Sabtu, 11 Juli 2020

Makalah Perang Antara IRAK & IRAN


Di konten ini KUMPULAN MAKALAH akan membahas tentang dua kubu yang saling bergesekan, yang tiada hentinya saling memberikan perlawanan. Sepertinya konflik dalam hal ini terus memanas. Begitulah Negara ini, mereka adalah IRAK DAN IRAN, tidak asing bagi negara-negara lain, bahwasanya mereka adalah dua kubu yang saling beradu senjata.
Di artikel ini KUMPULAN MAKALAH akan memberikan sebuah sempel atau contoh tentan "Makalah Perang Antara IRAK & IRAN" semoga bisa bermanfaat dan pastinya untuk menyelesaikan tugas-tugas para pelanjar.
 
 
BAB I
PENDAHULUAN

Konflik sering kali muncul di negara-negara kawasan Timur Tengah, diawali sejak masa suku-suku yang mendominasi dan menjadi actor dalam berkonflik ataupun berperang, sampai saat inipun perang dikawasan Timur Tengah belum berhenti. Sehingga wilayah penyuplai minyak terbesar didunia ini disebut kawasan yang panas akan konflik. Berbagai macam konflik ataupun perang muncul diwilayah ini, namun dalam tulisan ini saya akan menjelaskan seluk beluk perang yang terjadi antara Irak dan Iran yang terjadi pada tahun 1980 sampai tahun 1988 yang sering disebut dengan Perang Teluk I.

Pecahnya perang antara Irak dan Iran ini pada 22 September 1980. Perang ini terjadi karena dari kedua belah pihak saling memperebutkan haknya atas apa yang sudah diklaim oleh masing-masing negara. Selain itu perbedaan ideologi antar kedua belah pihak juga sangat berpengaruh. Perang ini tidak hanya dua negara (Irak dan Iran) yang terlibat melainkan negara-negara dikawasan Timur Tengah juga terlibat. Keterlibatan negara-negara di Timur Tengah dalam perang ini menyebabkan produksi minyak menurun. Dan dengan menurunnya produksi minyak di kawasan ini ikut menyeret keterlibatan dua kekuatan super power yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet dengan segala akibatnya. Kawasan Teluk Persi menjadi pusat perimbangan kekuatan global karena terjadinya perang itu. Karena hal-hal tersebut diatas dalam tulisan ini saya akan menjelaskan penyebab ataupun latar belakang terjadinya Perang Teluk I, penyebab perang teluk I berjalan selama 8 tahun, dan yang terakhir adalah intervensi asing pada Perang Teluk I.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang atau Penyebab Terjadinya Perang Teluk I
Adapun berbagai penyebab terjadinya perang antara Irak dan Iran antara lain, adalah:

1. Sengketa antara Irak dan Iran sebenarnya masih terkait dengan sejarah kedua belah negara yang tak pernah akur.
Berlarut-larutnya permusuhan yang terjadi antara kerajaan Mesopotamia (terletak di lembah sungai Tigris-Eufrat, yang kini menjadi sebuah negara Irak modern) dengan kerajaan Persia atau negara Iran modern. Yang pertama ialah persaingan dsn ketegangan Bangsa Arab dan Bangsa Parsi, yang satu tidak dapat menerima keunggulan atau dominasi yang lain. Yang kedua ialah masalah minoritas etnis. Pada zaman shah Iran mendukung perjuangan otonomi suku Kurdi di Irak, sedangkan Irak mendukung minoritas etnis Arab di Iran yang memperjuangkan kebebasan yang lebih besar atau pemisah, dan yang ketigaialah perbedaan orientasi politik luar negeri. Sampai beberapa waktu yang lalu Irak adalah Pro Uni Soviet, dan Iran adalah Pro Barat.

2. Persengketaan wilayah yang dianggap penting oleh Irak dan Iran
Pertama, persengketaan Sungai Shatt Al Arab, sungai tersebut berperan penting bagi Irak karena merupakan satu-satunya jalan keluar negara tersebut ke laut. Karena letaknya yang berada di perbatasan dan posisi strategisnya yang mengarah ke Teluk Persia, sungai tersebut menjadi bahan sengketa Irak dan Iran. Sebelum perang antara kedua negara meletus, pada tahun 1975 sempat meredakan ketegangan antara kedua belah pihak karena berkat perjanjian Algiers. Kedua adalah Provinsi Khuzestan yang kaya minyak. Wilayah tersebut selama ini menjadi wilayah Iran, namun sejak tahun 1969 Irak mengklaim bahwa Khuzestan berada di tanah Irak dan wilayah tersebut diserahkan ke Iran ketika Irak dijajah oleh Inggris. Dengan begitu maka mereka saling meng-klaim sebagai wilayah mereka masing-masing.


3. Munculnya Revolusi Islam oleh Iran
Pada masa pemerintahan Khomeini yang berambisi dan juga berusaha mengekspor revolusi islamnya kenegara-negara lain dan Irak menjadi sasaran yang pertama karena di Irak minorotas Sunni menguasai dan menindas mayoritas Syiah dan minoritas Kurdi yang secara etnik linguistic dekat dengan bangsa Persi. Selain itu Khoeini menaruh dendam terhadap rezim di Bagdad yang pada tahun 1978 mengusirnya dari Irak karena dia berkampanye melawan pemerintah Shah. Sehubungan dengan itu pemerintah Iran menghasut umat Syiah dan Suku Kurdi di Irak untuk memberontak dan merebut kekuasaan serta membentuk suatu republic Islam menurut pola Republik Islam Iran. Dilain pihak Bagdad menghasut minoritas Kurdi di Irak untuk mendukung minoritas Arab dalam memperjuangkan otonominya, dan membantu sejumlah jendral Iran dan pengikut-pengikutnya Bakhtiar di pengasingan untuk menyusun kekuatan guna menumbangkan kekuasaan Khomeini. 

Irak di bawah kendali Saddam Hussein dan Partai Baath memiliki ambisi untuk menjadi kekuatan dominan di wilayah Arab di bawah bendera pan-Arabisme sejak meninggalnya Presiden Mesir, Gamal A. Nasser. Revolusi Islam yang terjadi di Iran tersebut dianggap sebagai penghalang karena bertentangan dengan prinsip nasionalisme sekuler Arab. Selain untuk mencegah menyebarnya revolusi Islam, Irak juga berusaha mengambil keuntungan dengan kondisi internal Iran yang tidak stabil pasca revolusi Islam untuk merebut wilayah-wilayah yang menjadi bahan sengketa dengan Iran dan menambah sumber minyak Irak.

Dengan kekhawatiran-kekhawatiran tersebut maka tak heran jika muncul tindakan-tindakan yang membawa ketegangan dan menimbulkan peperangan pada puncaknya.

4. Percobaan pembunuhan terhadap pejabat Irak
Pertengahan tahun 1980, terjadi percobaan pembunuhan kepada Deputi Perdana menteri Irak, Tariq Aziz. Irak segera bertindak dengan menangkap sejumlah orang yang diduga terlibat atas percobaan pembunuhan tersebut dan mendeportasi ribuan warga Syiah berdarah Iran keluar dari Irak. Pemimpin Irak, Saddam Hussein, menyalahkan Iran sambil menyebut ada agen Iran yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor pendorong meletusnya perang Irak-Iran.


5. Penyebab khusus terjadinya Perang Teluk I antara lain:
a. Adanya serangan granat pada tanggal 1 April 1980 terhadap wakil Perdana Menteri Irak Tariq Aziz yang diduga bertanggung jawab atas aksi-aksi survesi terhadap Iran.

b. Adanya pengusiran ribuan keturunan Iran oleh Saddam, serta melancarkan serangan yang sengit terhadap pribadi Khomeini dan membatalkan perjanjian Algiers. Sedangkan Menlu Iran Shodeh Godzadeh berjanji untuk menumbangkan rezim Baath yang berkuasa di Irak serta memutuskan hubungan diplomatic.

c. Kedua negara saling menempatkan pasukan masing – masing di daerah perbatasan dalam jumlah yang cukup besar.

d. Terjadinya perang pers dan media masa antar kedua belah negara.

e. Pada 17 September 1980, presiden Saddam Hussein secara sepihak membatalkan Perjanjian Algiers tahun 1975 karena pada waktu itu Saddam Hussein merasa bahwa Perjanjian Algiers tidak adil untuk Irak, pada saat pembuatan perjanjian itu kedua belah negara tidak dalam posisi yang seimbang dimana Irak pada waktu itu sebagai negara yang kalah dengan Iran. Kemudian Iran melihatnya sebagai pernyataan perang pada 20 September 1980.

Menurut para pengamat ada dua faktor yang menyebabkan invansi yang dilakukan Saddam ke Iran, pertama, adanya kekhawatiran dikalangan penguasa negara Arab terhadap kemungkinan menularnya revolusi Khoehenni kenegara-negara Arab. Dan yang kedua, ambisi Saddam Hussein untuk bisa tampil sebagai pemimpin Arab.

B. Penyebab Terjadinya Perang Teluk Selama 8 Tahun
Pada awal penyerangan yang dilakukan oleh Irak ke Iran yang disebabkan oleh beberapa penyebab seperti yang dituliskan diatas. Pada awal penyerangan Irak, Irak memperhitungkan bahwa Irak akan mudah mematahkan perlawan Iran dan dengan cepat mencapai sasaran ofensifnya. Karena Iran setelah revolusi pimpinan Ayatullah Khoemeini menyebabkan, kemampuan mililier Iran turun dratis, angakatan bersenjata dibenci dan dicemooh oleh rakyat sebagai alat yang digunakan Shah Reza untuk menindas rakyat. Akibatnya adalah sekitar 60% anggotanya melakukan desersi, sedangkan banyak perwira senior dihukum mati, dipenjara atau dipensiunkan. Moral pasukan-pasukan Iran sangat merosot. Selain itu sebagai akibat pecahnya krisis dengan Amerika Serikat, angkatan bersenjata Iran mengalami banyak kesulitan dalam hal latihan, perawatan perlengkapan militer, suplai suku cadang serta amunisi.

Dalam hal ini Saddam Hussein (Irak) hanya bermaksud untuk menguasai beberapa kota penting untuk memperkuat kedudukannya di meja perundingan. Dan memberi peluang kepada oposisi dalam negeri untuk memberontak dan menumbangkan rezim Khomeini serta membentuk suatu pemerintahan yang bersahabat. Apabila strateginya tersebut berhasil presiden Saddam Hussein akan muncul sebagai pemimpin dunia Arab dan Irak menjadi kekuatan dominasi di kawasan Teluk. Sebagian besar negara Arab tidak senang dengan rezim Khomeini karena berusaha mengekspor revolusi Islam Iran kenegara-negara lainsehingga mengganggu kestabilan dan keamanan mereka. Kedudukan dominan dikawasan Teluk dan kepemimpinan di Dunia Arab tersebut rupanya juga ikut mendorong Irak untuk menyerbu Iran. Dengan demikian maka perang Irak dan Iran juga untuk perebutan kekuasaan regional.

Perhitungan Irak ternyata salah, dengan memandang remeh Iran dengan keadaan negara tersebut yang masih sangat kacau ternyata Iran memberikan perlawanan gigih dan melancarkan serangan-serangan udara dan laut sebagai pembalasan. Namun Irak berhasil merebut daerah-daerah minyak Iran yang vital biarpun lamban. Karena yakin akan dapat mengusir pasukan-pasukan Irak, Iran sejauh ini menolak tawaran Irak untuk mengakhiri peprangan dan menyelesaikan sengketa mereka secara damai maupun usaha-usaha penengahan. Sehingga perang yang awalnya diprediksikan Irak akan mampu memenangkan perang dengan waktu singkan tetapi malah yang terjadi peperangan itu berjalan selama 8 tahun.

Jadi penyebab perang Irak Iran itu terjadi selama 8 tahun adalah, pertama, dugaan Irak salah yang menganggap perang akan berakhir cepat dan meremehkan kekuatan Iran yang sedang kacau, kedua, Irak berhasil merebut daerah-daerah minyak di Iran walaupun lamban tetapi Irak masih optimis untuk tujuannya menguasai sebagian wilayah islam dan mendominasi kekuatan bangsa Arab, yang ketiga adalah Iran menolak tawaran Irak untuk mengakhiri konflik dan menyelesaikan sengketa secara damai maupun usaha penengahan karena Iran tetap optimis akan memenangkan perang tersebut. Dari keegoisan kedua belah pihak inilah yang membuat Perang Teluk I terjadi hingga waktu yang cukup lama yaitu 8 tahun.

C. Intervensi Asing dalam Perang Teluk I

Jika dilihat dalam keadaan yang terjadi pada Perang Teluk I ini maka campur tangan negara asing yang terjadi ini belum dikatakan sebagaiintervensi karena banyak campur tangan yang dilakukan oleh negara lain bahkan dari bangsa Arab sendiri yang bertujuan untuk memperjuangkan nasib bangsa Arab (dengan cara membela Irak) bukan intervensi asing karena masalah ini juga menjadi masalah-masalah bangsa Arab karena mereka berada dalam satu lingkup bangsa Arab dan bangsa-bangsa pengimpor minyak dari kawasan ini atau negara super power untuk meredakan konflik yang ada disana. Dan dari banyak sumber yang mengatakan bahwa intervensi itu hamper muncul dari Uni Soviet tetapi dapat dicegah oleh pasukan Amerika Serikat. Berikut penjelasan yang lebih lengkap.

Pertama, dukungan yang dilakukan bangsa Arab untuk Irak banyak terjadi karena bangsa Arab menginginkan jatuhnya rezim Khomeini dan munculnya suatu pemerintahan baru yang bersedia menghormati asas-asas bertetangga. Raja Hussein dari Yordania adalah yang paling tegas mendukung Irak dan menjanjikan bantuan kepadanya. Hal ini dapat dimengerti karena sejak beberapa waktu antara kedua negara ini terjalin hubungan baik. Akan tetapi juga Raja Khaled dari Arab Saudi menyatakan dukungannya bagi Irak dalam “pertempuran Pan-Arabnya dan dalam konfliknya dengan Parsi, musuh bangsa Arab”. Demikianpun Kwait, Bahrain dan Uni Emirat Arab menaruh simpati atas perjuangan Irak. Dukungan untuk Irak itu dikukuhkan pada pertempuran puncak Arab di Amman.


Akan tetapi peprangan itu juga menimbulkan kekhawatiran dikalangan bangsa Arab, karena bisa melibatkan mereka dan menimbulkan banyak krugian bagi mereka. Pada 29 September PM Ali Rajai mengancam akan mengambil tindakan-tindakan terhadap negara-negara yang membantu Irak. Namun Yordania tetap pada pendiriannya dan meneruskan persiapan-persiapannya untuk membantu Irak. Pelabuhannya di Aqaba tetap tersedia bagi keperluan Irak dan wilayahnya digunakan untuk mengangkut suplai bagi Irak yang dibongkar di pelabuhan itu. Selain itu 40.000 pasukannya telah dipersiapkan untuk membantu Irak. Berkat sikap Yordania itu, Irak dapat mengerahkan lebih banyak pasukan dan persenjataan ke wilayah Iran.

Dalam hal tersebut diatas belum ditermasuk intervensi asing karena bangsa-bangsa Arab ikut campur dalam peperangan untuk menumpas Revolusi Islam yang dilakukan oleh Iran dan kebaikan demi kedaiman di seluruh wilayah Bangsa Arab. Dan tujuan bangsa Arab itu masih ada urusannya dengan kesua belah pihak.

Kedua, Amerika Serikat dan Uni Soviet tidak hanya mengikuti jalannya peperangan dengan seksama tetapi juga mengambil langkah-langkah untuk mengamankan kepentingan-kepentingan mereka dan mungkin juga memperbaiki kedudukan masing-masing. Bagi Washington, Krisis Teluk I juga merupakan suatu peluang memulihkan kedudukannya dikawasan. Demikian juga bagi saingannya Uni Soviet bisa terbuka kesempatan untuk membantu unsur-unsur kiri di Irak maupun di Iran apabila terjadi perebutan kekuasaan akibat kekalahan dalam peperangan tersebut. Keberhasilan golongan kiri untuk merebut kekuasaan disalah satu negara akan memperbaiki kedudukan Uni Soviet di kawasan, terutama jika Uni Soviet berhasil menempatkan orang-orangnya pada puncak kekuasaan seperti terjadi di Afganistan.

Amerika Serikat dan Uni Soviet telah sepakat untuk tidak campur tangan dalam peperangan ini. Pertama, karena menyadari bahwa intervensi yang satu akan memancing intervensi antar mereka. Kedua, keterlibatan Amerika Serikat dan Uni Soviet dalam perang ini hanya akan mempersulit penyelesaian sengketa Irak dan Iran. Ketiga, jika Amerikia Serikat dan Uni Soviet melakukan intervensi dalam Perang Teluk I, maka akan dikutuk oleh negara-negara lain yang berusaha membetasi konflik tersebut dan menyelesaikannya secara damai. Selanjutnya kedua superpower berkepentingan bahwa peperangan tetap terbatas pada kedua negara dan tidak ada pihak yang keluar sebagai pemenang.

Pada saat terjadinya Perang Teluk I ini Uni Soviet sempat terhasut untuk melakukan invasi ke dalam perang namun hal tersebut dapat diatasi oleh Whasington dan Amerika Serikat. Setelah terjadinya hal tersebut Amerika Serikat melakukan pengawasan intensif pada perang tersebut agar tidak ada intervensi asing yang masuk dan membuat perang semakin parah. Jadi di sini jelas sekali bahwa negara-negara asing ataupun negara super power tidak menginginkan perang yang berkepanjangan dan berusaha menyetabilkan keadaan disana serta mencehan semua intervensi asing masuk didalamnya karena mereka menjaga kepentingannya disana yaitu minyak.

D. Jalannya Perang Iran melawan Irak

Perang Iran-Irak juga dikenal sebagai Pertahanan Suci dan Perang Revolusi Iran di Iran, dan Qadisiyyah Saddam di Irak, adalah perang di antara Irak dan Iran yang bermula pada bulan September 1980 dan berakhir pada bulan Agustus 1988. Perang ini bermula ketika rezim Saddam Hussein berkuasa. Berawal dari Saddam Hussein melakukan pelanggaran di wilayah Iran. Dalam perang tersebut terjadi banyak tarik ulur pasukan hingga berakhirnya perang, dan berikut ini adalah tahap-tahap peperangan:


1. Tahun 1980, Penyerbuan oleh irak
Pada tanggal 22 September irak melancarkan serangan udara di 10 pangkalan udara yang terdapat di Iran, Irak mnggunakan strategi yang dilakukan Israel dalam perang 6 hari. Dalam serangn tersebut Irak berhasil menghancurkan jalan-jalan darat dan amunisi-amunisi Iran, sementara pesawat pesawat yang dimiliki Iran pun masih banyak yang utuh karena terlindung dalam hanggar-hanggar yang terproteksi khusus. Kegagalan irak tersebut memberi kesempatan pada Iran untuk membalas serangan udara ke Irak.

Sehari kemudian, Irak melakukan serangan darat ke wilayah Iran dari 3 front sekaligus. Inti dari serangan tersebut adalah untuk menguasai Khuzestan & Shatt al-Arab di mana 4 dari 6 divisi pasukan Irak dalam penyerbuan dikirim untuk menguasai kedua wilayah tersebut. Sisanya dipecah jadi 2 untuk menguasai front utara (Qasr-e Shirin) & front tengah (Mehran) untuk mengantisipasi serangan balik yang mungkin dilakukan oleh Iran. Hasilnya, usai serangan mendadak itu Irak berhasil menguasai wilayah Iran seluas 1.000 km persegi.

Bulan November 1980, pasukan Irak melancarkan serangan ke 2 kota penting yang strategis di Iran selatan, Shabadan & Khorramshahr. Dalam penyerbuannya itu, pasukan Irak mendapat perlawanan sengit dari pasukan Pasadan (Garda Revolusi) Iran. Kedua kota tersebut akhirnya berhasil dikuasai Irak pada tanggal 10 November 1980. Tercatat belasan ribu pasukan dari kedua kubu terbunuh dalam pertempuran di kedua kota tersebut. Keberhasilan Irak menguasai kedua kota tersebut sekaligus menjadi keberhasilan terakhir Irak mencaplok wilayah mayor dari Iran.

Iran yang tertekan sempat berusaha melakukan serangan balasan kepada Irak pada awal tahun 1981, namun gagal karena presiden Iran, Bani Sadr, nekat memimpin langsung pasukan reguler Iran sekalipun dia hanya memiliki pengetahuan militer yang minim. Ia mengirimkan 3 resimen pasukan reguler tanpa didukung oleh Pasadar & tidak memperhitungkan waktu serangan di waktu hujan yang bakal menyulitkan suplai logistik. Akibatnya, pasukan Iran dikepung pasukan Irak & banyak dari kendaraan lapis baja Iran yang hancur atau perlu ditinggalkan karena terjebak dalam lumpur.

Serangan balasan Iran yang jauh lebih efektif sebenarnya sudah dilakukan beberapa hari sejak Irak pertama kali membombardir pangkalan udara milik Iran. Pesawat-pesawat F-4 milik Iran melakukan serangan ke wilayah Irak & secara efektif berhasil melumpuhkan sejumlah titik penting di Irak. Keberhasilan tersebut membuat pasukan udara Iran terlihat lebih superior dibanding pasukan udara Irak. Namun, kurangnya amunisi & suku cadang yang hanya bisa didapatkan dari AS - mantan sekutu Iran yang berbalik memusuhi mereka pasca revolusi Islam - membuat Iran lebih banyak memakai helikopter yang dipasangi persenjataan darat sebagai pendukung dari udara (aerial support).

2. 1982: Titik Balik Mudurnya Irak
Pasukan Irak dalam serangan kilatnya berhasil memanfaatkan momentum lemahnya koordinasi pasukan Iran & problem alutsista milik Iran sehingga para pengamat yakin bahwa perang akan segera berakhir dengan kemenangan Irak hanya dalam waktu beberapa minggu. Plus, Irak memang berhasil menguasai wilayah-wilayah strategis Iran dalam serangannya itu. Namun, Iran enggan menyerah begitu saja & dalam perkembangannya berhasil memukul balik Irak.

Problem bagi Iran dalam perang adalah dari segi alutsista atau persenjataan, mereka kalah superior dibanding Irak yang saat itu memang merupakan salah satu negara dengan kekuatan militer terbaik di Timur Tengah selain Israel. Untuk mengantisipasinya, sejak perang meletus Iran merekrut ratusan ribu milisi sukarela yang disebut Basij (Tentara Rakyat). Basij tidak memiliki pengalaman militer & persenjataan yang memadai, namun mereka memiliki keyakinan sangat tinggi akan ideologi religiusnya & tidak segan-segan melakukan tindakan berani mati semisal menerobos ladang ranjau atau area yang dihujani tembakan artileri musuh saat diperintahkan.

Pasukan Irak di wilayah Iran dalam perkembangannya tidak bisa bergerak lebih jauh lagi sejak bulan Maret 1981 setelah pasukan mereka dikalahkan oleh milisi Basij yang jumlahnya mencapai ribuan di Sungai Kanun. Sejak itu, Irak lebih banyak melakukan taktik defensif untuk mempertahankan wilayah taklukan mereka & hanya terjadi sedikit pergeseran di garis depan. Faktor utamanya adalah kesalahan prediksi di mana Irak memperkirakan warga Arab Sunni di Iran bakal membantu mereka. Namun faktanya, mereka - bersama rakyat Iran lainnya - justru bersatu & bahu-membahu melawan Irak.

Titik balik bagi Iran terjadi pada bulan Maret 1982 dalam operasi militernya di bawah kode sandi "Operasi Kemenangan yang Tak Dapat Disangkal" (Operation Undeniable Victory). Dalam operasi militer itu, pasukan gabungan Pasadan-Basij milik Iran berhasil menembus garis depan pasukan Irak yang sebelumnya dianggap tidak bisa ditembus & memecah pasukan Irak di utara & selatan Khuzestan sehingga pasukan Irak terpaksa mundur.

Bulan Mei 1982, Iran berhasil merebut kembali wilayah Khorramshahr. Dalam pertempuran di wilayah tersebut, Irak kehilangan 7.000 tentara, sementara Iran 10.000 sehingga menjadikan pertempuran itu sebagai salah satu pertempuran paling berdarah dalam inisiatif serangan balik Iran. Sejak kemenangan tersebut, Iran berganti menjadi pihak yang menekan Irak & pada bulan Juni berhasil mendapatkan kembali seluruh wilayahnya yang sebelumnya dikuasai oleh Irak.

Saddan Hussein yang melihat bahwa moral pasukannya sudah terlanjur runtuh akibat serangkaian kekalahan melawan Iran pun menyatakan akan segera menarik seluruh pasukannya dari Iran & menawarkan gencatan senjata kepada Iran. Tawaran gencatan senjata itu mencakup pembayaran ganti rugi perang sebesar 70 juta dollar AS oleh negara-negara Arab. Iran menolak tawaran gencatan senjata tersebut & menyatakan bahwa mereka akan menyerbu Irak & tidak akan berhenti sampai rezim yang berkuasa di Irak digantikan oleh rezim pemerintahan republik Islam.

3. Tahun 1982-1988 : Penyerbunan oleh Iran
Bulan Juli 1982, Iran melancarkan serangannya ke kota Basra, Irak, di bawah kode sandi "Operasi Ramadhan". Dalam serangan tersebut, puluhan ribu anggota Basij & Pasdaran mengorbankan diri mereka dengan berlari melewati ladang ranjau untuk memberi jalan bagi tank-tank di belakangnya di mana selain menghadapi bahaya ranjau, mereka juga dihujani tembakan artileri pasukan Irak. Irak berhasil mencegah Iran merengsek lebih jauh berkat kegtangguhan persenjataannya di garis pertahanan, namun Irak juga harus kehilangan sejumlah kecil wilayah karena dikuasai Iran.

Keberhasilan Iran memukul balik Irak & berbalik menjadi negara penyerbu membawa kekhawatiran tersendiri bagi AS yang memutuskan untuk membantu Irak sejak tahun 1982. Presiden AS Ronald Reagan menyatakan bahwa AS akan berusaha dengan cara apapun untuk mencegah Irak kalah. Bantuan AS - beserta negara-negara sekutunya - ke Irak yang diketahui mencakup bantuan teknologi, alutsista, & intelijen. Dukungan untuk Irak juga datang dari Uni Soviet & Liga Arab.

Kemudian, Iran berpikir bahwa Irak bisa direbut dengan melacarkan serangan besar-besaran dari berbagai front. Maka pada tahun 1983, Iran melakukan 3 penyerbuan besar yang disusul 2 penyerbuan lainnya dengan mengerahkan ratusan ribu personil tentaranya. Iran sempat berhasil menembus garis pertahanan Irak, namun Irak berhasil memukul balik Iran dengan melakukan serangan udara mendadak secara besar-besaran. Hingga akhir tahun 1983, tercatat 120.000 personil Iran & 60.000 personil Irak tewas dalam peperangan.

Irak berusaha memaksa Iran menghentikan perang & menuju meja perundingan dengan berbagai cara. Di awal tahun 1984, Irak membeli sejumlah alutsista baru dari Uni Soviet & Perancis. Tak lama kemudian, Irak melakukan serangan udara ke sejumlah kota dengan persenjataan barunya itu. Irak berharap Iran merasa tertekan & kemudian menerima tawaran dari Irak untuk berunding di tempat netral, namun nyatanya Iran tetap menolak tawaran berunding dari Irak.

Iran yang kehilangan begitu banyak personilnya akibat sejumlah penyerbuan yang gagal sebelumnya belum mengendurkan serangan. Bulan Februari 1984, Iran menggelar "Operasi Fajar (Operation Dawn) 5 & 6" yang ditargetkan ke kota Kut al-Amara dengan tujuan memotong jalur perairan yang menghubungkan Baghdad & Basra. Dalam kedua operasi militer itu, Iran mengerahkan 500.000 personil Basij & Pasdaran.

Pertempuran dalam Operasi Fajar sekaligus menjadi seperti head-to-head kekuatan militer yang dominan di masing-masing negara. Iran unggul jumlah tentara tapi kekurangan alutsista pendukung macam pasukan udara & artileri, sementara Irak kalah jauh dalam hal jumlah tentara tapi unggul dalam hal alutsista. Periode antara tanggal 29 Februari hingga 1 Maret merupakan salah satu episode pertempuran terbesar dalam Perang Irak-Iran di mana dalam pertempuran itu, masing-masing pihak kehilangan 20.000 tentaranya.

Iran kembali melancarkan agresi militer antara akhir Februari hingga Maret 1984 di bawah kode sandi "Operasi Khaibar" dengan memakai sejumlah serangan pendobrak ke Kota Basra. Agresi militer tersebut berujung keberhasilan pasukan Iran merebut Pulau Majnun yang kaya minyak. Irak sempat melancarkan serangan balik untuk merebut wilayah tersebut - termasuk dengan memakai senjata kimia. Namun, pasukan Iran tetap berhasil mempertahankan pulau tersebut hingga menjelang akhir perang.

Walaupun berada pada posisi tertekan, pada tahun 1985 Irak masih sempat melakukan penyerbuan balik ke Iran dengan menyerang Tehran & kota-kota penting di Iran lainnya usai mendapatkan bantuan finansial dari negara-negara Arab sekutunya & bantuan alutsista terbaru dari Uni Soviet, Cina, & Perancis. Serangan Irak tersebut tidak membawa perubahan yang signifikan dalam arah peperangan & sekalipun wilayahnya diserang, di tahun itu Iran tetap melakukan penyerbuan ke wilayah Irak di bawah kode sandi "Operasi Badr".

4. 1984-1988: Perang Tanker
Tahun 1984, Irak - yang baru mendapat bantuan pesawat tempur Super Etentard terbaru dari Perancis - melakukan operasi militer di laut mulai dari muara Shatt el-Arab hingga pelabuhan Iran di Bushehr. Target dari operasi militer tersebut adalah semua kapal yang bukan berbendera Irak di wilayah operasi militer, baik itu kapal berbendera Iran maupun kapal netral yang dari atau menuju Tehran. Tujuannya adalah untuk memblokade ekpsor minyak Iran & mempengaruhi ekonominya sehingga Iran mau berunding dengan Irak. Kebijakan militer Irak tersebut lalu mengawali babak baru dalam perang yang dikenal sebagai "perang tanker".

Jika ditelusuri, sebenarnya perang tanker sudah dimulai sejak tahun 1981 di mana pasukan laut Irak saat itu menargetkan titik-titik penting milik Iran di laut seperti pelabuhan & kilang minyak. Dalam operasi militernya di laut tersebut, Irak lebih banyak memakai angkatan udaranya untuk melakukan serangan. "Perang tanker fase I" tersebut berlangsung selama 2 tahun setelah baik Irak maupun Iran kekurangan armada kapal untuk meneruskan operasi militernya. Baru pada tahun 1984, Irak memutuskan untuk kembali melakukan operasi militer di laut sekaligus mengawali babak baru "perang tanker fase II".

Perang tanker fase II dimulai ketika Irak menyerang kapal berbendera Yunani di sebelah selatan Kepulauan Khark pada bulan Maret 1984. Iran lantas membalasnya dengan menyerang kapal-kapal berbendera Kuwait di dekat Bahrain & Arab Saudi di perairan Arab Saudi sendiri sekaligus memberi peringatan bahwa jika Irak tetap nekat melanjutkan perang tanker, tak akan ada kapal milik negara Teluk yang selamat. Suatu ancaman yang dampaknya tidak ringan karena berpotensi melumpuhkan aktivitas pengangkutan minyak mentah di kawasan tersebut.

Upaya Irak untuk memblokade jalur transportasi minyak Iran gagal melumpuhkan ekonomi Iran karena ketika Irak memblokade kawasan teluk, Iran hanya memindahkan pelabuhannya ke Kepulauan Larakdi dekat Hormuz sehingga aktivitas ekspor minyaknya relatif tidak terganggu. Di lain pihak, justru Irak yang perekonomiannya terancam setelah Suriah, sekutu Iran saat itu, memblokade pipa minyak Irak ke Mediterania sejak tahun 1982. Sebagai antisipasinya, Irak mengalihkan aktivitas ekspor minyaknya lewat Kuwait & jalur pipa minyak baru dibangun melewati Laut Merah serta Turki.

5. 1987-1988: Ikut Campurnya Amerika Serikta
Situasi perang tanker yang semakin membabi buta karena ikut menargetkan kapal-kapal tanker dari negara-negara yang netral membuat Kuwait meminta bantuan pihak internasional pada tahun 1986. Uni Soviet adalah negara pertama yang merespon dengan mengirimkan kapal-kapal perangnya untuk mengawal kapal tanker Kuwait. Kebijakan Uni Soviet lalu diikuti oleh AS pada tahun 1987 yang sebenarnya sudah didekati Kuwait lebih dulu.

Faktor pendorong utama ikut campurnya AS dalam Perang Irak-Iran sebenarnya disebabkan karena kapal perangnya, USS Stark, ditenggelamkan oleh pesawat tempur Irak sehingga 13 awak kapalnya meninggal. Irak meminta maaf kepada AS sambil mengatakan bahwa itu adalah kecelakaan & permintaan maaf Irak diterima oleh AS. Ironisnya, sesudah insiden itu AS justru menyalahkan Iran dengan alasan Iranlah yang menyebabkan peperangan semakin berkobar. Tuduhan AS lalu diikuti tindakan AS mengirim armada lautnya untuk mengawal kapal-kapal tanker milik Kuwait yang mengibarkan bendera AS.

Tujuan utama AS dalam penerjunan armada lautnya di sekitar Teluk adalah untuk mengisolasi Iran & menjaga agar kapal-kapal bebas berlayar di sana. AS baru melancarkan serangan langsung ke Iran dengan menghancurkan kilang minyak Iran di ladang minyak Rostam setelah pasukan Iran menenggelamkan kapal tanker Kuwait berbendera AS, Sea Isle City. Setahun kemudian, tepatnya bulan April 1988, AS kembali menyerang kilang minyak & kapal-kapal perang Iran setelah kapal perangnya, USS Samuel B. Roberts, tenggelam akibat ranjau laut Iran.

Tanggal 3 Juli 1988, kapal perang AS, USS Vincennes, menembak jatuh pesawat sipil Iran sehingga seluruh penumpang & awak pesawatnya tewas. AS berdalih bahwa pasukannya salah mengira bahwa pesawat sipil tersebut adalah pesawat tempur Iran karena tidak mengidentifikasikan dirinya ke kapal perang sebagai pesawat sipil & pesawat tersebut berada di perairan umum. Klaim AS tersebut dibantah oleh Iran & sumber independen lainnya seperti bandara Dubai bahwa pesawat tersebut sudah mengidentifikasikan dirinya ke kapal AS sebagai pesawat sipil melalui radio & pesawat itu masih berada di perairan Iran.

6. Tahun 1988: Gencatan Senjata dan Pasca Perang
Antara bulan April hingga bulan Agustus 1988, arah pertempuran mulai kembali ke arah Irak di mana Irak berhasil meraih beberapa kemenangan penting atas Iran. Dalam pertempuran pada kurun waktu tersebut, Irak juga berhasil merebut sejumlah besar alutsista milik Iran & menguasai kembali Semenanjung Al-Faw serta Kepulauan Majnun yang kaya minyak. Perang akhirnya berakhir setelah Iran menerima Resolusi Dewan Keamanan PBB 598 & secara resmi mengakhiri perang yang sudah terjadi selama 8 tahun pada tanggal 20 Agustus 1988.

Perang Iran-Irak membawa kerugian besar bagi kedua belah pihak, baik dari segi material & korban jiwa. Jumlah kerugian material bagi masing-masing negara diperkirakan mencapai 500 juta dollar AS. Sebagai akibatnya, pembangunan ekonomi menjadi terhambat & ekspor minyak kedua negara terganggu. Jumlah kerugian lebih besar harus ditanggung Irak yang selama perang memang aktif mencari pinjaman uang untuk menambah alutsista.

Tidak diketahui secara pasti berapa jumlah korban tewas dalam Perang Irak-Iran. Beberapa sumber memperkirakan bahwa jumlah korban tewas Irak mungkin mencapai 200.000 jiwa lebih, sementara Iran mencapai 1 juta jiwa sebagai akibat dari taktik militer Iran yang banyak mengorbankan tentaranya untuk berhadap-hadapan langsung dengan moncong senjata musuh. Jumlah tersebut belum termasuk mereka yang meninggal kemudian akibat luka parah & penyakit, termasuk akibat penggunaan senjata kimia Irak yang berdampak jangka panjang.

Selain kerugian materi & korban jiwa, tidak ada perubahan berarti pasca perang. Wilayah-wilayah yang menjadi bahan sengketa statusnya kembali seperti sebelum perang & batas antara kedua negara juga tidak banyak berubah. Wilayah perairan Shatt al-Arab contohnya, tetap dibagi menjadi milik kedua negara dengan batasnya adalah titik terdalam pada perairan. Pasca perang, kedua negara juga melakukan normalisasi hubungan bilateral.

E. Upaya-Upaya yang Dilakukan Dalam Menghentikan Perang Irak-Iran

1. Setelah sidang Dewan Keamanan PBB pada tanggal 28 September 1980 di New York telah meminta kepada kedua belah pihak menghentikan peperangan dan permasalahan kedua belah pihak diselesaikan di meja perundingan. Mereka meminta Irak mundur dari tempat-tempat yang diduduki di Iran. Tetapi kedua belah pihak menolak tawaran tersebut.

2. Dalam proses penyelesain Perang Irak-Iran, Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan Resolusi No.598 pada tanggal 20 Juli 1987. Resolusi ini berisi usulan untuk dilakukannya genjatan senjata antara Irak dan Iran. Namun Irak dan Iran menolak usulan tersebut.

3. Pada akhir Juli 1988, Iran menyatakan kesediaanya untuk menerima usul genjatan senjata dan diberrlakukannya kembali perjanjian Algier seperti yang tercantum dalam Resolusi DK PBB No.598. Iran mendapat kompensasi dari Irak sebesar 150 juta dolar AS pertahun.

F. Dampak yang Ditimbulkan dari Perang Irak-Iran

a. Dampak Negatif yang Ditimbulkan :
1. Dalam Bidang Ekonomi:

- Perekonomian Irak mengalami kehancuran serta terkena blokade ekonomi dan sanksi dari PBB

- Kerugian besar bagi kedua belah pihak, dari segi material jumlah kerugian material bagi masing-masing negara diperkirakan mencapai 500 juta dollar AS.

- Jumlah kerugian lebih besar harus ditanggung Irak yang selama perang memang aktif mencari pinjaman uang untuk menambah persenjataan.

- Pembangunan ekonomi di kedua negara menjadi terhambat dan ekspor minyak kedua negara terganggu.

- Produksi minyak yang menurun drastis mempenagruhi perekonomian dunia, khususnya bagi industri-indstri di dunia Barat dan Jepang.

- Ladang minyak dari kedua negara mengalami kerusakan, untuk Irak di daerah Kirkuk, Basra dan Fao, sedangkan untuk Iran mengalami kerusakan di pulau Kharg dan Abadan.

2. Dalam Bidang Sosial:

- Jumlah korban jiwa, jumlah korban tewas Irak mungkin mencapai 200.000 jiwa lebih, sementara Iran mencapai 1 juta jiwa sebagai akibat dari taktik militer Iran yang banyak mengorbankan tentaranya untuk berhadap-hadapan langsung dengan moncong senjata musuh. Jumlah tersebut belum termasuk mereka yang meninggal kemudian akibat luka parah dan penyakit, termasuk akibat penggunaan senjata kimia Irak yang berdampak jangka panjang.

- Perpecahan di negara Arab menimbulkan rasa tidak nyaman dan suasana kehidupan sehari-hari yang tegang dan tercekang yang disebabkan adanya perperangan.

- Irak yang menuduh Iran terlibat dalam percobaan pembunuhan terhadap Deputi Perdana Menteri Irak sehingga langsung mendeportasi ribuan warga Syi’ah berdarah Iran keluar dari Irak.

3. Dampak Bidang Politik:

- Amerika Serikat semakin kuat pengaruhnya di Timur Tengah.
- Adanya sikap anti USA dari pihak Irak (Amerika Serikat).
- Proses jalannya pemerintahan di kedua negara menjadi kurang efisien dan terhambat karena adanya perang ini.

4. Dampak Bidang Kemiliteran:

- Banyak korban peperangan ini tidak hanya dari non sipil namun juga dari kemiliteran di kedua negara yang banyak tewas dan luka-luka serta cacat fisik dalam peperangan ini.

- Banyak persenjataan dan alat-alat kemiliteran yang digunakan pada peperangan ini rusak berat atau bahkan tidak dapat digunakan lagi.

b. Dampak Positif yang Ditimbulkan :

- Selain kerugian materi dan korban jiwa, tidak ada perubahan berarti pasca perang. Wilayah-wilayah yang menjadi bahan sengketa statusnya kembali seperti sebelum perang dan batas antara kedua negara juga tidak banyak berubah. Wilayah perairan Shatt al-Arab contohnya, tetap dibagi menjadi milik kedua negara dengan batasnya adalah titik terdalam pada perairan.

- Teknologi persenjataan perang yang canggih di antara kedua negara yang meningkat pesat sehingga berpengaruh positif bagi peningkatan persenjataan kemiliteran masing-masing negara.


BAB III
KESIMPULAN

Latar belakang terjadinya Perang Teluk I antara lain sengketa antara Irak dan Iran sebenarnya masih terkait dengan sejarah kedua belah negara yang tak pernah akur, persengketaan wilayah yang dianggap penting oleh Irak dan Iran, munculnya Revolusi Islam oleh Iran, percobaan pembunuhan terhadap pejabat Irak, dan penyebab-penyebab khususn lainnya yang mendorong terjadi Perang Teluk I (serangan granat pada tanggal 1 April 1980, pengusiran ribuan keturunan Iran oleh Saddam, kedua negara saling menempatkan pasukan masing – masing di daerah perbatasan dalam jumlah yang cukup besar, perang pers dan media masa antar kedua belah negara, presiden Saddam Hussein secara sepihak membatalkan Perjanjian Algiers tahun 1975). Menurut para pengamat ada dua faktor yang menyebabkan invansi yang dilakukan Saddam ke Iran, pertama, adanya kekhawatiran dikalangan penguasa negara Arab terhadap kemungkinan menularnya revolusi Khoehenni kenegara-negara Arab. Dan yang kedua, ambisi Saddam Hussein untuk bisa tampil sebagai pemimpin Arab.

Penyebab perang Irak dan Iran itu terjadi selama 8 tahun adalah, pertama, dugaan Irak salah yang menganggap perang akan berakhir cepat dan meremehkan kekuatan Iran yang sedang kacau, kedua, Irak berhasil merebut daerah-daerah minyak di Iran walaupun lamban tetapi Irak masih optimis untuk tujuannya menguasai sebagian wilayah islam dan mendominasi kekuatan bangsa Arab, yang ketiga adalah Iran menolak tawaran Irak untuk mengakhiri konflik dan menyelesaikan sengketa secara damai maupun usaha penengahan karena Iran tetap optimis akan memenangkan perang tersebut. Dari keegoisan kedua belah pihak inilah yang membuat Perang Teluk I terjadi hingga waktu yang cukup lama yaitu 8 tahun.

Pada Perang Teluk I ini maka campur tangan negara asing yang terjadi ini belum dikatakan sebagai intervensi karena banyak campur tangan yang dilakukan oleh negara lain bahkan dari bangsa Arab sendiri yang bertujuan untuk memperjuangkan nasib bangsa Arab (dengan cara membela Irak) bukan intervensi asing karena masalah ini juga menjadi masalah-masalah bangsa Arab karena mereka berada dalam satu lingkup bangsa Arab dan bangsa-bangsa pengimpor minyak dari kawasan ini atau negara super power untuk meredakan konflik yang ada disana. Dan dari banyak sumber yang mengatakan bahwa intervensi itu hamper muncul dari Uni Soviet tetapi dapat dicegah oleh pasukan Amerika Serikat. 

DAFTAR PUSTAKA

M. Riza Shihbudi, 1991, Islam, Dunia Arab, Iran : Bara Timur Tengah, Jakarta, Mizan 

Isawati, 2012, Sejarah Timur Tengah (Sejarah Asia Barat Daya Jilid I.), Yogyakarta, Penerbit Ombak.


http://danzberdikari.blogspot.com/2012/12/tragedi-perang-berdarah-irak-iran-1980.htmlTragedi Perang Berdarah Irak-Iran, diakses pada 7 Nopember 2014, jam 10.12 WIB.

http://nadinenot.blogspot.com/2014/03/makalah-perang-teluk-i-perang-irak-iran.htmlPerang Teluk I (Perang Irak-Iran), diakses pada 7 Nopember 2014, jam 10.42 WIB