This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

الأربعاء، 29 أكتوبر 2014

MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK DAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
B.RUMUSAN MASALAH
C.TUJUAN
D.MANFAAT PENULISAN
E.METODE PENULISAN

BAB II. PEMBAHASAN
A.PSIKOLOGI KEPRIBADIAN DAN TEORI KEPRIBADIAN
1.1 PENGERTIAN KEPRIBADIAN DAN CIRI-CIRI KEPRIBADIAN
1.2 TEORI KEPRIBADIAN MENURUT PARA AHLI
1.3 PSIKOLOGI KEPRIBADIAN SEBAGAI BIDANG STUDY
1.4 SASARAN-SASARAN PSIKOLOGI KEPRIBADIAN
1.5 TEORI KEPRIBADIAN DAN FUNGSINYA
1.6 EVALUASI TEORI KEPRIBADIAN
1.7 ARTI DAN DEFINISI KEPRIBADIAN
1.8 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TEORI KEPRIBADIAN
1.9 ANGGAPAN-ANGGAPAN DASAR TENTANG MANUSIA

B. TEORI KEPRIBADIAN PSIKOLOGI ( SIGMUN FREUD )
2.1 KEPRIBADIAN DALAM TEORI PSIKONALISA
2.2 DINAMIKA KEPRIBADIAN
2.3 PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
2.4 VALIDASI EMPIRIS ATAS KONSEP-KONSEP PSIKONALISA
2.5 PENERAPAN PSIKONALISA DALAM PSIKOTERAPI

C. TEORI KEPRIBADIAN BEHAVIORSME
3.1 PENDEKATAN PSIKOLOGIS SKINNER
3.2 PENGONDISIAN OPERAN
3.3 VALIDASI EMPIRIS ATAS TEORI BELAJAR SKINNER
3.4 PENWRAPAN DUNIA SEBAGAI KOTAK SKINNER

D. TEORI KEPRIBADIAN HUMANISTIK
4.1 EKSISTENSIALISME DAN PSIKOLOGI HUMANISTIK
4.2 AJARAN-AJARAN DASAR PSIKOLOGI HUMANISTIK
4.3 TEORI KEBUTUHAN BERTINGKAT
4.4 MOTIF KEKURANGAN DAN MOTIF PERTUMBUHAN
4.5 VALIDASI EMPIRIS ATAS TEORI KEPRIBADIAN MASLOW

BAB III.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk yang kompleks, kekompleksitasan manusia itu tiada taranya di muka bumi ini. Manusia lebih rumit dari makhluk apapun yang bisa dijumpai dan jauh lebih rumit dari mesin apapun yang bisa dibuat. Manusia juga sulit dipahami karena keunikannya. Dengan keunikannya, manusia adalah makhluk tersendiri dan berbeda dengan makhluk apapun. Juga dengan sesamanya. Tetapi, bagaimanapun sulitnya atau apapun hambatannya, manusia ternyata tidak pernah berhenti berusaha menemukan jawaban yang dicarinya itu. Dan barang kali sudah menjadi ciri atau sifat manusia juga untuk selalu mencari tahu dan tidak pernah puas dengan pengetahuan-pengetahuan yang diperolehnya, termasuk pengetahuan tentang dirinya sendiri dan sesamanya.
Sekian banyak upaya yang telah diarahkan untuk memahami manusia. Tetapi tidak semua upaya tersebut membawa hasil, namun upaya pemahaman tentang manusia tetap memiliki arti penting dan tetap harus dilaksanakan. Bisa dikatakan bahwa kualitas hidup manusia, tergantung kepada peningkatan pemahaman kita tentang manusia. Dan psikologi, baik secara terpisah maupun sama-sama dengan ilmu-ilmu lain, sangat berperan secara mendalam dalam penganganan masalah kemanusiaan ini.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan psikologi kepribadian dan teori kepribadian?
2. Bagaimana pendekatan teori kepribadian psikoanalisa menurut Sigmund Freud?
3. Bagaimana pendekatan teori kepribadian behaviorisme menurut B.F. Skinner?
4. Bagaimana pendekatan teori kepribadian humanistik menurut Abraham Maslow?

C. TUJUAN
Penulisan ini memiliki beragam tujuan yang ingin dicapai baik penulis maupun pembaca. Tujuan tersebut antara lain :
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang pengertian dari psikologi kepribadian dan teori kepribadian.
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang pendekatan teori kepribadian psikoanalisa menurut Sigmund Freud.
3. Untuk mengetahui dan memahami tentang pendekatan teori kepribadian behaviorisme menurut B.F. Skinner
4. Untuk mengetahui dan memahami tentang pendekatan teori kepribadian humanistik menurut Abraham Maslow.

D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat di susunya makalah ini yaitu :
Sebagai mahasiswa:
1) sebagai bahan tambahan pembelajaran,
2) untuk menambah pengetahuan tentang kepribadian
Sebagai guru;
1) untuk mengetahui bagaimana kepribadian seorang guru
2) untuk menambah pengetahuan tentang kepribadian

E. METODE PENULISAN
Makalah ini di susun menggunakan metode pustaka di mana data-data di peroleh dari buku maupun internet.

 
BAB II
PEMBAHASAN
A. PSIKOLOGI KEPRIBADIAN DAN TEORI KEPRIBADIAN
1.1 PENGERTIAN KEPRIBADIAN DAN CIRI-CIRI KEPRIBADIAN
Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.
Para ahli tampaknya masih sangat beragam dalam memberikan rumusan tentang kepribadian. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya : teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, teori Analitik dari Carl Gustav Jung, teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, teori Medan dari Kurt Lewin, teori Psikologi Individual dari Allport, teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang di dalamnya mencakup :
• Karakter yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
• Temperamen yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
• Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
• Stabilitas emosi yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa
• Responsibilitas (tanggung jawab) adalah kesiapan untuk menerima risiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima risiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari risiko yang dihadapi.
• Sosiabilitas yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti : sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang menunjukkan kepribadian yang sehat atau justru yang tidak sehat. Dalam hal ini, Elizabeth (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat dan tidak sehat, sebagai berikut :
a. Kepribadian yang sehat
- Mampu menilai diri sendiri secara realisitik; mampu menilai diri apa adanya tentang kelebihan dan kekurangannya, secara fisik, pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.
- Mampu menilai situasi secara realistik; dapat menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerima secara wajar, tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai sesuatu yang sempurna.
- Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik; dapat menilai keberhasilan yang diperolehnya dan meraksinya secara rasional, tidak menjadi sombong, angkuh atau mengalami superiority complex, apabila memperoleh prestasi yang tinggi atau kesuksesan hidup. Jika mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan frustrasi, tetapi dengan sikap optimistik.
- Menerima tanggung jawab; dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
- Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir, dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya.
- Dapat mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya, dapat menghadapi situasi frustrasi, depresi, atau stress secara positif atau konstruktif , tidak destruktif (merusak)
- Berorientasi tujuan; dapat merumuskan tujuan-tujuan dalam setiap aktivitas dan kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar paksaan dari luar, dan berupaya mencapai tujuan dengan cara mengembangkan kepribadian (wawasan), pengetahuan dan keterampilan.
- Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat respek, empati terhadap orang lain, memiliki kepedulian terhadap situasi atau masalah-masalah lingkungannya dan bersifat fleksibel dalam berfikir, menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya, merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain, tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk menjadi korban orang lain dan mengorbankan orang lain, karena kekecewaan dirinya.
- Penerimaan sosial; mau berpartsipasi aktif dalam kegiatan sosial dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.
- Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.
- Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan, yang didukung oleh faktor-faktor achievement (prestasi), acceptance (penerimaan), dan affection (kasih sayang).

b. Kepribadian yang tidak sehat
- Mudah marah (tersinggung)
- Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
- Sering merasa tertekan (stress atau depresi)
- Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang
- Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum
- Kebiasaan berbohong
- Hiperaktif
- Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas
- Senang mengkritik/mencemooh orang lain
- Sulit tidur
- Kurang memiliki rasa tanggung jawab
- Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan faktor yang bersifat organis)
- Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama
- Pesimis dalam menghadapi kehidupan
- Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan

1.2 TEORI KEPRIBADIAN MENURUT PARA AHLI
Teori (Perkembangan) Kepribadian berdasarkan pendapat para ahli, yaitu sebagai berikut:
1. Sigmund Freud (Psikoanalisis Klasik) (1856 – 1939)
Struktur Kepribadian, Kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (Conscious), Pra sadar (Preconscious), dan tidak sadar /bawah sadar (Unconscious mind).
Id, ego, superego. Id adalah berkaitan dengan prinsip kesenangan, ego berkaitan dengan prinsip kenyataan, sedangkan superego merupakan penjaga moral atau kata hati.
Tahap perkembangan psikoseksual, yaitu oral, anal, phalik, laten, genital.

2. Alfred Adler (Psikologi Individual) (1870 – 1937)
truktur Kepribadian, Manusia adalah mahluk social dan makhluk individual.
Pokok-Pokok Teori Adler, Individualitas sebagai pokok persoalan, Pandangan Teleologis: Finalisme Semu, Dua Dorongan Pokok, yaitu dorongan kemasyarakatan, dorongan keakuan, Rasa Rendah Diri dan Kompensasi pendorong bagi segala perbaikan dalam kehidupan manusia, Gaya Hidup adalah prinsip yang dipakai landasan untuk memahami tingkah laku seseorang, Diri yang Kreatif adalah penggerak utama, pegangan filsafat, sebab pertama bagi semua tingkah laku.

3. Karen Horney (1885-1952)
Teori Kepribadian, Dasar kepribadian terbentuk pada tahun-tahun pertama kehidupan anak. Faktor sosial (hubungan antara orang tua dan anak) sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian (bukan dorongan biologis). Horney menekankan faktor budaya dibanding faktor biologis dalam perkembangan manusia, terutama yang terkait dengan perbedaan gender.Anak-anak memulai hidupnya dengan basic anxiety, tapi hal itu dapat diatasi dengan pengasuhan yang memadai dari orang tua maupun orang lain.

4. Harry Stack Sulivan
Faktor sosial (Proses akulturasi) menentukan perkembangan psikologis. Juga faktor-faktor fisiologis. Pengalaman-pengalaman terdiri dari :
1. Pengalaman prototasik,
2. Pengalaman parataksik,
3. Pengalaman sintaksik.
Ada tujuh tahapan perkembangan yaitu :
1. Infancy (masa kelahiran sampai mampu berbicara),
2. Childhood (masa kanak-kanak),
3. Juvenile (usia 5-11 tahun),
4. Preadolescence (masa pradewasa),
5. Early adolescence (masa dewasa awal),
6. Late adolescence (masa dewasa akhir),
7. Adulthood (masa dewasa / sebagai orang tua).

5. Erich Fromm (1900-1980)
Manusia melarikan diri dari kebebasan, karena Manusia tidak dapat dipisahkan dari alam dan orang lain, Semakin bebas manusia semakin ia merasa kesepian, tidak berarti dan terasing, Manusia menemukan rasa aman jika bersatu & bekerjasama dengan orang lain.
Ada dua cara untuk memperoleh makna dari kebersamaan dalam kehidupan, yaitu: Mencapai kebebasan positif tanpa mengorbankan kebebasan dan integritas pribadi dan Memperoleh rasa aman dengan meninggalkan kebebasan. Tiga mekanisme pelarian yang terpenting yaitu : Authoritarianism terdiri dari masochistic dan sadistic, Destructiveness, dan Automation conformity. Kebutuhan Manusia, yaitu: Relatedness (berelasi/berhubungan), Rootedness (berikatan), Unity (bersatu), Identity (indetitas). Ada 4 kebutuhan lain yang berhubungan dengan pemahaman dan aktivitas, yaitu:
1. Need for a frame of orientation,
2. Need for a frame of devotion ,
3. Need for excitation–stimulation ,
4. Need for effectiveness.
Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut manusia membentuk 2 tipe karakter yaitu:
1. Nonproduktif dan
2. Produktif.

6. Adolf Meyer
Teori psychobiology (atau alternatifnya, ergasiology, istilah yang diciptakan dari kata Yunani untuk bekerja dan melakukan), dimana Meyer melakukan pendekatan untuk pasien penyakit jiwa yang mencakup, meneliti dan mencatat semuanya,baik psikologis biologis, dan sosial yang relevan dengan faktor kasus – sehingga penekanannya pada pengumpulan sejarah kasus rinci untuk pasien, memberikan perhatian khusus terhadap latar belakang sosial dan lingkungan yang membesarkan pasien. Meyer percaya bahwa penyakit mental hasil dari disfungsi kepribadian, bukan patologi otak.

7. Carl Gustav Jung (1875-1961)
Konsep-konsep Kepribadian Menurut Carl Gustav Jung ada tiga macam, yaitu Personality Function, Psyche adalah merupakan gabungan atau jumlah dari keseluruhan isi mental, emosional dan spiritual seseorang, dan Self adalah Kepribadian Total (total personality) baik Kesadaran maupun Bawah Sadar. Ia memandang manusia sangatlah unik karena mempunyai begitu banyak Kepribadian yang beragam antara individu satu dengan individu lainnya. Jung membedakan istilah antara Ambang Sadar (Subconscious) dan Bawah Sadar (Unconscious).

8. Gordon W Allport (1897-1967)
Kepribadian adalah:”sebuah organisasi dinamis di dalam sistem psikis dan fisik individu yang menentukan karakteristik perilaku dan pikirannya.”
Teori trait oleh Gordon W. Allport. Central trait, yaitu kumpulan kata-kata yang biasanya digunakan oleh orang untuk mendeskripsikan individu. Unit dasar dari kepribadian adalah trait yang keberadaannya bersumber pada sistem saraf. Allport percaya bahwa trait menyatukan dan mengintegrasikan perilaku seseorang dengan mengakibatkan seseorang melakukan pendekatan yang serupa (baik tujuan ataupun rencananya) terhadap situasi-situasi yang berbeda. Walaupun demikian, dua orang yang memiliki trait yang sama tidak selalu menampilkan tindakan yang sama. Faktor genetik dan lingkungan sama-sama berpengaruh dalam menentukan perilaku manusia.

9. Kurt Lewin (1890- 1947)
Teori medan (life space) merupakan sekumpulan konsep dimana seseorang dapat menggambarkan kenyataan psikologis yang dapat diterapkan dalam semua bentuk tingkah laku, dan sekaligus juga cukup spesifik untuk menggambarkan orang tertentu dalam suatu situasi konkret.
Struktur Kepribadian terdiri atas:
a. Ruang Hidup,
b. Lingkungan Psikologis,
c. Pribadi,
d. Lingkungan Non-Psikologis
Dinamika Kepribadian terdiri atas : energi psikis (psychic energy), tegangan , kebutuhan (need), tindakan (action) meliputi vector (kekuatan yang mendorong terjadinya tingkah laku) dan valensi (nilai region dari lingkungan psikologis bagi pribadi) serta lokomosi ( perpindahan lingkaran pribadi).
Perkembangan Kepribadian , terdiri dari:
a) Diferensiasi,
b) Perubahan dalam variasi tingkah lakunya,
c) Perubahan dalam organisasi dan struktur tingkah lakunya lebih kompleks,
d) Bertambah luasnya arena aktivitas individu.

10. Abraham H. Maslow (1908-1970)
Teori Kebutuhan Maslow:
1. Kebutuhan Fisiologis/Biologis,
2. Kebutuhan Keamanan,
3. Kebutuhan Cinta, sayang dan kepemilikan,
4. Kebutuhan Esteem,
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri. Hirarki kebutuhan manusia, harus dipenuhi untuk mengembangkan potensi dalam diri manusia.

11. Ivan Pavlov (1849-1936)
Teori pelaziman klasik adalah memasangkan stimuli yang netral atau stimuli yang terkondisi dengan stimuli tertentu yang tidak terkondisikan, yang melahirkan perilaku tertentu. Setelah pemasangan ini terjadi berulang-ulang, stimuli yang netral melahirkan respons terkondisikan. Dari contoh tersebut diterapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar.
Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.

12. John B Watson (1878-1958)
Menurut John Watson, perilaku yang terbentuk merupakan hasil suatu pengondisian. Hubungan berantai sederhana antara stimulus dan respon yang membentuk rangkaian kompleks perilaku. Rangkaian kompleks perilaku meliputi; pemikiran, motivasi, kepribadian, emosi dan pembelajaran.

13. Burrhus Frederick Skinner (Psikologi Behaviorisme ) (1904-1990)
Struktur kepribadian, Tehnik mengontrol perilaku adalah sebagai berikut:
1. Pengekangan Fisik ( physical restraints )
2. Bantuan Fisik (physical aids)
3. Mengubah Kondisi Stimulus (changing the stimulus conditions)
4. Manipulasi Kondisi Emosional (manipulating emotional conditions)
5. Melakukan Respons-respons Lain (performing alternative responses)
6. Menguatkan Diri Secara Positif (positive self-reinforcement).
7. Menghukum Diri Sendiri (self punishment).
Selanjutnya Skinner membedakan perilaku atas:
1. Perilaku yang alami (innate behavior), .
2.Perilaku Operan (operant behavior),.
Dinamika Kepribadian, terdiri dari Kepribadian dan Belajar, Tingkah laku Kontrol Diri, Stimulan Aversif. Dua jenis pengkondisian, yaitu: Kondisioning Klasik (Classical Conditioning) dan Kondisioning Operan (Operant Conditioning)

14. Erik Erikson (1902-1994)
Teori Erik Erikson (Tahapan Pembangunan Psikososial) tentang delapan tahap perkembangan manusia adalah salah satu teori terbaik yang dikenal dalam psikologi. Sementara teori didasarkan pada tahapan Freud tentang perkembangan psikoseksual, Erikson memilih untuk fokus pada pentingnya hubungan sosial pada pengembangan kepribadian.
Teori ini juga melampaui masa kanak-kanak untuk melihat perkembangan di seluruh umur.
Perkembangan kepribadian dalam teori psikoanalisis Erickson
1. Trust VS Mistrust (0-1/1,5 tahun).
2. Otonomi VS Rasa Malu dan Ragu ( early chilhood : 1/1,5-3 tahun).
3. Inisiatif VS Rasa Bersalah (late chilhood:3-6th).
4. Industri VS Inferiority ( usia sekolah:6-12 tahun).
5. Identitas dan Penolakan VS difusi Identitas ( masa remaja: 12-20 tahun).
6. Intimasi dan Solidaritas VS Isolasi (Early adulthood : 20-35 th). Perkembangan
7. Generativitas VS Stagnasi/ mandeg ( middle adulthood : 35-65 th ).
8. Integritas VS Keputusasaan (later years: diatas 65 th).

15. Jean Piaget (1896 – 1980)
Teori Jean Piaget tentang perkembangan kognitif tetap salah satu yang paling sering dikutip dalam psikologi, meskipun menjadi subjek kritik yang cukup. Sementara banyak aspek teori tidak teruji oleh waktu, namun ide intinya tetap penting hari ini: anak-anak berpikir berbeda daripada orang dewasa.

16. Lawrence Kohlberg
Lawrence Kohlberg mengembangkan teori pengembangan kepribadian yang berfokus pada pertumbuhan pemikiran moral. Bangunan pada proses dua-tahap yang diusulkan oleh Piaget, Kohlberg memperluas teori untuk meliputi enam tahapan yang berbeda. Sementara teori tersebut telah dikritik karena beberapa alasan yang berbeda, termasuk kemungkinan bahwa ia tidak mengakomodasi jenis kelamin yang berbeda dan budaya yang sama, teori Kohlberg tetap penting dalam pemahaman kita tentang pengembangan kepribadian.

17. James W. Fowler (1940-sekarang)
James Fowler perkembangan konsep kepribadian religious/kepercayaan. Indiduating-reflexive faith adalah tahap yang dikemukakan Fawler, muncul pada masa remaja akhir yang merupakan masa yang penting dalam perkembangan identitas keagamaan. Untuk pertama kalinya dalam hidup mereka, individu memiliki tanggung jawab penuh atas keyakinan religius mereka. Sebelumnya mereka mengandalkan semuanya pada keyakinan orang tuanya. Adapun tingkat perkembangan iman atau rohani yakni iman intuitif-projektif; iman mitis-literal; iman sintetik-konvensional; iman individuatif-reflektif; iman konjuktif; dan iman universal.Tahap-tahap iman tersebut menurut Fowler dipengaruhi oleh aspek kepercayaan. Di mana kepercayaan memiliki sifat ilmiah yang mengandung unsur empiris dalam diri manusia.

1.3 PSIKOLOGI KEPRIBADIAN SEBAGAI BIDANG STUDI
Pada tahun 1879, psikologi merupakan satu disiplin ilmu yang berdiri sendiri, dan salah satu bidang penting yang terdapat didalamnya adalah bidang yang mempelajari manusia yang dikenal sebagai psikologi kepribadian. Sama halnya dengan bidang psikologi yang lain, psikologi kepribadian memberikan sumbangan yang berharga bagi pemahaman kita tentang manusia melalui kerangka kerja yang ilmiah, yakni dengan menggunakan konsep-konsep yang mengarah langsung dan terbuka bagi pengujian empiris serta menggunakan metode yang valid dan memiliki ketepatan.
Yang membedakan psikologi kepribadian dengan bidang-bidang psikologi lainnya adalah usahanya untuk mensitesiskan dan mengintegrasikan prinsip-prinsip yang terdapat pada bidang-bidang psikologi lain tersebut.
Peneliti kepribadian berusaha memformulasi konsep-konsep atau rumusan-rumusan teoretis yang bisa menguraikan dan menerangkan relasi dari prinsip-prinsip yang diambil dan disatukannya. Dengan kata lain, semua faktor yang menentukan atau mempengaruhi tingkah laku manusia merupakan objek penelitian dan pemahaman para ahli psikologi kepribadian.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi kepribadian adalah bidang yang memiliki daerah minat yang demikian luas di banding dengan bidang-bidang psikologi yang lainnya. Sehingga psikologi kepribadian adalah studi yang mencakup sebagian besar bidang psikologi. Hal ini terjadi karena tujuan utama dari studi psikologi kepribadian adalah memahami manusia secara total ataupun menyeluruh.

1.4 SASARAN-SASARAN PSIKOLOGI KEPRIBADIAN
Salah satu ciri yang utama dari psikologi kepribadian adalah penggunaan konsep-konsep dan metode-metode yang ilmiah dalam upaya memahami manusia. Yang mana dengan penggunaan konsep-konsep dan metode-metode ilmiah tersebut psikologi kepribadian bisa mencapai sasaran-sasarannya. Sasaran-sasaran dari psikologi kepribadian adalah :
1. Memperoleh informasi mengenai tingkah laku manusia.
2. Mendorong individu –individu agar bisa hidup secara penuh dan memuaskan.

1.5 TEORI KEPRIBADIAN DAN FUNGSINYA
Teori kepribadian adalah sekumpulan anggapan atau konsep-konsep yang satu sama lain berkaitan mengenai tingkah laku manusia (Hall Lindzey, 1970).
Adapun fungsi-fungsi yang harus dimiliki oleh setiap teori kepribadian adalah :
1. Fungsi Deskriptif (menguraikan atau menerangkan)
Fungsi deskriptif ini menjadikan suatu teori kepribadian bisa mengorganisasi dan menerangkan tingkah laku atau kejadian-kejadian yang dialami individu secara sistematis.
2. Fungsi Prediktif (meramalkan)
Fungsi prediktif ini menjadikan suatu teori kepribadian bisa meramalkan tingkah laku, kejadian, atau akibat-akibat yang belum muncul pada diri individu.

1.6 EVALUASI TEORI KEPRIBADIAN
Disamping fungsi deskriptif dan fungsi prediktif, teori kepribadian bisa dievaluasi berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, yaitu :
1. Verifiabilitas
Kriteria verifiabilitas menekankan bahwa teori kepribadian haruslah bertumpu pada konsep-konsep yang jelas, didefenisikan secara eksplisit dan memiliki kaitan yang logis satu sama lain, yang memungkinkan teori kepribadian ini bisa diverifikasi (diperiksa) oleh para peneliti lain.
2. Nilai Heuristik
Kriteria ini mengevaluasi sampai sejauh mana suatu teori kepribadian dapat secara langsung mengundang penelitian.
3. Konsistensi Internal
Kriteria ini menekankan bahwa suatu teori kepribadian janganlah mengandung pertentangan didalamnya, serta teori kepribadian tersebut bisa menerangkan tingkah laku secara konsisten.
4. Kehematan
Kriteria kehematan menekankan bahwa teori kepribadian harus disusun berdasarkan konsep yang sesedikit mungkin, jadi, teori kepribadian dianggap lemah apabila menggunakan konsep yang terlalun banyak.
5. Keluasan
Kriteria keluasan (comprehensiveness) ini menunjuk kepada bentangan dan keanekaragaman fenomena yang bisa diliput oleh suatu teori kepribadian. Semakin luas suatu teori kepribadian, maka akan semakin banyak pula fenomena atau dasar-dasar tingkah laku yang diungkapkannya.
6. Signifikansi Fungsi
Kriteria yang terakhir ini menekankan bahwa teori kepribadian itu bisa dievaluasi dalam rangka kegunaannya membantu oranng-orang dalam memahami tingkah laku manusia sehari-hari.

1.7 ARTI DAN DEFINISI KEPRIBADIAN
1. Kepribadian menurut pengertian sehari-hari
Kata personalit dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa latin persona. Pada mulanya kata persona ini menunjuk pada topeng yang biasa digunakan oleh para pemain sandiwara di Zaman Romawi dalam memainkan peran-perannya. Selanjutnya, kata persona ini berubah menjadi satu istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang diterima oleh individu dari kelompok atau masyarakatnya, yang mana individu tersebut diharapkan bisa bertingkah laku berdasarkan gambaran sosial yang diterimanya.
Kepribadian juga sering diartikan dengan ciri-ciri tertentu yang menonjol pada diri individu, yang menunjuk kepada bagaimana individu tampil dan dan menimbulkan kesan bagi individu-individu lainnya.
2. Kepribadian menurut psikologi
Terdapat beberapa defenisi kepribadian dari beberapa ahli psikologi, diantaranya adalah :
a. George Kelly
George Kelly memandang Kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya.
b. Gordon Allport
Gordon Allport merumuskan kepribadian sebagai sesuatu yang terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu yang bersangkutan.
c. Sigmund Freud
Sigmund Freud mamandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem, yakni id, ego dan super ego. dan tingkah laku menurut Freud merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kepribadian tersebut.

1.8 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TEORI KEPRIBADIAN
1. Faktor-faktor historis masa lampau
Teori kepribadian telah dikenai pengaruh oleh semua faktor yang mempengaruhi psikologi. Dari sekian banyak faktor historis yang berkaitan dan menghasilkan psikologi, diantaranya terdapat empat faktor utama yang berpengaruh langsung atas pembentukan teori kepribadian. Empat faktor tersebut adalah :
a. Pengobatan Klinis Eropa
Pengobatan klinis Eropa dapat dikatakan memiliki arti penting bagi teori kepribadian karena peranannya dalam menciptakan iklim intelektual yang memungkinkan Freud mengembangkan psikoanalisanya yang unik, yang mana teori psikoanalisa tersebut merupakan salah satu aliran yang utama dan besar pengaruhnya dalam psikologi modern.
b. Psikometrik
Psikometrik (pengukuran psikologi) digunakan untuk mengukur fungsi-fungsi psikologis manusia seperti kecerdasan, bakat, minat, motif-motif dan trait-trait kepribadian.
c. Behaviorisme
Behaviorisme adalah salah satu aliran dalam psikologi, didirikan pada tahun 1913 oleh John B. Watson (1878-1958).
Pengaruh atau peranan behaviorisme dalam pembentukan teori kepribadian terletak pada upaya dan anjuran-anjurannya untuk memandang dan meneliti tingkah laku secara objektif. Penelitian-penelitian yang digunakan oleh para behavioris melalui penggunaan eksperimen sebagai metodenya dan menggunakan hewan sebagai objek percobaannya. Hal tersebut menjadikan behaviorisme tampil sebagai penyumbang yang besar bagi terciptanya konsep-konsep tentang teori kepribadian yang bisa di uji ketepatannya secara empiris, juga menciptakan teknik terapi baru yang dikenal dengan istilah behavior therapy.
d. Psikologi Gestalt
Psikologi gestalt adalah salah satu aliran psikologi yang didirikan pada tahun 1912 oleh Max Wertheimer (1880-1943) bersama-sama dengan Wolfgang Kohler (1887-1967) dan Kurt Koffka (1886-1941). Yang mana ketiga tokoh tersebut berasal dari Jerman.
Prinsip utama dari psikologi gestalt adalah prinsip bahwa suatu gejala atau fenomena harus dan hanya bisa dimengerti sebagai suatu totalitas (keseluruhan). Prinsip ini menentang elementalisme, yaitu paham yang mempelajari kesadaran dan tingkah laku manusia dengan cara memecah-mecahnya ke dalam elemen-elemen atau bagian-bagian. Prinsip gestalt ini dikenal dengan sebutan prinsip holistik dengan para tokohnya yaitu Alfred Adler, Kurt Goldstein, Gordon Allport, Abraham Maslow dan Carl Rogers.
Prinsip kedua dari psikologi gestalt adalah prinsip bahwa fenomena adalah data yang mendasar bagi psikologi. Prinsip ini sejalan dengan prinsip filsafat dan psikologi fenomenologi yang mengatakan bahwa fenomena harus dilihat apa adanya, tanpa ada pengaruh atau campur tangan apapun dari pengamat. Implikasi dari prinsip ini bisa ditemukan pada teori kepribadian dan teknik terapi Rogers. Selain dua prinsip tersebut, masih banyak tema penting yang terdapat pada psikologi gestalt yang menjadikan psikologi gestalt sebagai suatu aliran yang unik dan berpengaruh. Tetapi dalam bab ini hanya dua prinsip yang dapat dan perlu diungkapkan.
2. Faktor-faktor Kontemporer
Faktor-faktor kontemporer yang mempengaruhi teori kepribadian itu berasal dari dalam maupun luar psikologi. Dari dalam psikologi faktor-faktor itu muncul berupa perluasan dalam area atau bidang studi. Contohnya seperti psikologi lintas budaya, studi tentang proses-proses kognitif, motivasi, dll.
Dari luar psikologi, faktor kontemporer yang berpengaruh tehadap teori kepribadian sangatllah banyak. Sebagai contoh ialah pengaruh filsafat eksistensialisme. Yaitu aliran filsafat yang menekankan kebebasan, penentuan diri dan keberubahan manusia ini meninggalkan jejaknya yang nyata pada pemikiran para teoris kepribadian yang berada dibawah payung eksistensial.
3. Faktor-faktor Pembentuk Kepribadian
a. Faktor keturunan
Faktor keturunan (biologis) berpengaruh langsung dalam pembentukan kepribadian seseorang. Beberapa factor biologis yang penting seperti system syaraf, watak, seksual dan kelainan biologis, seperti penyakit-penyakit tertentu.
b. Faktor lingkungan fisik (geografis)
Meliputi iklim dan bentuk muka bumi atau topografi setempat, serta sumber-sumber alam, Faktor lingkungan fisik (geografis) ini mempengaruhi lahirnya budaya yang berbeda pada masing-masing masyarakat.
c. Faktor lingkungan social
1) Faktor keluarga, dimulai sejak bayi yaitu berhubungan dengan orangtua dan saudaranya
2) Lingkungan masyarakat yang beraneka ragam. Suatu warna yang harus ditegaskan dapat saja dianggap tidak perlu oleh anggota masyarakat lainnya.
d. Faktor kebudayaan yang berbeda-beda
Perbedaan kebudayan yang berbeda-beda .Perbedaan kebudayaan dalam setiap masyarakat dapat mempengaruhi kepribadian seseorang misalnya kebudayaan di daerah pantai, pegunungang, kebudayaan petani, kebudayaan kota.
4. Kebudayaan dan Pengaruhnya terhadap kepribadian
Ciri-ciri dan unsur-unsur kepribadian seseorang individu dewasa sebenarnya sudah tertanam ke dalam jiwa seseorang anak sejak awal yaitu pada masa kanak-kanak melalui proses sosialisasi.

1.9 ANGGAPAN-ANGGAPAN DASAR TENTANG MANUSIA
1. Kebebasan – ketidakbebasan
Anggapan ini menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang bebas berkehendak, bebas mengambil sikap, dan bebas menentukan arah dari kehidupannya. Tetapi teoris yang lain juga beranggapan bahwa manusia merupakan organisme yang tingkah lakunya dideterminasi (ditentukan) oleh sejumlah determinan, determinan atau penentu bagi tingkah laku manusia berada atau berasal dari dalam manusia itu sendiri, seperti naluri-naluri atau dorongan-dorongan
2. Rasionalitas – irasionalitas
Masalah dasar yang terdapat pada dimensi rasionalitas – irasionalitas menyangkut seberapa besar pengaruh atau peranan akal dari dalam diri dan tingkah laku manusia. Anggapan-anggapan ini menyatakan bahwa manusia itu sebagai makhluk yang rasional, namun ada pula yang beranggapan bahwa manusia itu cenderung makhluk yang irasional.
3. Holisme – Elementalisme
Prinsip holistik adalah sebuah prinsip yang berasal dari psikologi gestalt yang menekankan bahwa suatu fenomena harus dilihat dan hanya bisa dimengerti dalam keseluruhannya atau sebagai suatu totalitas. Sedangkan anggapan elementalistik menekankan bahwa suatu hak hanya bisa dipelajari dan diterangkan dengan jalan menyelidiki aspek-aspeknya secara terpisah.
4. Konstitusionalisme – environmentalisme
Teori yang bisa dimasukkan dalam teori kepribadian konstitusionalis adalah teori Freud mengenai naluri yang bersifat bawaan, teori lain yang bisa masuk teori konstitusionalis ini adalah teori Maslow dengan kebutuhan bertingkatnya..
Sementara itu, yang dimaksud dengan environmentalisme adalah paham yang menekankan peranan lingkungan. Sebagai contoh adalah teori yang dikemukakan oleh John Locke (1623-1704), yaitu teori tabula rasa.
5. Berubah – tak berubah
Anggapan dasar ini menyatakan bahwa adanya kemungkinan berubah-tidak berubahnya kepribadian individu sepanjang hidupnya,
6. Subjektivitas – objektivitas
Anggapan dasar tentang subjektivitas – objektivitas manusia bisa dinyatakan melalui pertanyaan-pertanyaan apakah manusia itu hidup dalam pengalaman yang personal atau subjektif dan tingkah lakunya dipengaruhi oleh subjektifitasnya itu, atau apakah tingkah laku manusia itu justru ditentukan oleh faktor-faktor eksternal dan objektif.
7. Proaktif – reaktif
Pandangan Proaktif – reaktif pada dasarnya mengacu atau mempermasalahkan pada tingkah laku manusia , yang mana apakah penyebab tingkah laku manusia itu didorong atau ditentukan oleh kekuatan-kekuatan internal (proaktif) ataukah oleh kekuatan-kekuatan eksternal (reaktif).
8. Homeostatis – heterostatis
Konsep homeostatis menerangkan bahwa tingkah laku manusia terutama dimotivasi atau digerakkan ke arah tegangan-tegangan internal yang terjadi akibat ketidakseimbangan fisis, sehingga keseimbangan bisa dicapai kembali dan terpelihara pada taraf yang optimal, sedangkan heterostatis menekankan bahwa tingkah laku manusia itu terutama dimotivasi ke arah pertumbuhan, pencarian stimulus, dan pengungkapan diri.
9. Dapat diketahui – tidak dapat diketahui
Anggapan ini menyatakan bahwa upaya ilmiah (psikologi) hanya menghsilkan sedikit pengetahuan tentang manusia, tetapai ada juga yang bertolak belakang dengan anggapan ini, mereka beranggapan bahwa manusia akan bisa diketahui melalui upaya ilmiah karena pada dasarnya manusia bertingkah laku seperti hukum alam yang sama dengan makhluk hidup yang la

B. TEORI KEPRIBADIAN PSIKOANALISA
2.1 KEPRIBADIAN DALAM TEORI PSIKOANALISA
Dalam teori psikoanalisa, kperibadian dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga unsur atau sistem yakni id, ego dan super ego.ketiga sistem kepribadian ini satu sama lain saling berkaitan serta membentuk suatu totalitas.
1. Id
Id/das es adalah sistem kepribadian yang paling dasar, yang didalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Untuk dua sistem yang lainnya, id adalah sistem yang bertindak sebagai penyedia atau penyalur energi yang dibutuhkan oleh sistem-sistem terebut untuk operasi-operasi atau kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Dalam menjalankan fungsi dan operasinya, id bertujuan untuk menghindari keadaan tidak menyenangkan dan mencapai keadaan yang menyenangkan.
Untuk keperluan mencapai maksud dan tujuannya itu, id mempunyai perlengkapan berupa dua macam proses, proses yang pertama adalah tindakan-tindakan refleks, yaitu suatu bentuk tingkah laku atau tindakan yang mekanisme kerjanya otomatis dan segera, serta adanya pada individu merupakan bawaan. Proses yang kedua adalah proses primer. Yaitu suatu proses yang melibatkan sejumlah reaksi psikologis yang rumit. Dengan proses primer ini dimaksudkan bahwa id (dan organisme secara keseluruhan) berusaha mengurangi tegangan dengan cara membentuk bayangan dari objek yang bisa mengurangi teganan.
2. Ego
Ego adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia objek tentang kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan.
Menurut Freud, ego tebentuk pada struktur kepribadian individu sebagai hasil kontak dengan dunia luar. Adapun proses yang dimiliki dan dijalankan ego adalah upaya memuaskan kebutuhan atau mengurangi tegangan oleh individu..
Ego dalam menjalankan fungsinya sebagai perantara dari tuntutan-tuntutan naluriah organisme di satu pihak dengan keadaan lingkungan dipihak lain. Jadi, fungsi yang paling dasar ego adalah sebagai pemelihara kelangsungan hidup individu.
3. Superego
Superego/das Uberich adalah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik-buruk).
Adapun fungsi utama dari superego adalah :
1. Sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls teresbut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat.
2. Mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral dari pada dengan kenyataan.
3. Mendorong individu kepada kesempurnaan.
2.2 DINAMIKA KEPRIBADIAN
Freud menyatakan gagasan bahwa energy fisik bisa diubah menjadi energy psikis, dan sebaliknya. Yang menjembatani energi fisik dengan kepribadian adalah id dengan naluri-nalurinya.
1. Naluri
Menurut Freud, naluri atau insting adalah representasi psikologis bawaan dari eksitasi (keadaan tegang dan terangsang) pada tubuh yang diakibatkan oleh munculnya suatu kebutuhan tubuh.
2. macam – macam naluri
Freud berpendapat bahwa naluri-naluri yang ada pada manusia itu ada dua macam, yaitu naluri-naluri kehidupan (life instincts) dan naluri-naluri kematian (death instincts).
3. Penyaluran dan penggunaan energi psikis
Dalam teori Freud dinamika kepribadian terdiri dari jalan tempat energi psikis disalurkan dan digunakan oleh id, ego dan superego. Karena jumlah energi itu terbatas, maka diantara ketiga sistem kepribadian tersebut hampir selalu terjadi persaingan dalam penggunaan energi. Satu sistem ingin mengambil kendali dan ingin memperoleh lebih banyak dari pada yang lainnya. Apabila salah satu sistem memperoleh energi lebih banyak, maka sistem-sistem yang lain akan kekurangan energi dan akan menjadi lemah, sampai energy baru ditambahkan kepada sistem keseluruhan.
4. Kecemasan
Freud membagi kecemasan menjadi tiga jenis, yaitu kecemasan riel, kecemasan neurotik, dan kecemasan moral. Kecemasan real adalah kecemasan atau ketakutan individu terhadap bahaya-bahaya nyata yang berasal dari dunia luar, sedangkan yang dimaksud dengan kecemasan neurotik adalah kecemasan atas tidak terkendalikannya naluri-naluri primitif oleh ego yang nantinya bisa mendatangkan hukuman.
Adapun yang dimaksud kecemasan moral adalah kecemasan yang timbul akibat tekanan superego atas ego individu yang telah atau sedang melakukan tindakan yang melanggar moral.
5. Mekanisme Pertahanan Ego
Menurut Freud, mekanisme pertahanan ego adalah strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-dorongan id, maupun untuk menghadapi tekanan superego atas ego, dengan tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau diredakan.
Freud menguraikan adanya tujuh macam mekanisme pertahanan ego, yaitu :
a. .Represi
Represi adalah mekanisme yang dilakukan oleh ego untuk meredakan kecemasan dengan jalan menekan dorongan-dorongan atau keinginan-keinginan yang menjadi penyebab kecemasan tersebut kedalam tak sadar.
b. ublimasi
Sublimasi adalah mekanisme pertahanan ego yang ditujukan untuk mencegah atau meredakan kecemasan dengan cara mengubah dan menyesuaikan dorongan primitif id yang menjadi penyebab kecemasan kedalam bentuk (tingkah laku) manusia yang bisa diterima dan dihargai masyarakat.
c. Proyeksi
Proyeksi adalah pengalihan dorongan, sikap atau tingkah laku yang menimbulkan kecemasan kepada orang lain.
d. Displacement
Displacement adalah pengungkapan dorongan yang menimbulkan kecemasan pada objek atau individu yang kurang berbahaya atau kurang mengancam dibanding dengan objek atau individu semula.
e. Rasionalisasi
Rasionalisasi menunjuk kepada upaya individu menyelewengkan atau memutarbalikkan kenyataan yang mengancam ego, melalui alas an tertentu yang seakan-akan masuk akal.
f. Reaksi formasi
Reaksi formasi adalah reaksi dimana kadang-kadang ego individu bisa mengendalikan dorongan-dorongan primitive agar tidak muncul sambil secara sadar mengungkapkan tingkah laku sebaliknya.
g. Regresi
Regresi adalah suatu mekanisme dimana individu untuk menghindarkan diri dari kenyataan yang mengancam, kembali kepada taraf perkembangan yang lebih rendah serta bertingkah laku seperti ketika dia berada dalam taraf yang lebih rendah itu.

2.3 PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Teori psikoanalisa mengenai perkembangan kepribadian berlandaskan dua premis, pertama, premis bahwa kepribadian individu dibentuk oleh berbagai jenis pengalaman masa kanak-kanak awal. Kedua, energy seksual (libido) ada sejak lahir dan kemudian berkembang melalui serangkaian tahapan psikoseksual yang bersumber pada proses-proses naluriah organism.
Freud menyatakan bahwa pada manusia terdapat tiga fase atau tahapan perkembangan psikoseksual yang kesemuanya menentukan bagi pembentukan kepribadian. Tiga fase tersebut adalah :
1. Fase Oral
Fase oral adalah fase pertama yang berlangsung pada perkembangan kehidupan individu. pada fase ini, daerah erogen yang paling penting dan paling peka adalah mulut.yakni berkaitan dengan pemuasan kebutuhan dasar akan makanan atau minuman. Stimulasi atau perangsangan atas mulut merupakan tingkah laku yang menimbulkan kesenangan atau kepuasan.
2. Fase Anal
Fase anal dimulai dari tahun kedua sampai tahun ketiga kehidupan. Pada fase ini energy liibidal dialihkan dari mulut ke daerah dubur,serta kesenangan dan kepuasan diperoleh dengan tindakan mempermainkan atau menahan kotoran (faeces). Pada fase ini pula, seorang anak diperkenalkan kepada aturan-aturan kebersihan yang disebut toilet training.
3. Fase Falik
Fase falik ini berlangsung pada tahun keempat atau kelima, yakni suatu fase ketika energi libido sasarannya dialihkan dari daerah dubur kedaerah alat kelamin. Pada fase ini anak mulai tertarik pada alat kelaminnya sendiri dan mempermainkannya dengan maksud untuk memperoleh kepuasan lainnya.

2.4 VALIDASI EMPIRIS ATAS KONSEP-KONSEP PSIKOANALISA
Dalam pembahasan berikut, akan diungkapkan beberapa penelitian yang dilakukan dalam rangka menguji validitas konsep-konsep psikoanalisa. Penelitian-penelitian tersebut adalah :
1. Penelitian mengenai represi.
2. Kompleks kastrasi dan penis envy dalam mimpi.
3. Humor dan tertawa.
4. Pemilihan anak laki-laki versus anak perempuan.

2.5 PENERAPAN PSIKOANALISA DALAM PSIKOTERAPI
1. Penggunaan Asosiasi Bebas
Dengan menggunakan asosiasi bebas, pasien didorong untuk melepaskan seluruh refleksi kesadarannya, mengikuti pemikiran dan perasaannya secara spontan. Sehingga pengungkapan hal-hal yang terlintas dalam pikiran pasien tersebut berjalan dengan lancar.
Asosiasi bebas bertumpu pada anggapan bahwa satu asosiasi mengarahkan pada hal-hal lain yang terdapat jauh dialam tak sadar. Asosiasi yang diucapkan oleh pasien ditafsirkan sebagai pengungkapan tersamar atau berkedok dari pemikiran atau perasaan yang direpres.
2. Analisis Mimpi
Freud memandang mimpi sebagai jalan utama menuju kea lam tak sadar karena dia melihat isi mimpi ditentukan oleh keinginan-keinginan yang direpres. Mimpi juga bisa ditafsirkan sebagai pemuasan simbolis dari keinginan-keinginan, dan isinya sebagian merefleksikan pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak awal.
3. Analisis Transferensi
Transferensi adalah fenomena saat pasien menggunakan mekanisme pertahanan ego, dimana impuls tak sadar dialihkan sasarannya dari objek satu ke objek lainnya.
Dalam fenomena transferensi, pasien akan mengalami neurosis transferensi, dimana neurosis transferensi ini membantu memperoleh pemahaman atas cara-cara pasien dalam mengamati, merasakan dan bereaksi terhadap figur orang-orang yang berarti pada awal kehidupannya.
4. Reedukasi
Reedukasi bukanlah suatu teknik terapi psikoanalisa, melainkan suatu upaya mendorong pasien agar memperoleh pemahaman baru atas kehidupan yang dijalaninya. Reedukasi ini dilakukan pada tahap akhir dari terapi.

C. TEORI KEPRIBADIAN BEHAVIORSME
3.1 PENDEKATAN PSIKOLOGI SKINNER
1. Tentang Otonomi Manusia
Skinner menolak seluruh penguraian tingkah laku yang didasarkan pada keberadaan agen hipotesis yang terdapat dan menentukan diri manusia seperti self, ego dan sebagainya. Menurut Skinner mekanisme mentalistik dan intrapsikis itu bersumber pada pemikiran animisme. Skinner menentang anggapan mengenai adanya “agen internal” dalam diri manusia yang menjadikan manusia memiliki otonomi atau kemandirian dalam bertingkah laku.
Keberadaan manusia otonom itu bergantung pada pengetahuan kita, dan dengan sendirinya akan kehilangan status dan tidak diperlukan lagi apabila kita mengetahui lebih banyak tentang tingkah laku. Skinner berpendapat bahwa kita tidak perlu mencoba untuk menemukan apa itu kepribadian, keadaan jiwa, perasaan, sifat-sifat, rencana, tujuan, sasaran atau prasyarat-prasyarat lain dari manusia otonom dalam rangka memperoleh pemahaman mengenai tingkah laku manusia.
2. Penolakan atas penguraian fisiologis-genetik
Skinner tidak percaya bahwa jawaban akhir dari pertanyaan-pertanyaan psikologi akan bisa ditemukan dalam laboratorium ahli fisiologi. Penolakan Skinner atas penguraian atau konsepsi-konsepsi fisiologis-genetik dari tingkah laku itu sebagian besar berlandaskan alasan bahwa penguraian semacam itu tidak memungkinkan kontrol tingkah laku.
3. Psikologi sebagai ilmu pengetahuan tingkah laku
Skinner beranggapan bahwa seluruh tingkah laku ditentukan oleh aturan-aturan, bisa diramalkan dan bisa dibawa kedalam kontrol lingkungan atau bisa dikendalikan. Menurut Skinner, ilmu pengetauan tentang tingkah laku manusia, yakni psikologi, pada dasarnya tidak berbeda dengan ilmu pengetahuan lainnya yang berorientasi kepada data yang bertujuan untuk meramalkan dan mengendalikan fenomena yang dipelajri (dalam psikologi Skinner, fenomena yang dipelajari adalah tingkah laku).
4. Kepribadian menurut perspektif behviorisme
Menurut Skinner, individu adalah organisme yang memperoleh perbendaharaan tingkah lakunya melalui belajar. Dia bukanlah agen penyebab tingkah laku, melainkan tempat kedudukan atau suatu point dimana faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang khas secara bersama menghasilkan akibat atau tingkah laku yang khas pula pada individu tersebut.
Bagi Skinner, studi tentang kepribadian ditujukan kepada penemuan pola yang khas dari kaitan antara tingkah laku organism dan konsekuensi-konsekuensi yang diperkuatnya.
3.2 PENGONDISIAN OPERAN
Skinner membedakan dua tipe respons tingkah laku, yakni responden dan operan. Dalam arti singkatnya, tingkah laku responden adalah suatu respons yang spesifik yang ditimbulkan oleh stimulus yang dikenal, dan stimulus itu selalu mendahului respons.
Tingkah laku responden yang tarafnya lebih tinggi, dimiliki oleh individu melalui belajar dan bisa dikondisikan.
1. Mencatat tingkah laku operant
Skinner beranggapan bahwa hukum-hukum fungsional dari tingkah laku paling baik dikembangkan dengan memusatkan pada faktor-faktor yang meningkatkan dan atau mengurangi probabilitas kemunculan respons dilain waktu dari pada menciptakan stimulus spesifik yang memacu respons.
Dalam pengondisian operant, tingkah laku organisme perlu diukur dan dicatat begitu tingkah laku itu muncul. Karena sumber data psikologi yang paling berarti adalah tingkatan merespon dari organisme (jumlah respon yang dihasilkan dari waktu tertentu).
Pengondisian operan ini memungkinkan peneliti bisa menguji atau memeriksa bagaimana variabel-variabel (penguatan atau hukuman) mengetahui tingkah laku operan dalam periode yang diperpanjang.
2. Jadwal perkuatan
Inti dari pengondisian operan menunjukkan bahwa tingkah laku yang diberi penguatan akan cenderung diulang. Sebaliknya, tingkah laku yang tidak diberi penguatan
Selanjutnya, yang dimaksud dengan jadwal perkuatan itu sendiri adalah aturan yang menentukan dalam keadaan bagaimana atau kapan perkuatan-perkuatan akan disampaikan
Dalam system Skinner, terdapat beberapa jadwal perkuatan yang bebeda, yang kesemuanya bisa dikategorikan menurut dua dimensi dasar, yaitu :
a. Perkuatan yang diberikan hanya setelah organisme melalui interval waktu (disebut jadwal perkuatan interval).
b. Perkuatan yang diberikan hanya setelah organisme menunjukkan sebuah respons (disebut jadwaL perkuatan perimbangan).
3. Tingkah laku takhyul
Pengondisian operan ini diantarai oleh kausal-temporal antara tingkah laku organisme dan konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkannya. Tetapi sering terjadi kaitan antara respons dan hasil yang mengikutinya muncul semata-mata karena kebetulan.
Tingkah laku yang disandarkan pada hubungan respon perkuatan kebetulan itu disebut juga tingkah laku takhyul. Menurut Skinner, tingkah laku takhyul akan muncul dalam keadaan individu percaya bahwa tingkah laku tertentu yang diungkapkannya merupakan penyebab dari kejadian yang telah dan akan dialaminya.
Skinner juga mengemukakan bahwa tingkah laku takhyul itu tidak hanya merupakan hasil dari pengalaman pribadi atau kisah pengondisian individual, melainkan banyak diantaranya yang berasal dari pengalaman bersama dan turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.
4. Shaping
Shaping adalah pembentukan suatu respons melalui pemberian perkuatan atas respons-respons lain yang mengarah atau mendekati respons yang ingin dibentuk itu. Dengan demikian, peneliti bisa mpemperpendek waktu yang bisa diperlukan untuk mengondisikan respons, dan bisa juga meningkatkan rentang dari tungkah laku operan yang tidak bisa dicapai melalui pengondisian standar yang kaku.
5. Pemerkuat sekunder
Skinner berpendapat bahwa pemerkuat itu terdiri dari dua jenis, yakni pemerkuat primer dan pemerkuat sekunder. Pemerkuat primer (pemerkuat tak berkondisi) adalah kejadian atau objek yang memiliki sifat memperkuat secara inheren. Sedangkan pemerkuat sekunder adalah hal, kejadian atau objek yang memiliki nilai pemerkuat respons melalui kaitan yang erat dengan pemerkuat primer berdasarkan pengalaman pengondisian atas proses belajar pada organisme. Perubahan kecil dalam prosedur standar pengondisian operan menunjukkan bagaimana stimulus netral bisa memperoleh daya atau nilai pemeerkuat bagi suatu tingkah laku. Halm yang paling penting bagi pemerkuat sekunder adalah kecenderungannya untuk digeneralisasikan apabila dipasangkan dengan lebih dari satu pemerkuat primer.
Skinner menyatakan bahwa pemerkuat sekunder memang memiliki daya yang besar bagi pembentukan dan pengendalian tingkah laku. Tetapi, karena masing-masing individu mempunya pengalaman yang berbeda, maka nilai pemerkuat sekunder itu belum tentu sama bagi semua orang.
6. Penggunaan stimulus aversif
Stimulus aversif adalah stimulus yang tidak menyenangkan, tidak diharaokan dan selalu dihindari oleh organisme. Skinner menyebutkan bahwa ada dua metode yang berbeda sehubungan dengan penggunaan stimulus aversif ini, yakni pemberian hukuman (punishment) dan perkuatan negatif
7. Generalisasi dan diskriminasi stimulus.
Generaslisasi stimulus adalah kecenderungan untuk terulang atau meluasnya tingkah laku yang diperkuat dari satu situasi stimulus ke dalam situasi stimulus yang lain. Sedangkan yang dimaksud dengan diskriminasi stimulus adalah suatu proses belajar bagaimana merespons secara tepat terhadap berbagai stimulus yang berbeda.
3.3 VALIDASI EMPIRIS ATAS TEORI BELAJAR SKINNER
Validasi empiris atas teori belajar Skinner bisa diketahui dari berbagai pendapat Skinner, meliputi :
1. Metode penelitian Skinner
2. Terapi tingkah laku, dan
3. Penanggungan masalah perkawinan
3.4 PENERAPAN: DUNIA SEBAGAI KOTAK SKINNER
1. Teknologi tingkah laku
Menurut Skinner, seluruh masalah utama yang dihadapi dunia modern dewasa ini adalah menyangkut tingkah laku manusia. Yang mana masalah tersebut tidak akan bisa teratasi jika hanya mengandalkan fisika atau kimia. Yang dibutuhkan justru teknologi tingkah laku. Dengan kata lain, untuk memahami tingkah laku manusia kita harus melihat faktor-faktor penyebab yang sesungguhnya, yaitu faktor lingkungan.
Skinner beranggapan bahwa sifat-sifat atau gambaran-gambaran dari manusia otonom yang paling menghambat atas terbentuknya teknologi tingkah laku adalah “kebebasan dan kemuliaan:
2. Kebebasan
Menurut Skinner manusia dan kemanusiaan tidak akan sepenuhnya lepas dari kendali lingkungan, melainkan hanya lepas dari pengendali-pengendali tertentu. Untuk memperbaiki keadaan manusia, manusia itu sendiri harus menghentikan usaha pencarian kebabasan yang sia-sia, dan memusatkan perhatian ilmiah kepada perubahan drastis dari struktur-struktur sosial.
3. Kemuliaan
Konsep mengenai kemuliaan manusia (human dignity) adalah menyangkut penghormatan dan pemeliharaan martabat manusia. Menurut Freud penganut konsep tersebut menentang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tingkah laku, sebab mereka dihambat oleh ilusi mengenai kemuliaan dan tanggung jawab manusia otonom itu. Oleh karena itu konsep kemuliaan menghambat kemajuan manusia. Dan jika kita ingin membangun konsep dunia versi skinner, konsep kemuliaan harus dibuang bersama konsep kebebasan.
4. Hukuman
Skinner menentang hukuman tidak hanya karena hukuman itu berasal dari konsep yang keliru mengenai tingkah laku manusia. Tetapi juga hukuman itu bersifat tidak efektif. Selain itu, menurut Skinner bahwa salah satu tugas utama kita adalah membuat kehidupan kurang dari hukuman dengan merancang masyarakat yang tidak perlu menggunakan hukuman sebagai pengendali tingkah laku para anggotanya.
5. Alternatif dari Hukuman
Skinner menyatakan bahwa alternatif-alternatif lain dari hukuman itu tidak efektif. Selain itu alternatif lain dari hukuman dipraktekkan secara kaku. Alternatif-alternatif itu menurut Skinner antara lain permissiveness, bimbingan dan metode “mengubah pikiran”. Permissiveness atau kebijakan membiarkan adalah cara yang tidak efektif disebabkan kebijakan semacam ini meninggalkan aspek-aspek lain dari pengendalian lingkungan.
6. Nilai-nilai
Menurut Skinner, memutuskan atau menilai suatu hal sebagai baik atau buruk mengandung arti mengklasifikasikan suatu hal tersebut ke dalam rangka efek-efek memperkuatnya. Tegasnya, sesuatu yang baik adalah sesuatu yang memperkuat secara positif. Sedangkan sesuatu itu dikatakan buruk apabila memperkuat secara negatif. Sasaran umum yang dimaksud Skinner dalam hal ini adalah untuk menciptakan masyarakat yang seimbang. Dimana masing-kmasing orang diperkuat atau memperoleh perkuatan secara maksimal.
7. Evolusi Kebudayaan
Penciptaan utopia behaviorisme menuntut pemahaman mengenai bagaimana kebudayaan-kebudayaan atau lingkungan-lingkungan sosial berkembang. Menurut Skinner, peranan teknologi tingkah laku dalam pemeliharaan kelangsungan kebudayaan itu adalah membantu percepatan evolusi kebudayaan.
8. Perancangan kebudayaan
Skinner mangajukan gagasan tentang perancangan kebudayaan menurut prinsip behaviorisme. Menurut Skinner, kebudayaan mirip dengan kotak eksperimen yang sering ia gunakan dalam penyelidikan tingkah laku. Karena pada keduanya terdapat keniscayaan-keniscayaan dari perkuatan. Skinner juga beranggapan bahwa, rancangan kebudayaan ilmiah itu hanyalah satu cara dari kita untuk memelihara kelangsungan kebudayaan dan kehidupan kita sendiri. Kebudayaan kita, yang telah menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu menyelamatkan dan diselamatkan pengelolanya melalui tindakan-tindakan yang efektif
9. Penghapusan konsep manusia otonom.
Skinner menegaskan perlunya penghapusan konsep manusia otonom, karena keberadaan manusia otonom berikut atribut-atribut mentalnya sangan kabur, menurut Skinner, pada gilirannya konsep manusia otonom itu setahap demi setahap harus dihapuskan dan digantikan oleh konsep dan upaya pengendalian tingkah laku.

D. TEORI KEPRIBADIAN HUMANISTIK
4.1 EKSISTENSIALISME DAN PSIKOLOGI HUMANISTIK
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang mempermasalahkan manusia sebagai individu yang dan sebagai problema yang unik dengan keberasaannya. Menurut aliran eksistensialisme, manusia adalah hal yang-mengada-dalam dunia (being in the word) dan menyadari penuh akan keberadaannya.
Para filsuf eksistensialisme percaya bahwa setiap individu mengalami kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya itu. Sejumlah tokoh dari eksistensialisme ini adalah Soren Kierkegarrd, Nietzsche, Karls Jaspers, Martin Heidegger, Sartre, Merleau-Ponty, Camus, Binswanger, Medard Boss dan Viktor Frankl.
Eksistensialisme ini menarik bagi para ahli psikologi humanistik. Para ahli humanistic pun menekankan bahwa individu adalah penentu bagi tingkah laku dan pengalamannya sendiri. Manusia adalah agen yang sadar, beabas meilih atau menentukan setiap tindakannya.
Konsep penting lainnya bagi psikologi humanistik yang diambil dari eksistensialisme adalah konsep kemenjadian (becoming). Menurut konsep ini, manusia tidak pernah diam, tetapi selalu dalam proses untuk menjadi sesuatu yang lain dari sebelumnya.

4.2 AJARAN-AJARAN DASAR PSIKOLOGI HUMANISTIK
1. Individu sebagai keseluruhan yang integral
Salah satu aspek yang fundamental dari psikologi humanistik adalah ajarannya bahwa manusia atau individu harus dipelajari sebagai keseluruhan yang integral, khas dan terorganisasi.
2. Ketidakrelevanan penyelidikan dengan hewan
Para psikologi humanistic mengingatkan tentang adanya perbedaan antara manusia dengan hewan. Maslow menegaskan bahwa penyelidikan manusia dengan hewan tidak relevan bagi upaya memahami tingkah laku manusia karena mengabaikan ciri-ciri yang khas pada manusia.
3. Pembawaan baik manusia
Psikologi humanistik memiliki anggapan bahwa manusia itu pada dasarnya adalah baik. Kekuatan jahat atau merusak yang ada pada manusia itu adalah hasil dari lingkungan yang buruk, bukan merupakan bawaan.
4. Potensi kreatif manusia
Salah satu prinsip dari psikologi humanistic adalah bahwa potesnsi kreatif merupakan potensi umum yang ada pada manusia. Maslow juga menemukan bahwa kebanyakan orang yang kehilangan kreativitasnya menjadikan mereka ”tak berbudaya”
5. Penekanan pada kesehatan psikologis
Psikologi humanistik memandang self-fulfillment sebagai tema yang utama dalam hidup manusia. Suatu tema yang tidak akan ditemukan pada teori lain yang berlandaskan studi atas individu yang mengalami gangguan.

4.3 TEORI KEBUTUHAN BERTINGKAT
Menurut maslow, bagi manusia kepuasan itu bersifat sementara. Jika suatu kebutuhan telah terpuaskan, maka kebutuhan-kebutuhan lain akan menutut pemuasa,. begitu setersunya. Berdasarkan ciri demikian, Maslow mengajukan gagasan bahwa kebutuhan yang ada pada manusia adalah merupakan bawaan dan tersusun menurut tingkatan (bertingkat). Kebutuhan yang tersusun bertingkat itu dirinci kedalam lima tingkat kebutuhan, yaitu :
1. Kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis
2. Kebutuhan akan rasa aman
3. Kebutuhan akan cinta dan memiliki
4. Kebutuhan akan rasa harga diri, dan
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri.
Menurur Maslow, ke butuhan yang ada di tingkat dasar pemuasannya lebih mendesak dari pada kebutuhan yang ada di atasnya. Susunan kebutuhan dasar yang bertingkat itu merupakan organisasi yang mendasari manusia. Dengan melihat kebutuhan individu tersebut, kita bisa melihat kualitas perkembangan kepribadian individu tersebut. Semakin individu itu mampu memuaskan kebutuhannya yang tinggi, maka individu itu akan semakin semakin mampu mencapai individualitas, matang dan berjiwa sehat.
Maslow mengingatkan bahwa dalam pemuasan kebutuhan itu tidak sselalu kebutuhan yang ada di bawah lebih penting atau didahulukan dari kebutuhan yang ada diatasnya. Tetapi tentu saja hal tersebut merupakan suatu kekecualian, karena secara umum kebutuhan yang lebih rendah pemuasannya lebih mendesak dari pada kiebutuhan yang lebih tinggi.

4.4 MOTIF KEKURANGAN DAN MOTIF PERTUMBUHAN
Maslow membagi motif-motif manusia kedalam dua kategori, yakni motif kekurangan (deficite motive) dan motif pertumbuhan (growth motive). Motif-motif kekurangan menyangkut kebutuhan fisiologis dan rasa aman.. sasaran utama dari motif kekurangan ini adalah mengatasi peningkatan tegangan organismik yang dihasilkan oleh keadaan kekurangan. Motif-motif kekurangan ini menjadi penentu yang mendesak bagi tingkah laku individu. ia mengajukan lima criteria atau ciri dari motof kekurangan, yakni :
1. Ketiadaan pemuasnya membuat sakit
2. Adanya atau kehadiran pemuasnya mencegah sakit
3. Perbaikan atau pengadaan pemuasnya meyembuhkan sakit
4. Di bawah kondisi memilih, pemenuhan motif kekurangan akan diutamakan
5. Motif-motif kekurangan tidak begitu dominan pada orang sehat
Berbeda dengan motif kekurangan, motif pertumbuhan adalah motif yang mendorong individu untuk mengungkapkan potensi-potensinya. Arah dari motif pertumbuhan ini adalah memperkaya kehidupan dengan memperbanyak belajar dan pengalaman dan karenanya juga member semangat hidup.
Maslow mengemukakan bahwa motif-motif pertumbuhan pada manusia adalah nalurian dan inheran. Karena itu motif pertumbuhan harus terpuaskan apabila kesehatan psikologis ingin terpelihara dan perkembangan yang maksimal ingin dicapai.jika tidak terpuaskan, maka individu tersebut akan sakit secara “psikologi”, “penyakit” tersebut oleh Maslow disebut metapatologi.
Di bawah ini adalah tabel penjelasan dari motif-motif pertumbuhan dan bentuk-bentuk metapatologi yang mungkin muncul.
Motif pertumbuhan Metapatologi
- Kebenaran
- Keindahan
- Keunikan
- Kesempurnaan
- Keadilan
- Semangat
- Kebajikan
- Kesederhanaan
Kehilangan kepercayaan, sinisme, ekeptisisme.
- Kekasaran, kehilangan rasa keindahan, kesuraman.
- Kehilangan rasa diri dan individualitas.
- Ketidakberdayaan, kekacauan, ketidakterkendalikan.
- Ketidakadilan, egosentrisme, sinisme.
- Kehilangan semangat hidup, depresi.
- Kebencian, kejijikan, pementingan diri sendiri.
- Keruwetan, kebingungan, kekalapan, kehilangan orientasi.

4.5 VALIDASI EMPIRIS ATAS TEORI KEPRIBADIAN MASLOW
Usaha-usaha untuk menguji atau membuktikan teori Maslow, terutama dipusatkan pada dua konsep, yaitu :
1. Pengujian atas konsep kebutuhan bertingkat
2. Pengukura n dan alat ukur aktualisasi diri
Perhatian dan usaha empiris hanya ditujukan kepada kedua konsep tersebut karena keduanya telah member sumbangan yang besar terhadap psikologi dan teori kepribadian.

BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.
Para ahli tampaknya masih sangat beragam dalam memberikan rumusan tentang kepribadian. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.

B. SARAN
Demi kesumpurnaan makalah ini, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat menbangun kearah kebaikan demi kelancaran dan kesumpurnaan penulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://belajarpsikologi.com/teori-hierarki-kebutuhan-maslow/
http://edukasi.kompasiana.com/2011/02/13/teori-bf-skinner/
http://belajarpsikologi.com/teori-pengembangan-kepribadian/
http://stikunsap.forumotion.net/t5-teori-perkembangan-kepribadian-sullivan
http://www.pinasthika.co.id/index.php/the-community/106-konsep-kepribadian-menurut-kurt-lewin

الاثنين، 15 سبتمبر 2014

MAKALAH PENDEKATAN STUDI ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pada awal tahun 1970-an berbicara mengenai penelitian agama dianggap tabu. Orang akan bertanya: kenapa agama yang sudah begitu mapan mau diteliti; agama adalah wahyu Allah. Sikap serupa juga terjadi di Barat. Dalam pendahuluan bukuSeven Theories Of Religion dikatakan, dahulu orang Eropa menolak anggapan adanya kemumgkinan meniliti agama. Sebab, antara ilmu dan nilai serta antara ilmu dan agama (kepercayaan), tidak bisa disinkronkan. 
Namun gelombang perhatian terhadap agama belakangan ini meningkat tajam. Agama yang dalam kerangka positivisme disertakan dengan “mitos” dan karenanya diramalkan akan tenggelam dilibas kekuatan “ideologi” dan “ilmu pengetahuan”, kini kian menunjukkan nyalanya. 
Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekadar disampikan dalam khutbah, melainkan secara konsepsional menunjukkkan cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.
Diketahui bahwa Islam sebagai agama yang memiliki banyak dimensi, yaitu mulai dari dimensi keimanan, akal pikiran, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, sejarah, perdamaian, sampai pada kehidupan rumah tangga, dan masih banyak lagi. Untuk memahami berbagai dimensi ajaran Islam tersebut jelas memerlukan berbagai pendekatan yang digali dari berbagai disiplin ilmu. Di dalam Al Qur’an yang merupakan sumber ajaran Islam, misalnya dijumpai ayat-ayat tentang proses pertumbuhan dan perkembangan anatomi tubuh manusia. Untuk menjelaskan masalah ini jelas memerlukan dukungan ilmu anatomi tubuh manusia. Selanjutnya untuk membahas ayat-ayat yang berkenaaan dengan masalah tanaman dan tumbuh-tumbuhan jelas memerlukan bantuan ilmu pertanian.
Berkenanaan dengan pemikiran diatas, maka kita perlu mengetahui dengan jelas pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam memahamai agama. Hal ini perlu dilakukan, karena melalui pendekatan tersebut kehadiran agama secara fugsional dapat dirasakan oleh penganutnya.  Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, tidak mustahil agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional, dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama, dan hal ini tidak boleh terjadi.
Ditinjau dari perspektif pendekatan yang digunakan, studi Islam menggunakan berbagai macam pendekatan. Hal ini sangat menarik untuk dikaji untuk mengetahui pendekatan apa saja yang digunakan untuk mengkaji islam. Namun apa yang dipaparkan dalam makalah ini bukanlah sebuah uraian yang utuh, melainkan hanya sebagian dari aneka pendekatan yang digunakan dalam mengkaji Islam.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada malah ini adalah :
1.Apa pengertian dari pendekatam dalam kaitannya dengan studi agama?
2.Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan Antropologis?
3.Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan Feminis?
4.Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan Fenomenologis?
5.Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan Filologi?
6.Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan Filosofis?
7.Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan Hermeneutik?
8.Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan Historis?
9.Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan Psikologis?
10.Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan Sosial-Budaya?
11.Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan Sosiologis?
12.Bagaimana pemahaman agama bila dilihat dari pendekatan Teologis?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendekatan
Dalam mempelajari agama diperlukan berbagai macam pendekatan agar substansi dari  agama itu mudah dipahami. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan ini Jamaluddin Rakhmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma realitas agama yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Oleh karena itu, tidak ada persoalaan apakah penelitian agama itu, penelitian ilmu sosial, penelitian legalisti, atau penelitian filosofis.
Berbagai pendekatan manusia dalam memahami agama dapat melalui pendekatan paradigma ini. Dengan pendekatan ini semua orang dapat sampai pada agama. Di sini dapat dilihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan normalis, melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupannya. Oleh karena itu, agama hanya merupakan hidayah Allah dan merupakan suatu kewajiban manusia sebagai fitrah yang diberikan Allah kepadanya. 

B. Pendekatan Antropologis
Antropologi adalah ilmu tentang manusia khususnya tentang asal-usul, neka warna bentuk fisik, adat istiadat, dan kepercayaan pada masa lampau. Antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mengkkaji masalah manusia dan budayanya. Ilmu ini bertujuan untuk memperoleh suatu pemahaman totalitas manusia sebagai makhluk hidup, baik di masa lampau maupun masa sekarang. Antropologi itu tidak lebih dari suatu usaha untuk memahami keseluruhan pengalaman sosialnya. Maka hasil maksimum yang diperoleh dari antropologi adalah fenomena yang menunjukkan adanya Tuhan. 
Pendekatan antropologis dan studi agama membuahkan antropologi agama yang dapat dikatakan sebagian dari antropologi budaya, bukan antropologi sosial. Metode antropologi pada umumnya adalah objek sekelompok manusia sederhana dalam kebudayaan hidupnya. Jadi, studi antropologis terhadap agama saat ini tidak didasarkan pada data penentuan laporan, melainkan hanya berdasarkan dari tulisan dan laporan kisah perjalanan ahli antropolog. 
Pendekatan antropologi dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh berkembang dimasyarakat. Melalui perndekatan ini agama tamapak lebih akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya.
Dalam berbagai penelitian antropologi, agama dapat ditemukan adanya hubungan positif antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik golongan masyarakat yang kurang mampu. Pada umumnya mereka lebih tertarik kepada gerakan-gerakan keagamaan yang menjanjikan perubahan tatanan sosial masyarakat. Sedangkan golongan orang yang kaya lebih cenderung untuk mempertahankan tatanan masyarakat yang sudah mapan secara ekonomi lantaran tatanan itu menguntungkan pihaknya.
Melalui pendekatan antropologi sosok agama yang berada pada daratan empirik akan dapat dilihat serat-seratnya dan latar belakang mengapa ajaran agama tersebut muncul dan dirumuskan. Antropologi berupaya melihat hubungan antara agama dengan berbagai pranata yang terjadi di masyarakat.  
Dalam pendekatan ini kita melihat bahwa agama ternyata berkorelasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Dalam hubungan ini, jika ingin mengubah pandangan dan sikap etos kerja seseorang maka dapat dilakukan dengan cara mengubah pandangan keagamaan. Selanjutnya melalui pendekatan antropologis ini, kita dapat melihat agama dalam hubungannya dengan mekanisme pengorganisasian.
Salah satu konsep terpenting dalam antropologi modern adalah holisme, yakni pandangan bahwa praktik sosial harus diteliti dalam konteks dan secara esensial dilihat sebagai praktik yang berkaitan dengan yang lain dalam masyarakat yang sedang diteliti. Para antropolog harus melihat agama dan praktik-praktik pertanian, kekeluargaan dan politik, magic dan pengobatan secara bersama-sama, maka agama tidak bisa dilihat sebagai sistem otonom yang tidak terpengaruh oleh praktik-praktik sosial lainnya. 
Obyek studi antropogis terhadap agama ini adalah model-model keagamaan misalnya mite, upacara, totem, dan lain-lain. Menurut Anthoni Jackson obyek ini ada 4 kelompok :
• Modus pemikiran primitif meliputi masalah kepercayaan, rasionalitas dan klasifikasi sistemnya,          semacam soal totem.
• Bagaimana pemikiran dan perasaan dikomunikasikan, seperti melalui simbol dan mite.
• Teori dan praktik keagamaan yang biasanya topik sentralnya adalah ritus.
• Praktik ritual sampingan seperti soal magic, ekstase dan orakel.
Monograf atau penggambaran model keagamaan masyarakat sederhana yang menjadi obyek pendekatan antropologis, adapula yang menggunakan model lain atau aliran-aliran dalam antropologi agama, diantaranya :
a. Aliran Fungsional
Tokoh aliran fungsional diantaranya adalah Brosnilaw Kacper Malinowski (1884-1942). Malinowski berkeyakinan bahwa manusia primitif mempunyai akal yang rasional, walaupun sepintas lalu mungkin segi-segi kebudayaan mereka kelihatannya tidak rasional. Baginya tujuan dari penelitiannya yakni meraba titik pandang pemikiran masyarakat sederhana dan hubungannya dengan kehidupan, serta menyatakan pandangan mereka tentang dunia.
 
b. Aliran Historis
Tokoh aliran antropologi historis ini adalah E.E. Evans Pritchard (1902-1973). Ciri-ciri antropologi historisnya adalah :
•Seperti halnya sejarah, berusaha mengerti, memahami ciri terpenting sesuatu kebudayaan, dan seterusnya menerjemahkannya ke dalam kata-kata atau istilah-istilah bahasa peneliti sendiri.
•Seperti halnya pendekatan sejarah, berusaha menemukan struktur yang mendasari masyarakat dan kebudayaannya dengan analisis-analisisnya yang dapat dinamakan analisis structural.
•Struktur masyarakat dan kebudayaan tadi kemudian dibandingkan dengan struktur masyarakat dan kebudayaan yang berbeda. Evans Pritchard berpendapat bahwa masyarakat primitif sebenarnya juga berpikir rasional seperti halnya manusia modern. Dalam karyanya tentang suku Nuer, ia menganalisis arti konsep-konsep kunci yang terdapat dalam suku Nuer seperti Kowth yang berarti semacam hantu, berusaha menemukan motif-motif tradisi lisan mereka, serta berusaha memahami simbol-simbol dan ritus-ritus mereka. Disamping itu, ia berusaha menemukan wujud konkret agama itu. Ia ingin menemukan apa yang dinamakan agama itu, yang kenyataannya bersangkutan dengan segala yang berada di sekeliling manusia, baik secara pribadi maupun secara sosial. 
      
c. Aliran Struktural
Tokoh pendekatan antropologi struktural adalah Claude Levi Strauss (1908-1975). Obyek favoritnya adalah keluarga masyarakat sederhana, bahasa dan mite. Bahasa dan mite. Bahasa dan mite menggambarkan kaitan antara alam dengan budaya. Dalam hubungan antara alam dan budaya itulah dapat ditemukan hukum-hukum pemikiran masyarakat yang diteliti. Baginya alam mempunyai arti lain dalam pengertian biasa. Alam diartikan segala sesuatu yang diwarisi manusia oleh manusia dari manusia sebelumnyasecara biologis, artinya tidak diusahakan dan tidak diajarkan serta dipelajari. Sedangkan budaya adalah segala sesuatu yang diwarisi secara tradisi sehingga akan berisikan semua adat istiadat, keterampilan serta pengetahuan manusia primitif. Jadi antropologi struktural yaitu pemikiran-pemikiran yang mendasari semua tingkah laku dan agama masyarakat primitif.
Melalui pendekatan antropologi terlihat dengan jelas hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan manusia, dan dengan itu pula agama terlihat akrab dn fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan manusia. Pendekatan antropologi seperti itu diperlukan adanya, sebab banyak berbagai hal dibicarakan agama hanya bisa dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan antropologi. Artinya manusia dalam memahami ajaran agama, dapat dijelaskan melalui bantuan ilmu antropologi dan cabang-cabangnya.

C. Pendekatan Feminis
Pendekatan feminis dalam studi agama tidak lain merupakan suatu transformasi kritis dari perspektif teoretis yang ada dengan menggunakan gender sebagai kategori analisis utamanya. Sebagaimana agama, feminis memberi perhatian pada makna identitas dan totalitas manusia pada tingkat yang paling dalam, didasarkan pada banyak pandangan interdisipliner baik dari antropologi, teologi, sosiologi dan filsafat. Tujuan utama dari tugas feminis adalah mengidentifikasi sejauh mana terdapat persesuaian antara pandangan feminis dan pandangan keagamaan terhadap kedirian, dan bagaimana menjalin interaksi yang paling menguntungkan antara satu dengan yang lain.
Perkebangan teoretis belakangan dalam studi keagamaan perempuan menunjukkan bahwa disamping mencari asal status inspirasional seluruh perepuan masa lampau, juga memunculkan pertanyaan yang perlu dijawab mengenai dinamika historis agama, gender, dan kekuasaan.
Sebagai hasilnya, pendekatan feminis telah dan terus berfungsi sebagai suatu percobaan untuk menguji kemampuan agama dalam mendefinisikan kebermaknaannya sendiri dalam konteks pluralitas kontemporer dan menghadapi tantangan postmodernitas.  

D. Pendekatan Fenomenologis
Fenomenologi merupakan salah satu pendekatan yang unik diantara banyak pendekatan dalam studi islam. Pendekatan fenomenologis mula-mula merupakan upaya membangun suatu metodologi yang koheren bagi studi agama. Namun jika ditinjau dari segi sejarah, fenomenologi sebenarnya telah lama digunakan.
Sejak zaman Edmund Husserl (1859-1938), arti fenomenologi telah menjadi filsafat dan menjadi metodologi berpikir. Sebagai sebuah aliran filsafat, Edmund Hussrel dianggap sebagai pendirinya. Dalam pandangan Husserl, fenomenologi adalah suatu disiplin filsafat yang solid dengan tujuan membatasi dan melengkapi penjelasan psikologis murni tentang proses pikiran.
Objek studi fenomenologi adalah perbedaan berbagai bidang objek, yang disebut neomata, yaitu cirri-ciri yang membuat kesadaran orang menjadi kesadaran terhadap objek. Untuk memahami fenomenologi Husserl, orang harus paham istilahneoma. Neoma adalah kumpulan semua sifat objek, neoma ini tidak lain hanyalah sebuah generalisasi ide tentang makna mengenal lapangan segala tindakan.
Orientasi fenomenologi adalah bahwa pengertian yang benar adalah pengertian yang asli dan bersih, yang ditempuh dengan jalan reduksi. Sifat pokok dari fenomenologi adalah realitas atau fakta berbicara dalam suasana intention. Dalam konteks studi agama, pendekatan fenomenologi tidak bermaksud untuk memperbandingkan agama-agama sebagai satuan-satuan besar, melainkan menarik fakta dan fenomena yang sama yang dijumpai dalam agama yang berlainan, mengumpulkan dan mempelajarinya per kelompok.
Pada intinya ada tiga tugas yang harus dipikul oleh fenomenologi agama, yatu:pertama, mencari hakikat ketuhanan. Kedua, menjelaskan teori wahyu. Dan ketiga,meneliti tingkah laku keagamaan. 
Sedangkan bidang garap fenomenologi adalah: pertama, menerangkan apa yang sudah diketahui yang terdapat dalam sejarah agama, tetapi dengan caranya sendiri.Kedua,  fenomenologi berusaha menyusun bagian pokok agama atau sifat alamiah agama, yang juga faktor penamaan dari semua agama. Ketiga, fenomenologi tidak mempersoalkan apakah gejala keagamaan itu benar, apakah bernilai, dan bagaimana dapat menjadi demikian, atau menentukan lebih besar atau kecilnya nilai keagamaan mereka. 
                                                                          
E. Pendekatan Filologis
Tampaknya penelitian agama memang tidak dapat dipisahkan dari aspek bahasa, karena manusia adalah makhluk berbahasa sedangkan doktrin agama dipahami, dihayati dan disosialisasikan melalui bahasa. Sesungguhnya pengertian bahasa amat luas dan beragam seperti bahasa isyarat, bahasa tanda, bahasa bunyi, bahkan bahasa manusia, bahasa binatang dan bahasa alam. Melalui bahasa manusia dan makhluk-makhluk lain dapat berkomunikasi.
Pembahasan berikut ini mengenai pengertian bahasa yang dipersempit dan diartikan sebagai kata-kata yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan atau memerintah. Dalam kehidupan sehari-hari kita bisa merasakan perbedaan antara bahasa iklan, bahasa politik, bahasa ilmu pengetahuan maupun bahasa obrolan penuh persahabatan. Jika kita memahami sebuah wacana hanya dari segi ucapan literalnya, maka kita bukannya disebut orang jujur dan lugu, melainkan orang yang bodoh dan tidak komunikatif sebagai makna sebuah kata ataupun kalimat selalu berkaitan dengan konteks. Hal demikian juga terjadi dalam bahasa agama, karena di dalam bahasa agama banyak digunakan bahasa simbolik dan metaforik, maka kesalahpahaman untuk menangkap pesan dasarnya mudah terjadi. Sekaligus untuk menghindari kesalahpahaman, sebaiknya kita sepakati lebih dahulu apa pengertian bahasa agama serta apa saja cakupan masalahnya. Istilah bahasa agama menunjuk pada tiga macam bidang kajian dan wacana. Pertama, ungkapan-ungkapan  yang digunakan untuk menjelaskan obyek pemikiran yang bersifat metafisi, terutama tentang Tuhan. Kedua, bahasa kitab suci terutama bahasa Al-Qur'an dan Ketiga bahasa ritual keagamaan.

F. Pendekatan Filosofis
Pendekatan filosofis dalam studi agama saat ini sedang mengalami krisis identitas. Dua pertanyaan berikut akan memperjelas watak krisis ini. Pertama, “di mana” pendekatan filosofis dalam studi agama dapat ditemukan? Pertanyaan ini penting karena dalam menjawabnya kita dipaksa berpikir. Akan tetapi pertanyaan ini tampaknya tidak menemukan jawaban yang jelas. Kita dapat menemukan orang yang menggunakan pendekatan filosofis dalam studi agama di departemen filsafat, departemen studi keagamaan, departeen teologi, dan departemen kemanusiaan.
Kedua, mengapa banyaknya tempat atau  konteks yang berbeda-beda menyebabkan krisis identitas? Lagi-lagi, tidak mengherankan tampak tidak ada jawaban tunggal yang dikemukakan atau kesepakatan yang dicapai. Terdapat suatu kesepakatan bahwa kita menghadapi wilayah kepentingan yang luas, sehingga secara natural akan terjadi ketidaksepakatan bahkan perpecahan.
Maka ada dua hal yang muncul ke permukaan yaitu: pertama, tidak mungkin membicarakan pendekatan filosofis terhadap agama, karena terdapat banyak pendekatan filosofis dan sejak awal harus berhati-hati dalam mengidentifikasi secara pasti bentuk pendekatan mana yang digunakan. Kedua, pendekatan yang digunakan akan bergantung pada konteks di mana orang itu melakukan penelitian. Pada tingkat yang luas, konteks akan menentukan apa yang dipahami seseorang untuk dilakukan. Dan adalah penting bagi siapa pun yang menggunakan pendekatan filosofis yang distingif dalam studi agama berarti menyadari apa konteksnya dan apa konsekuensinya yang akan mereka dapatkan.
Dalferd menyatakan ketika kita mengkaji agama, tidak mungkin menghindari penggunaan filsafat. Suatu pendekatan filosofis terhadap agama merefleksikan pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam pengalaman keagamaan prateologis dan dalam wacana keyakinan. Dengan kata lain, tugas filsafat adalah melihat persoalan-persoalan yang melingkupi pengalaman manusia, faktor-faktor yang menyebabkan pengalaman manusia menjadi pengalaman religius, dan membahas bahasa yang digunakan umat beriman dalam membicarakan keyakinan mereka. Bagi Dalferd rasionalitas kerja reflektif agama dalam proses keimanan yang menuntut pemahaman itulah yang meniscayakan adanya hubungan antara agama dengan filsafat.
Keterkaitan antara keduanya terfokus pada rasionalitas, kita dapat menyatakan bahwa suatu pendekatan filosofis terhadap agama adalah suatu proses rasional. Yang dimaksud proses rasional disini mencakup dua hal, yaitu: menunjukkan fakta bahwa akal memainkan peran fundamental dalam refleksi pengalaman dan keyakinan keagamaan dalam suatu tradisi keagamaan serta dalam menunjukkan keimanan, tradisi keagamaan harus dapat menggunakan akal dalam membuat argumenlogis yang dapat dibenarkan.
Pada akhirnya, tujuan berbagai pendekatan filosofis dalam studi agama adalah memberikan perangkat-perangkat berfikir tentang sesuatu dan berbincang-bincang dengan orang lain. Anda berfilsafat hanya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, menguji ide-ide, ingin tahu ke mana alur pemikiran berjalan. Suatu pendekatan filosofis terhadap agama tidak perlu dibedakan, ini adalah eksperimentasi. 

G. Pendekatan Hermeneutik
Kata hermeneutik berasal dari kata kerja Yunani hermeneunien yang berarti mengartikan, menafsirkan, menrjemahkan, bertindak sebagai penafsir.[14]Munculnya hermeneutik bertujuan untuk menunjukkan ajaran tentang aturan-aturan yang harus diikuti dalam menafsirkan sebuah teks dari masa lampau, khususnya teks kitab suci dan teks klasik. Hermeneutik dibutuhkan karena teks merupakan simbol yang mengandung makna ketika dilihat oleh pembaca, karena pada saat itu pembaca disudutkan pada dua kondisi yang berbarengan yaitu akrab atau kenal kdan asing dengan teks.
Dalam perkembangannya hermeneutik hingga sekarang ini, hermeneutik minimal mempunyai tiga pengertian. Pertama, dapat diartikan sebagai peralihan dari suatu yang relative abstrak ke dalam bentuk ungkapan yang konkret. Kedua,terdapat usaha mengalihkan dari suatu bahasa asing yang maknanya gelap tidak diketahui ke dalam bahasa lain yang bisa dimengerti oleh pembaca. Ketiga,seseorang sedang memindahkan suatu ungkapan pikiran yang kurang jelas diubah menjadi bentuk ungkapan yang lebih jelas. 
Dalam studi hermeneutik, unsur interpretasi merupakan kegiatan yang paling penting. Sebab interpretasi merupakan landasan bagi metode hermeneutik. Cara kerja interpretasi bukanlah dilakukan secara bebas melainkan bertumpu pada evidensi objektif. Semua interpretasi mencakup pemahaman. Untuk dapat membuat interpretasi, orang lebih dahulu harus mengerti atau memahami. Mengerti dan interpretasi menimbulkan “lingkaran hermeneutik”.
Aspek lain dalam hermeneutik yang sangat penting adalah bagaimana mengungkap makna sebuah teks yang asing. Dalam memperoleh makna yang sebenarnya dari sebuah teks, dibutuhkan perhatian khusus untuk mempertimbangkan berbagai variable yang ada. 
Dalam konteks studi islam, hermeneutik biasanya dipahami sebagai sebentuk ilmu tafsir yang mendalam bercorak filosofis. Contoh pendekatan hermeneutik dalam studi islam adalah analisis operasional hermeneutik dalam Tafsir Al Manar karya Muhammad Abduh dan Tafsir Al Azhar karya Hamka yang dilakukan oleh Fakhruddin Faiz. Dalam kajiannya, Faiz mengatakan bahwa cara Tafsir Al Manar dan Tafsir Al Azhar dalam mengolah teks yang berupa kata, kalimat ataupun ayat secara umum adalah dengan menggali dan melacak makna yang ada di balik apa yang disimbolkan oleh teks.
Pendekatan hermeneutik ini nampaknya sedang banyak diminati dan dikembangkan dalam studi islam. Walaupun pendekatan ini tidak diterima oleh seluruh kalangan islam, sebab ada yang melarang, bahkan mengharamkan penggunaan hermeneutik. Tetapi jika dilakukan analisis secara cermat, ada banyak kontribusi positif yang dapat dikembangkan dalam mengkaji, mengembangkan dan menggali khazanah islam dengan pendekatan ini. 

H. Pendekatan Historis
Ditinjau dari sisi etomologi, kata sejarah berasal dari bahasa Arab syajarah(pohon) dan dari kkata history dalam bahasa Inggris yang berarti cerita atau kisah. Kata history sendiri lebih populer untuk menyebut sejarah dalam ilmu pengetahuan. Jika dilacak dari asalnya, kata history berasal dari bahasa Yunani istoria yang berarti pengetahuan tentang gejala-gejala alam, khususnya manusia, yang bersifat kronologis.
Pengertian sejarah itu juga bisa mengacu kepada dua konsep terpisah. Pertama,sejarah yang tersusun dari  serangkaian peristiwa masa lampau, keseluruhan pengaaman manusia. Kedua, sejarah sebagai suatu cara yang  dengannya fakta-fakta diseleksi, diubah-ubah, dijabarkan dan dianalisis. Konsep sejarah dengan pengertiannya yang pertama memberikan pemahaman akan arti objektif tentang masa lampau, dan hendaknya dipahami sebagai suatu aktualisasi atau sebagai peristiwa itu sendiri. Adapun pemahaman atas konsep kedua, sejarah menunjukkan maknanya yang subjektif, seebab masa lampau itutelah menjadi sebuah kisah atau cerita. Subjektivitas di dalam proses pengisahan itu, antara lain, terdapat kesan yang disarankan oleh sejarawan berdasarkan pengalaman dan lingkungan pergaulannya yang menyatu dengan gagasan tentang peristiwa sejarah.
Melalui  pendekatan ini, seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Pendekatan sejarah ini amat diperlukan dalam memahami agama karena agama itu turun dalam situasi konkret, bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini, Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam hal ini islam menurut pendekatan sejarah ketika ia mempelajari Al Qur’an sampai pada kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan Al Qur’an itu  terbagi menjadi dua bagian, yaitu; konsep dan kisah sejarah atau perumpamaan.
Pendekatan historis ini adalah suatu pandangan umum tentang pandangan metode pengajaran secara suksesif sejak dulu sampai sekarang dan akan diiringi secara sepintas lalu mengenai problematik metodologi itu. Menurut Kuntowijoyo, sejarah bersifat empiris sedangkan agama bersifat normatif. Sejarah itu empiris karena bersandar pada pengalaman manusia. Sedangkan ilmu agama dikatakan normatif bukan berarti tidak ada unsur empirisnya, melainkan normatiflah yang menjadi rujukan.
Apabila sejarah digunakan sebagai sebuah pendekatan untuk studi islam, maka aneka ragam peristiwa keagamaan pada masa lampau umatnya akan dapat dibidik. Sebab sejarah sebagai suatu pendekatan dan metodologi akan dapat mengembangkan pemahaman berbagai gejala dalam dimensi waktu, dalam hal ini aspek kronologis merupakan ciri khas dalam mengungkap suatu gejala keagamaan. Konsekuensi pendekatan sejarah di dalam penelitian agama haruslah dilihat segi prosesual, perubahan, dan aspek diakronis.  
Jika pendekatan sejarah bertujuan untuk menemukan gejala-gejala agama dengan menelusuri sumber di masa silam, maka pendekatan ini bisa didasarkan kepada personal historis atau atas perkembangan kebudayaan pemeluknya. Pendekatan semacam ini berusaha untuk menelusuri awal perkembangan tokoh keagamaan secara individual, untuk menemukan sumber-sumber dan jejak perkembangan perilaku keagamaan sesuai dialog dengan dunia sekitarnya, serta mencari pola-pola interaksi antara agama dan masyarakat. Pendekatan sejarah pada akhirnya akan membimbing ke arah pengembangan teori tentang evolusi agama dan perkembangan tipologi kelompok-kelompok keagamaan. 

I. Pendekatan Psikologis
Psikologis adalah ilmu jiwa yang menyelididki tentang keadaan jiwa seseorang berdasarkan cara pikir, tindakan serta perilaku orang tersebut. Psikologi secar harfiah berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi ringkasnya, psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan perbuatan individu yang tidak dapat terlepas dengan lingkungannya.
Pendekatan yang digunakan dalam membangun psikologi islam meliputi tiga aspek, yaitu :
•Aspek skriptualistis, yaitu pendekatan pengkajian islam yang didasarkan pada teks Al Qur’an dan hadits secara literal.
•Aspek filosofis, yaitu pendekatan pengkajian psikologi islam yang didasarkan atas prosedur berfikir spekulatif.
•Asas sufistik tasawuf, yaitu pendekatan pengkajian psikologi islam yang didasarkan pada prosedur intuitif, ilham, dan cita rasa.
Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan seseorang juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan uasianya. Dengan ilmu agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk menanamkannya.
Menurut Zakiah Daradjat, perilaku seseorang yang tampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Ilmu jiwa agama sebagaimana yang dikemukakan Zakiah Daradjat, tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang dianut seseorang, melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya.

J. Pendekatan Sosial-Budaya
Budaya adalah pikiran dan akal budi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,kebudayaan adalah sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat, dan kegiatan batin untuk menciptakan sesuatu. Kebudayaan juga diartikan sebagai hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan segenap potensi batin yang dimiliki.
Kebudayaan yang demikian selanjutnya dapat pula digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada data dan empirisnya atau agama yang tampil dalam bentuk  formal di masyarakat. Agama yang tampil dalam bentuk tersebut berkaitan dengan kebudayaan yang berkembang di masyarakat. Melalui pemahaman terhadap kebudayaan tersebut kita dapat  memahami ajaran agama tersebut.

K. Pendekatan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan manusia dalam tata kehidupan bersama. Pusat perhatiannya adalah kehidupan kelompok dan tingkah laku sosial. Sosiologi didefinisikan secara luas sebagai  bidang penelitian yang tujuannya meningkatkan pengetahuan melalui pengamatan dasar manusia, kebiasaan-kebiasaan, ritual-ritual, dan pola organisasi serta hukum-hukumnya.
Dari definisi tersebut terlihat bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan, serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Asumsi dasar pendekatan sosiologi terhadap agama adalah bahwa gejala-gejala keagamaan dapat dimengerti dengan menganalisisnya sebagai gejala sosial, sebagai sesuatu yang tercipta dalam hubungan antara manusia, dan karenanya dapat dijelaskan dengan menggunakan terori-teori yang berlaku dalam ilmu sosial. Selanjutnya, sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dan ilmu sosiologi.
Jalaluddin Rahmat dalam bukunya yang berjudul Islam Alternatif, menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini Islam terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan sebagai berikut :
•Pertama, dalam Alquran atau kitab-kitab hadis, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah. Menurut Ayatullah Khomaeni dalam bukunya Al-Hukumah Al-Islamiyah yang dikutip Jalaluddin Rahmat, dikemukakan bahwa perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding seratus – untuk satu ayat ibadah, ada seratus ayat muamalah (masalah sosial).

•Kedua, bahwa ditekankannya masalah muamalah (sosial) dalam Islam ialah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusanmuamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan), melainkan dengan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya.
 
•Ketiga, bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat perseorangan. Karena itu shalat yang dilakukan secara berjemaah dinilai lebih tinggi nilainya daripada shalat yang dikerjakan sendirian (munfarid) dengan ukuran satu berbanding dua puluh derajat.
 
•Keempat, dalam Islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya(tembusannya) adalah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial.
 
•Kelima, dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah. 

Pendekatan sosiologis dibedakan dari pendekatan studi agama lainnya karena fokus perhatiannya pada interaksi antara agama dan masyarakat. Teori sosiologis tentang watak agama serta kedudukan dan signifikansinya dalam dunia sosial, mendorong di tetapkannya serangkaian kategori-kategori sosiologis, meliputi:
•Stratifikasi sosial, seperti kelas dan etnisitas.
•Kategori biososial, seperti seks, gender, perkawinan, keluarga, masa kanak-kanak, dan usia.
•Pola organisasi sosial meliputi politik, produksi ekonomis, sistem pertukaran, dan birokrasi.
•Proses sosial, seperti formasi batas, relasi intergroup, interaksi personal, penyimpangan, dan globalisasi. 
 
Proses bagaimanapun tentang agama tidak pernah tuntas tanpa mengikutsertakan aspek-aspek sosiologinya. Agama yang menyangkut kepercayaan serta berbagai praktiknya benar-benar merupakan masalah sosial dan sampai saat ini senantiasa ditemukan dalam setiap masyarakat. Agama telah dicirikan sebagai pemersatu aspirasi manusia, sebagai sejumlah besar moralitas, sumber tatanan masyarakat dan perdamaian bagi individu sebagai sesuatu yang memuliakan dan membela manusia yang beradab.
Pendekatan sosiologis  memiliki makna yang sangat penting dalam konteks studi islam. Berbagai dinamika dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat memerlukan telaah dan penelitan secara memadai. Dengan bantuan pendekatan sosiologis, dapat diungkap berbagai karakteristik, kekayaan khazanah, dan deskiripsi yang unik dari komunitas muslim di berbagai tempat.

L. Pendekatan Teologis
Hubungan antara teologi dan studi keagamaan sangatlah kompleks, dan sulit untuk memabahas topik ini, karena menurut sebagian orang “pendekatan teologis dalam studi agama” bersifat meragukan bahkan debatable. Pendekatan teologis memfokuskan pada sejumlah konsep khususnya yang didasarkan pada ide theos-logos, studi atau pengetahuan tentang Tuhan. Teologi adalah pembahasan materi tentang eksistensi Tuhan dan tuhan-tuhan dalam dalam sebuah konsep nilai-nilai ketuhanan yang terkontruksi dengan baik sehingga pada akhirnya menjadi sebuah agama/aliran kepercayaan.
Teologi sering berpusat pada doktrin. Dalam pendekatan teologis memahami agama adalah pendekatan yang menekankan bentuk formal simbol-simbol keagamaan, mengklaim sebagai agama yang paling benar, yang lainnya salah sehingga memandang bahwa paham orang lain itu keliru, kafir, sesat, dan murtad.
Pendekatan teologis dalam memahami agama cenderung bersikap tertutup, tidak ada dialog yang saling menyalahkan dan mengkafirkan, yang ada pada akhirnya terjadi pembagian-pembagian umat, tidak ada kerja sama dan tidak terlihat adanya kepedulian sosial. Melalui pendekatan teologis ini agama dapat menjadi buta terhadap masalah-masalah sosial cenderung menjadi lambang atau identitas yang tidak memiliki makna.
Pendekatan teologis juga erat kaitannya dengan ajaran pokok dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penularan pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologis agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada keraguan sedikitpun dan tampak bersikap ideal. Dalam kaitan ini agama tampil prima dengan seperangkat ciri yang khas.
Pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan cara berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari Tuhan sudah pasti benar sehingga tidak perlu dipertanyakan terlebih dahulu, melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi. Pendekatan teologis tersebut menunjukkan adanya kekurangan yang antara lain bersifat ekslusif, dogmatis, tidak mau mengakui kebenaran agama lain. Sedangkan kelebihannya melalui pendekatan teologis normatif ini seseorang akan memiliki sikap militansi dalam beragama, yakni berpegang teguh kepada agama yang diyakininya sebagai yang benar, tanpa memandang dan meremehkan agama lainnya. Dengan pendekatan yang demikian seseorang akan memiliki sikap fanatis terhadap agama yang dianutnya. Secara ringkas, pendekatan  teologi dibagi menjadi tiga, yaitu :
•Normatif/Apologis
Pendekatan Teologi Normatif adalah sebuah upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang menimbulkan keyakinan bahwa agama yang dianutnya dianggap paling benar dibandingkan yang lain.
 
•Teologi Dialogis
Pendekatan Teologi Dialogis adalah mengkaji agama tertentu dengan menggunakan perspektif agama lain. Teologi ini bertolak dari perspektif teologi kristen. Bahkan banyak digunakan orientalis dalam mengkaji Islam.
 
•Teologi Konvergensi
Pendekatan Teologi Konvergensi adalah metode pendekatan terhadap agama dengan melihat unsur-unsur persamaan dari masing-masing agama/aliran, untuk mempersatukan unsur esensial dalam agama-agama sehingga tidak nampak perbedaan yang esensial.
 
Di akhir ulasan tentang hubungan antara teologi dengan studi keagamaan, dan pendekatan teologis dalam studi agama ini, dinyatakan bahwa tujuan hubungan dan pendekatan  ini adalah memahami agama, memahami sistem konseptual agama,memahami berbagai pendekatan teologis yang diterapkan tradisi keagamaan terhadap agama-agama lain. 

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1.Yang dimaksud dengan pendekatan dalam konteks studi islam adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.

2.Pendekatan antropologi dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh berkembang dimasyarakat. Melalui perndekatan ini agama tamapak lebih akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya.
 
3.Pendekatan feminis dalam studi agama tidak lain merupakan suatu transformasi kritis dari perspektif teoretis yang ada dengan menggunakan gender sebagai kategori analisis utamanya.
 
4.Dalam konteks studi agama, pendekatan fenomenologi tidak bermaksud untuk memperbandingkan agama-agama sebagai satuan-satuan besar, melainkan menarik fakta dan fenomena yang sama yang dijumpai dalam agama yang berlainan, mengumpulkan dan mempelajarinya per kelompok.  Pada intinya ada tiga tugas yang harus dipikul oleh fenomenologi agama, yatu: pertama, mencari hakikat ketuhanan. Kedua, menjelaskan teori wahyu. Dan ketiga, meneliti tingkah laku keagamaan.
 
5.Tampaknya penelitian agama memang tidak dapat dipisahkan dari aspek bahasa, karena manusia adalah makhluk berbahasa sedangkan doktrin agama dipahami, dihayati dan disosialisasikan melalui bahasa. Istilah bahasa agama menunjuk pada tiga macam bidang kajian dan wacana. Pertama, ungkapan-ungkapan  yang digunakan untuk menjelaskan obyek pemikiran yang bersifat metafisi, terutama tentang Tuhan. Kedua, bahasa kitab suci terutama bahasa Al-Qur'an dan Ketiga  bahasa ritual keagamaan.
 
6.Suatu pendekatan filosofis terhadap agama merefleksikan pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam pengalaman keagamaan prateologis dan dalam wacana keyakinan, pendedakatan ini sangat erat kaitannya dengan filsafat. Keterkaitan antara keduanya terfokus pada rasionalitas, kita dapat menyatakan bahwa suatu pendekatan filosofis terhadap agama adalah suatu proses rasional. Pada akhirnya, tujuan berbagai pendekatan filosofis dalam studi agama adalah memberikan perangkat-perangkat berfikir tentang sesuatu dan berbincang-bincang dengan orang lain.
 
7.Dalam konteks studi islam, hermeneutik biasanya dipahami sebagai sebentuk ilmu tafsir yang mendalam bercorak filosofis. Contoh pendekatan hermeneutik dalam studi islam adalah analisis operasional hermeneutik dalam Tafsir Al Manar karya Muhammad Abduh dan Tafsir Al Azhar karya Hamka yang dilakukan oleh Fakhruddin Faiz. Pendekatan hermeneutik ini nampaknya sedang banyak diminati dan dikembangkan dalam studi islam. Walaupun pendekatan ini tidak diterima oleh seluruh kalangan islam, sebab ada yang melarang, bahkan mengharamkan penggunaan hermeneutik.
 
8.Pendekatan sejarah ini amat diperlukan dalam memahami agama karena agama itu turun dalam situasi konkret, bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Apabila sejarah digunakan sebagai sebuah pendekatan untuk studi islam, maka aneka ragam peristiwa keagamaan pada masa lampau umatnya akan dapat dibidik.
 
9.Psikologis adalah ilmu jiwa yang menyelididki tentang keadaan jiwa seseorang berdasarkan cara pikir, tindakan serta perilaku orang tersebut. Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan seseorang juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan uasianya.
 
10.Kebudayaan diartikan sebagai hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan segenap potensi batin yang dimiliki. Kebudayaan yang demikian selanjutnya dapat pula digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada data dan empirisnya atau agama yang tampil dalam bentuk formal di masyarakat. Agama yang tampil dalam bentuk tersebut berkaitan dengan kebudayaan yang berkembang di masyarakat.
 
11.Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan manusia dalam tata kehidupan bersama. Selanjutnya, sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan dan ilmu sosiologi. Pendekatan sosiologis memiliki makna yang sangat penting dalam konteks studi islam. Berbagai dinamika dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat  memerlukan telaah dan penelitan secara memadai. Dengan bantuan pendekatan sosiologis, dapat diungkap berbagai karakteristik, kekayaan khazanah, dan deskiripsi yang unik dari komunitas muslim di berbagai tempat.
 
12.Pendekatan teologis memfokuskan pada sejumlah konsep khususnya yang didasarkan pada ide theos-logos, studi atau pengetahuan tentang Tuhan. Teologi sering berpusat pada doktrin. Dalam pendekatan teologis memahami agama adalah pendekatan yang menekankan bentuk formal simbol-simbol keagamaan, mengklaim sebagai agama yang paling benar, yang lainnya salah sehingga memandang bahwa paham orang lain itu keliru, kafir, sesat, dan murtad. Pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan cara berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari Tuhan sudah pasti benar sehingga tidak perlu dipertanyakan terlebih dahulu, melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi.

B. Saran
Studi ini merupakan studi yang dangkal mengenai pendekatan dalam memahami agama islam. Untuk itu disarankan kepada para akademisi untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam terhadap persoalan tersebut. Pada tatanan praktis  disarankan kepada para generasi muslim cerdas, agar memperkaya ilmu tentang agama islam.


DAFTAR PUSTAKA
 
Abbudin,Nata. Metode Studi Islam. Jakarta: Raja grafindo persada,  2004
Abdullah, Taufik dan Karim, Rusli. Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar.Yogyakarta: Tiara Wacana Yogyakarta, 1990.
Abdullah, Yatimin. Studi Islam Kontemporer. Jakarta: Amzah, 2006.
Abdurrahman, Dudung. Pendekatan Sejarah.
Conolly, Peter.  Aneka Pendekatan Studi Agama. Yogyakarta: Lkis, 2002.
Daradjat, Zakiah. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta:  Bulan Bintang, 1996.
Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
E. Sumaryono. Hermeneutik, Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, 1993.
Hidayat, Komaruddin. Memahami Bahasa Agama, Sebuah Kajian. Jakarta: Paramadina, 1996.
Koentjaraningrat, Budi Santoso. Kamus Istilah Antropologi. Jakarta: Balai Pustaka, 1978/1979.
Mudzahar, Atho. Pendekatan Studi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar , 2007.
Mujadid Abdul Munif. Ilmu Perbandingan Agama. Jakarta: Bumi Aksara, 2004.
Naim, Ngainun. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta:Teras, 2009.
Sayyed Hosein Nasr. Islamic Studies: Essays on Law and Society, the Science, and Philophy and Sufism. Beirut: Librairie Du Liban, 1967.