Buku
Fuad Noeh, Munawar. 1997. Islam dan gerakan moral anti korupsi. Jakarta: CV Zikru’l-Hakim.     
Harahap, Krisna, Prof. DR. SH.,MH. 2006. Pemberantasan korupsi jalan tiada ujung. Bandung: Grafitri.
Abdur Rafi’, Abu Fida’. 2004. Terapi penyakit korupsi dengan Tazkiyatun Nafs (penyucian jiwa). Jakarta: Republika.
Artikel/Jurnal
Demartoto, Argiyo. 2007. “Perilaku Korupsi Di Era Otonomi Daerah: Fakta Empiris Dan Strategi Pemberantasan Korupsi Di Indonesia.” Jurnal Spirit Publik
Suharsaputra, Uhar. 2009. “Budaya Korupsi Dan Korupsi Budaya: Tanatangan Bagi Budaya Pendidikan.” Jurnal Dialog Kebijakan Publik
Skripsi
Juniarta Sitompul, Tomita. 2008. Analisis Kasus Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Bank Mandiri (Studi Kasus No. 2120/PID. B/2006 PN. Mdn). Medan: Universitas Sumatera Utara, Fakultas Hukum.