Kamis, 21 November 2019

Makalah Jual Beli Online (Fiqih Muamalah)


KATA PENGANTAR
Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah yang berjudul "Makalah Jual Beli Online (Fiqih Muamalah)" ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam pendidikan.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Berbisnis merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Bahkan Rasulullah SAW sendiri pun telah menyatakan bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah melalui pintu berdagang (al-hadits). Artinya, melalui jalan perdagangan inilah pintu-pintu rezeki akan dapat dibuka sehingga karunia Allah terpancar daripadanya. Jual beli merupakan sesuatu yang diperbolehkan, dengan catatan selama dilakukan dengan benar sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.
Dalil di atas dimaksudkan untuk transaksi offline. Sekarang bagaimana dengan transaksi online di akhir zaman ini? Kalau kita bicara tentang bisnis online, banyak sekali macam dan jenisnya. Namun demikian secara garis besar bisa di artikan sebagai jual beli barang dan jasa melalui media elektronik, khususnya melalui internet atau secara online.
Salah satu contoh adalah penjualan produk secara online melalui internet seperti yang dilakukan oleh zalora.com, berniaga.com, tokobagus.com, kutubuku.com, kaskus, dll. Dalam bisnis ini, dukungan dan pelayanan terhadap konsumen menggunakan website, e-mail sebagai alat bantu, mengirimkan kontrak melalui e-mail dan sebagainya.
Mungkin ada definisi lain untuk bisnis online, ada istilah e-commerce. Tetapi yang pasti setiap kali orang berbicara tentang e-commerce, mereka memahaminya sebagai bisnis yang berhubungan dengan internet.
Dan dalam perkembangan zaman saat ini, kita tak dapat mengelak bahwa fenomena jual beli online telah tumbuh dan menjamur ditengah-tengah kehidupan kita sehari-hari. Mulai dari penjualan pakaian jadi, sepatu, tas, buku, dll. Lantas bagaimanakah hukum jual beli online dalam perspektif islam?. Dan bagaimanakah jual beli online yang diperbolehkan  (halal) dalam perspektif islam?. Jawaban-jawaban atas pertanyaan tersebut akan kami ulas satu persatu dalam makalah ini sehingga nantinya memunculkan suatu kesimpulan yang tepat dan dapat diterima oleh para pembaca dengan bahasa yang insya allah mudah dipahami. Sehingga pengetahuan pembaca akan hukum jual beli online dalam perspektif islam lebih jelas.

B.    Rumusan Masalah
1. Bagaimana hukum jual beli secara online menurut syari’at agama Islam?
2. Langkah-langkah apa saja yang dapat kita lakukan agar jual beli secara online dikatakan halal dan sah menurut syari’at agama Islam?

C.    Tujuan
1.      Untuk memberikan informasi kepada pembaca agar mengetahui hukum jual beli secara online menurut syari’at agama Islam.
2.      Untuk memperoleh pengetahuan tentang bagaimana jual beli secara online yang diperbolehkan dalam perspektif Islam.
3. Untuk menambah keimanan dan keilmuan kita mengenai syari’at-syari’at agama Islam, Khususnya dalam bidang jual beli.
4.  Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Bpk. Siliwangi, S.Ag , M.Hi selaku dosen pembimbing mata kuliah Fiqh B (Muamalah).


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Muamalah dan Jual Beli
Muamalah adalah tukar menukar barang, jasa atau sesuatu yang memberi manfaat dengan tata cara yang ditentukan. Termasuk dalam muamalat yakni jual beli, hutang piutang, pemberian upah, serikat usaha, urunan atau patungan, dan lain-lain. Adapun Jual beli adalah suatu kegiatan tukar menukar barang dengan barang lain dengan tata cara tertentu. Termasuk dalam hal ini adalah jasa dan juga penggunaan alat tukar seperti uang.

B.    Rukun Jual Beli
Dalam menetapkan rukun jual beli, di antara para ulama terjadi perbedaan pendapat. Menurut ulama Hanafiyah, rukun jual beli adalah ijab dan qabul yang menunjukkan pertukaran barang secara ridha, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
Adapun rukun jual-beli menurut jumhur ulama ada empat, diantaranya :
1.      Bai’ (Penjual).
2.      Mustari (Pembeli).
3.      Shighat (Ijab dan Qabul).
4.      Ma’qud ‘alaih (Benda atau barang).
  
 C.    Larangan Jual-Beli
Di antara larangan dalam jual-beli ialah :
1.      Membeli barang di atas dari harga pasaran.
2.      Membeli barang yang sudah di beli atau di pesan oleh orang lain.
3.      Menjual atau membeli barang dengan cara mengecoh/menipu (bohong).
4.      Menimbun barang yang dijual agar harga naik karena dibutuhkan masyarakat.
5.      Menghambat orang lain mengetahui harga pasar agar membeli barangnya.
6.      Menyakiti penjual atau pembeli untuk melakukan transaksi.
7.      Menyembunyikan cacat barang kepada pembeli.
8.      Menjual barang dengan cara kredit dengan imbalan bunga yang ditetapkan.
9.      Menjual atau membeli barang haram.
10.  Jual-beli dengan tujuan buruk seperti untuk merusak ketentraman umum, menyempitkan gerakan pasar, mencelakai para pesaing, dll.

D.   Syarat-Syarat Sah Jual Beli
Dalam syarat jual beli terbagi dalam dua bagian yaitu syarat-syarat untuk pelaku Akad, dan syarat-syarat untuk barang yang diakadkan.
Syarat-syarat untuk pelaku akad yaitu harus berakal dan memiliki kemampuan untuk memilih. Tidak di syaratkan untuk orang gila, orang yang mabuk, anak kecil yang belum bisa membedakan, maka yang demikian tidak bias dinyatakan sah dalam jual beli.
Adapun syarat-syarat untuk barang yang diakadkan diantaranya :
1.      Suci (halal dan baik).
2.      Bermanfaat.
3.      Milik orang yang melakukan akad.
4.      Mampu diserahkan oleh pelaku akad.
5.      Mengetahui status barang (kualitas, kuantitas, jenis dan lain-lain)
6.      Barang tersebut dapat diterima oleh pihak yang melakukan akad.

E.     Jual Beli Dengan Akad Salam Secara Online (E-Commerce)
Transaksi secara online merupakan transakasi pesanan dalam model bisnis era global yang non face, dengan hanya melakukan transfer data lewat maya (data intercange) via internet, yang mana kedua belah pihak, antara originator dan adresse (penjual dan pembeli), atau menembus batas system pemasaran dan Bisnis-Online dengan menggunakan Sentral shop, Sentral Shop merupakan sebuah Rancangan Web Ecommerce smart dan sekaligus sebagai Bussiness Intelligent yang sangat stabil untuk diguakan dalam memulai, menjalankan, mengembangkan, dan mengontrol Bisnis.
Perkembangan teknologi inilah yang bisa memudahkan transaksi jarak jauh, dimana manusia bisa dapat berinteraksi secara singkat walaupun tanpa face to face, akan tetapi didalam bisnis adalah yang terpenting memberikan informasi dan mencari keuntungan.
Adapun mengenai definisi mengenai E-Commerce secara umumnya adalah dengan merujuk pada semua bentuk transaksikomersial, yang menyangkut organisasi dan transmisi data yang digeneralisasikan dalam bentuk teks, suara, dan gambar secara lengkap. Sedangkan pihak-pihak yang terlibat sebagaiman yang telah diungkapkan dalam akad salam diatas, mungkin tidak beda jauh, hanya saja persyaratan tempat yang berbeda.
Jual beli secara online ini sejenis dengan jual beli salam (pesanan). Kata salam ataupun salaf memiliki makna satu, yaitu “pesanan”. Adapun secara terminologi ialah menjual suatu barang yang telah ditetapkan dengan sifat dalam suatu tanggungan.
akad salam itu pada hakikatnya adalah jual-beli dengan hutang. Tapi bedanya, yang dihutang bukan uang pembayarannya, melainkan barangnya. Sedangkan uang pembayarannya justru diserahkan tunai. Jadi akad salam ini kebalikan dari kredit.  Kalau jual-beli kredit, barangnya diserahkan terlebih dahulu dan uang pembayarannya jadi hutang. Sedangkan akad salam, uangnya diserahkan terlebih dahulu sedangkan barangnya belum diserahkan dan menjadi hutang.
Akad salam di tetapkan kebolehannya di dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’. Dalil Al-Qur’an yang memperbolehkan akad salam terdapat dalam surah Al-Baqarah (2) ayat 282 : yang Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”.

Adapun dalil As-Sunnah, dalil dengan salam ini di sebutkan dalam hadist riwayat Ibnu Abbas RA. :
Ibnu Abbas RA berkata bahwa ketika Nabi SAW baru tiba di Madinah, orang-orang madinah biasa meminjamkan buah kurma satu tahun dan dua tahun. Maka Nabi SAW bersabda : “Siapa yang meminjamkan buah kurma maka harus meminjamkan dengan timbangan yang tertentu dan sampai pada masa yang tertentu”.  (HR. Bukhari dan Muslim)
Sedangkan dalil ijma’, Ibnu Al-Munzir menyebutkan bahwa semua orang yang kami kenal sebagai ahli ilmu telah bersepakat bahwa akad salam itu merupakan akad yang dibolehkan.[2]
Dalam transaksi salam ini diperlukan syarat-syarat ijab qabul, Pernyataan dalam ijab qabul ini bisa disampaikan secara lisan, tulisan (surat menyurat, isyarat yang dapat memberi pengertian yang jelas), hingga perbuatan atau kebiasaan dalam melakukan ijab qabul. Adapun syarat-syaratnya adalah :
a.       Dilakukan dalam satu tempo.
b.      Antara ijab dan qabul sejalan
c.       Menggunakan kata assalam atau assalaf
d.      Tidak ada khiyar syarat (hak bagi pemesan untuk menerima pesanan atau tidak).

F.     Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Secara Online
Sebagaimana keterangan dan penjelasan mengenai dasar hokum hingga persyaratan transaksi salam dalam hukum islam, kalau dilihat secara sepintas mungkin mengarah pada ketidak dibolehkannya transaksi secara online (E-commerce), disebabkan ketidak jelasan tempat dan tidak hadirnya kedua pihak yang terlibat dalam tempat.
Tetapi kalau kita mencoba menelaah kembali dengan mencoba mengkolaborasikan antara ungkapan al-Qur’an, hadits dan ijmma’, dengan sebuah landasan :
تحرمه لعلى الدليل يدل حتى الإباحة المعاملة في الأصل
“Pada asalnya semua Muamalah diperbolehkan sehingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya”.
Dengan melihat keterangan diatas, maka hal tersebut bisa dijadikan sebagai pemula dan pembuka cenel keterlibatan hukum islam terhadap permasalahan kontemporer. Karena dalam Al-Qur’an permasalahan trasnsaksi online masih bersifat global, selanjutnya hanya mengarahkan kepada peluncuran teks hadits yang dikolaborasikan dalam permasalahan sekarang dengan menarik sebuah pengkiyasan.
Sebagaimana ungkapan Abdullah bin Mas’ud : Bahwa apa yang telah dipandang baik oleh muslim maka baiklah dihadapan Allah, akan tetapi sebaliknya.
Dan yang paling penting adalah kejujuran, keadilan, dan kejelasan dengan memberikan data secara lengkap, dan tidak ada niatan untuk menipu atau merugikan orang lain, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 282 diatas.
Langkah-langkah yang dapat kita tempuh agar jual beli secara online ini di perbolehkan, halal, dan sah menurut syari’at Islam diantaranya :

a. Produk yang di jual maupun yang di beli Halal.
Kewajiban menjaga hukum halal-haram dalam objek perniagaan tetap berlaku, termasuk dalam perniagaan secara online, mengingat Islam mengharamkan hasil perniagaan barang atau layanan jasa yang haram, sebagaimana ditegaskan dalam hadis: “Sesungguhnya bila Allah telah mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, pasti Ia mengharamkan pula hasil penjualannya.” (HR Ahmad, dan lainnya).
Boleh jadi ketika berniaga secara online, rasa sungkan atau segan kepada orang lain sirna atau berkurang. Namun kita pasti menyadari bahwa Allah ‘Azza wa Jalla tetap mencatat halal atau haram perniagaan kita.

b.      Kejelasan status.
Di antara poin penting yang harus kita perhatikan dalam setiap perniagaan adalah kejelasan status. Apakah sebagai pemilik, atau paling kurang sebagai perwakilan dari pemilik barang, sehingga berwenang menjual barang. Ataukah kita hanya menawaran jasa pengadaan barang, dan atas jasa ini kita mensyaratkan imbalan tertentu. Ataukah sekedar seorang pedagang yang tidak memiliki barang namun bisa mendatangkan barang yang kita tawarkan.

c.       Kesesuaian harga dengan kualitas barang.
Dalam jual beli online, kerap kali kita jumpai banyak pembeli merasa kecewa setelah melihat pakaian yang telah dibeli secara online. Entah itu kualitas barangnya, ataukah ukuran yang ternyata tidak pas dengan yang dikehendaki. Sebelum hal ini terjadi kembali pada kita, patutnya kita mempertimbangkan apakah harga yang ditawarkan telah sesuai dengan kualitas barang yang akan dibeli. Sebaiknya juga kita meminta foto real dari keadaan barang yang akan dijual.
d.      Kejujuran dalam jual beli online
Berniaga secara online, walaupun memiliki banyak keunggulan dan kemudahan, namun bukan berarti tanpa masalah. Berbagai masalah dapat saja muncul pada perniagaan secara online. Terutama masalah yang berkaitan dengan tingkat amanah kedua belah pihak.
Bisa jadi ada orang yang melakukan pembelian atau pemesanan. Namun setelah barang kita kirim kepadanya, ia tidak melakukan pembayaran atau tidak melunasi sisa pembayarannya. Bila kita sebagai pembeli, bisa jadi setelah kita melakukan pembayaran, atau paling kurang mengirim uang muka, ternyata penjual berkhianat, dan tidak mengirimkan barang. Bisa jadi barang yang dikirim ternyata tidak sesuai dengan apa yang ia gambarkan di situsnya atau tidak sesuai dengan yang kita inginkan.
kita bisa bayangkan betapa susah dan repotnya bila mengalami kejadian seperti itu. Karena itu, walaupun kejujuran ditekankan dalam setiap perniagaan, pada perniagan secara online tentu lebih ditekankan lagi.

BAB III
PENUTUP
A.        Kesimpulan
Bisnis online sama seperti bisnis offline. Ada yang halal ada yang haram, ada yang legal ada yang ilegal. Hukum dasar bisnis online sama seperti akad jual beli dan akad as-salam, ini diperbolehkan dalam Islam. Adapun keharaman bisnis online karena beberapa sebab:
1. Sistemnya haram, seperti money gambling. Judi itu haram baik di darat maupun di udara (online).
2. Barang/jasa yang menjadi objek transaksi adalah barang yang diharamkan, seperti narkoba, video porno, online sex, pelanggaran hak cipta, situs-situs yang bisa membawa pengunjung ke dalam perzinaan.
3. Karena melanggar perjanjian (TOS) atau mengandung unsur penipuan.
4. Tidak membawa kemanfaatan tapi justru mengakibatkan kemudharatan.

Sebagaima telah disebutkan diatas, hukum asal mu’amalah adalah al-ibaahah (boleh) selama tidak ada dalil yang melarangnya. Namun demikian, bukan berarti tidak ada rambu-rambu yang mengaturnya.
Transaksi online diperbolehkan menurut Islam selama tidak mengandung unsur-unsur yang dapat merusaknya seperti riba, kezhaliman, penipuan, kecurangan dan yang sejenisnya serta memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat didalam jual belinya.
Hal yang perlu juga diperhatikan oleh konsumen dalam bertransaksi adalah memastikan bahwa barang/jasa yang akan dibelinya sesuai dengan yang disifatkan oleh si penjual sehingga tidak menimbulkan perselisihan di kemudian hari.

B.        Saran
Ketika kita terjun ke bisnis online, banyak sekali godaan dan tantangan bagaimana kita harus berbisnis sesuai dengan koridor Islam. Maka dari itu kita harus lebih berhati-hati. Jangan karena ingin mendapat uang yang banyak lalu menghalalkan segala macam cara. Selama kita berbisnis online sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan bermanfaat bagi orang lain, insya Allah uang yang didapat akan berkah.

DAFTAR PUSTAKA
Asnawi, Haris Faulidi, Transaksi Bisnis E-Commerce Perspektif Islam, Yogyakarta : Laskar Press, 2008
Azzuracie, Hukum Jual Beli Online, http://azzuracie.wordpress.com/2013/04/25/hukum-jual-beli-online/ , di akses tanggal 09 Mei 2014
Daud, Ali Mahmud, Hukum Islam Di Indonesia : Pengantar Hukum Islam dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Grafindo, 1993
Ibn Abidin, Radd Al-Mukhtar Syarh Tanwir Al-Abshal, Mesir : Al-Munirah.
Ibn Qudamah, Al-Mughni, Beirut : Dar al-Fikr.
Muhammad ibn Qosim Al-Ghazy, Alih Bahasa Sunarto Achmad, Terjemah Fathul Qorib,Surabaya : Al-Hidayah, 1991.
Syafei Rachmat, Fiqih Muamalah, Bandung : Pustaka Setia, 2000
Rumah Makalah, Transaksi Jual Beli Secara Online (Akad Salam Secara e-Commerce)