Di konten ini KUMPULAN MAKALAH akan membahas tentang dua kubu yang saling bergesekan, yang tiada hentinya saling memberikan perlawanan. Sepertinya konflik dalam hal ini terus memanas. Begitulah Negara ini, mereka adalah IRAK DAN IRAN, tidak asing bagi negara-negara lain, bahwasanya mereka adalah dua kubu yang saling beradu senjata.
Di artikel ini KUMPULAN MAKALAH akan memberikan sebuah sempel atau contoh tentan "Makalah Perang Antara IRAK & IRAN" semoga bisa bermanfaat dan pastinya untuk menyelesaikan tugas-tugas para pelanjar.
BAB I
PENDAHULUAN
Konflik
sering kali muncul di negara-negara kawasan Timur Tengah, diawali sejak masa
suku-suku yang mendominasi dan menjadi actor dalam berkonflik ataupun
berperang, sampai saat inipun perang dikawasan Timur Tengah belum berhenti.
Sehingga wilayah penyuplai minyak terbesar didunia ini disebut kawasan yang
panas akan konflik. Berbagai macam konflik ataupun perang muncul diwilayah ini,
namun dalam tulisan ini saya akan menjelaskan seluk beluk perang yang terjadi
antara Irak dan Iran yang terjadi pada tahun 1980 sampai tahun 1988 yang sering
disebut dengan Perang Teluk I.
Pecahnya
perang antara Irak dan Iran ini pada 22 September 1980. Perang ini terjadi
karena dari kedua belah pihak saling memperebutkan haknya atas apa yang sudah
diklaim oleh masing-masing negara. Selain itu perbedaan ideologi antar kedua
belah pihak juga sangat berpengaruh. Perang ini tidak hanya dua negara (Irak
dan Iran) yang terlibat melainkan negara-negara dikawasan Timur Tengah juga
terlibat. Keterlibatan negara-negara di Timur Tengah dalam perang ini
menyebabkan produksi minyak menurun. Dan dengan menurunnya produksi minyak di
kawasan ini ikut menyeret keterlibatan dua kekuatan super power yaitu Amerika
Serikat dan Uni Soviet dengan segala akibatnya. Kawasan Teluk Persi menjadi
pusat perimbangan kekuatan global karena terjadinya perang itu. Karena hal-hal
tersebut diatas dalam tulisan ini saya akan menjelaskan penyebab ataupun latar
belakang terjadinya Perang Teluk I, penyebab perang teluk I berjalan selama 8
tahun, dan yang terakhir adalah intervensi asing pada Perang Teluk I.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar
Belakang atau Penyebab Terjadinya Perang Teluk I
Adapun
berbagai penyebab terjadinya perang antara Irak dan Iran antara lain, adalah:
1. Sengketa
antara Irak dan Iran sebenarnya masih terkait dengan sejarah kedua belah negara
yang tak pernah akur.
Berlarut-larutnya
permusuhan yang terjadi antara kerajaan Mesopotamia (terletak di lembah sungai
Tigris-Eufrat, yang kini menjadi sebuah negara Irak modern) dengan kerajaan
Persia atau negara Iran modern. Yang pertama ialah persaingan dsn ketegangan
Bangsa Arab dan Bangsa Parsi, yang satu tidak dapat menerima keunggulan atau
dominasi yang lain. Yang kedua ialah masalah minoritas etnis. Pada zaman shah
Iran mendukung perjuangan otonomi suku Kurdi di Irak, sedangkan Irak mendukung
minoritas etnis Arab di Iran yang memperjuangkan kebebasan yang lebih besar
atau pemisah, dan yang ketigaialah perbedaan orientasi politik luar negeri.
Sampai beberapa waktu yang lalu Irak adalah Pro Uni Soviet, dan Iran adalah Pro
Barat.
2.
Persengketaan wilayah yang dianggap penting oleh Irak dan Iran
Pertama,
persengketaan Sungai Shatt Al Arab, sungai tersebut berperan penting bagi Irak
karena merupakan satu-satunya jalan keluar negara tersebut ke laut. Karena
letaknya yang berada di perbatasan dan posisi strategisnya yang mengarah ke
Teluk Persia, sungai tersebut menjadi bahan sengketa Irak dan Iran. Sebelum
perang antara kedua negara meletus, pada tahun 1975 sempat meredakan ketegangan
antara kedua belah pihak karena berkat perjanjian Algiers. Kedua adalah
Provinsi Khuzestan yang kaya minyak. Wilayah tersebut selama ini menjadi
wilayah Iran, namun sejak tahun 1969 Irak mengklaim bahwa Khuzestan berada di
tanah Irak dan wilayah tersebut diserahkan ke Iran ketika Irak dijajah oleh
Inggris. Dengan begitu maka mereka saling meng-klaim sebagai wilayah mereka
masing-masing.
3.
Munculnya Revolusi Islam oleh Iran
Pada masa
pemerintahan Khomeini yang berambisi dan juga berusaha mengekspor revolusi
islamnya kenegara-negara lain dan Irak menjadi sasaran yang pertama karena di
Irak minorotas Sunni menguasai dan menindas mayoritas Syiah dan minoritas Kurdi
yang secara etnik linguistic dekat dengan bangsa Persi. Selain itu Khoeini
menaruh dendam terhadap rezim di Bagdad yang pada tahun 1978 mengusirnya dari
Irak karena dia berkampanye melawan pemerintah Shah. Sehubungan dengan itu
pemerintah Iran menghasut umat Syiah dan Suku Kurdi di Irak untuk memberontak
dan merebut kekuasaan serta membentuk suatu republic Islam menurut pola
Republik Islam Iran. Dilain pihak Bagdad menghasut minoritas Kurdi di Irak
untuk mendukung minoritas Arab dalam memperjuangkan otonominya, dan membantu
sejumlah jendral Iran dan pengikut-pengikutnya Bakhtiar di pengasingan untuk
menyusun kekuatan guna menumbangkan kekuasaan Khomeini.
Irak di
bawah kendali Saddam Hussein dan Partai Baath memiliki ambisi untuk menjadi
kekuatan dominan di wilayah Arab di bawah bendera pan-Arabisme sejak
meninggalnya Presiden Mesir, Gamal A. Nasser. Revolusi Islam yang terjadi di
Iran tersebut dianggap sebagai penghalang karena bertentangan dengan prinsip
nasionalisme sekuler Arab. Selain untuk mencegah menyebarnya revolusi Islam,
Irak juga berusaha mengambil keuntungan dengan kondisi internal Iran yang tidak
stabil pasca revolusi Islam untuk merebut wilayah-wilayah yang menjadi bahan
sengketa dengan Iran dan menambah sumber minyak Irak.
Dengan
kekhawatiran-kekhawatiran tersebut maka tak heran jika muncul tindakan-tindakan
yang membawa ketegangan dan menimbulkan peperangan pada puncaknya.
4.
Percobaan pembunuhan terhadap pejabat Irak
Pertengahan
tahun 1980, terjadi percobaan pembunuhan kepada Deputi Perdana menteri Irak,
Tariq Aziz. Irak segera bertindak dengan menangkap sejumlah orang yang diduga
terlibat atas percobaan pembunuhan tersebut dan mendeportasi ribuan warga Syiah
berdarah Iran keluar dari Irak. Pemimpin Irak, Saddam Hussein, menyalahkan Iran
sambil menyebut ada agen Iran yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Hal
inilah yang menjadi salah satu faktor pendorong meletusnya perang Irak-Iran.
5.
Penyebab khusus terjadinya Perang Teluk I antara lain:
a. Adanya
serangan granat pada tanggal 1 April 1980 terhadap wakil Perdana Menteri Irak
Tariq Aziz yang diduga bertanggung jawab atas aksi-aksi survesi terhadap Iran.
b. Adanya
pengusiran ribuan keturunan Iran oleh Saddam, serta melancarkan serangan yang
sengit terhadap pribadi Khomeini dan membatalkan perjanjian Algiers. Sedangkan
Menlu Iran Shodeh Godzadeh berjanji untuk menumbangkan rezim Baath yang
berkuasa di Irak serta memutuskan hubungan diplomatic.
c. Kedua
negara saling menempatkan pasukan masing – masing di daerah perbatasan dalam
jumlah yang cukup besar.
d.
Terjadinya perang pers dan media masa antar kedua belah negara.
e. Pada
17 September 1980, presiden Saddam Hussein secara sepihak membatalkan
Perjanjian Algiers tahun 1975 karena pada waktu itu Saddam Hussein merasa bahwa
Perjanjian Algiers tidak adil untuk Irak, pada saat pembuatan perjanjian itu
kedua belah negara tidak dalam posisi yang seimbang dimana Irak pada waktu itu
sebagai negara yang kalah dengan Iran. Kemudian Iran melihatnya sebagai
pernyataan perang pada 20 September 1980.
Menurut
para pengamat ada dua faktor yang menyebabkan invansi yang dilakukan Saddam ke
Iran, pertama, adanya kekhawatiran dikalangan penguasa negara Arab terhadap
kemungkinan menularnya revolusi Khoehenni kenegara-negara Arab. Dan yang kedua,
ambisi Saddam Hussein untuk bisa tampil sebagai pemimpin Arab.
B.
Penyebab Terjadinya Perang Teluk Selama 8 Tahun
Pada awal
penyerangan yang dilakukan oleh Irak ke Iran yang disebabkan oleh beberapa
penyebab seperti yang dituliskan diatas. Pada awal penyerangan Irak, Irak
memperhitungkan bahwa Irak akan mudah mematahkan perlawan Iran dan dengan cepat
mencapai sasaran ofensifnya. Karena Iran setelah revolusi pimpinan Ayatullah
Khoemeini menyebabkan, kemampuan mililier Iran turun dratis, angakatan
bersenjata dibenci dan dicemooh oleh rakyat sebagai alat yang digunakan Shah
Reza untuk menindas rakyat. Akibatnya adalah sekitar 60% anggotanya melakukan
desersi, sedangkan banyak perwira senior dihukum mati, dipenjara atau
dipensiunkan. Moral pasukan-pasukan Iran sangat merosot. Selain itu sebagai
akibat pecahnya krisis dengan Amerika Serikat, angkatan bersenjata Iran
mengalami banyak kesulitan dalam hal latihan, perawatan perlengkapan militer,
suplai suku cadang serta amunisi.
Dalam hal
ini Saddam Hussein (Irak) hanya bermaksud untuk menguasai beberapa kota penting
untuk memperkuat kedudukannya di meja perundingan. Dan memberi peluang kepada
oposisi dalam negeri untuk memberontak dan menumbangkan rezim Khomeini serta
membentuk suatu pemerintahan yang bersahabat. Apabila strateginya tersebut
berhasil presiden Saddam Hussein akan muncul sebagai pemimpin dunia Arab dan
Irak menjadi kekuatan dominasi di kawasan Teluk. Sebagian besar negara Arab
tidak senang dengan rezim Khomeini karena berusaha mengekspor revolusi Islam
Iran kenegara-negara lainsehingga mengganggu kestabilan dan keamanan mereka.
Kedudukan dominan dikawasan Teluk dan kepemimpinan di Dunia Arab tersebut
rupanya juga ikut mendorong Irak untuk menyerbu Iran. Dengan demikian maka
perang Irak dan Iran juga untuk perebutan kekuasaan regional.
Perhitungan
Irak ternyata salah, dengan memandang remeh Iran dengan keadaan negara tersebut
yang masih sangat kacau ternyata Iran memberikan perlawanan gigih dan
melancarkan serangan-serangan udara dan laut sebagai pembalasan. Namun Irak
berhasil merebut daerah-daerah minyak Iran yang vital biarpun lamban. Karena
yakin akan dapat mengusir pasukan-pasukan Irak, Iran sejauh ini menolak tawaran
Irak untuk mengakhiri peprangan dan menyelesaikan sengketa mereka secara damai
maupun usaha-usaha penengahan. Sehingga perang yang awalnya diprediksikan Irak
akan mampu memenangkan perang dengan waktu singkan tetapi malah yang terjadi
peperangan itu berjalan selama 8 tahun.
Jadi
penyebab perang Irak Iran itu terjadi selama 8 tahun adalah, pertama, dugaan
Irak salah yang menganggap perang akan berakhir cepat dan meremehkan kekuatan
Iran yang sedang kacau, kedua, Irak berhasil merebut daerah-daerah minyak di
Iran walaupun lamban tetapi Irak masih optimis untuk tujuannya menguasai
sebagian wilayah islam dan mendominasi kekuatan bangsa Arab, yang ketiga adalah
Iran menolak tawaran Irak untuk mengakhiri konflik dan menyelesaikan sengketa
secara damai maupun usaha penengahan karena Iran tetap optimis akan memenangkan
perang tersebut. Dari keegoisan kedua belah pihak inilah yang membuat Perang
Teluk I terjadi hingga waktu yang cukup lama yaitu 8 tahun.
C.
Intervensi Asing dalam Perang Teluk I
Jika
dilihat dalam keadaan yang terjadi pada Perang Teluk I ini maka campur tangan
negara asing yang terjadi ini belum dikatakan sebagaiintervensi karena banyak
campur tangan yang dilakukan oleh negara lain bahkan dari bangsa Arab sendiri
yang bertujuan untuk memperjuangkan nasib bangsa Arab (dengan cara membela Irak)
bukan intervensi asing karena masalah ini juga menjadi masalah-masalah bangsa
Arab karena mereka berada dalam satu lingkup bangsa Arab dan bangsa-bangsa
pengimpor minyak dari kawasan ini atau negara super power untuk meredakan
konflik yang ada disana. Dan dari banyak sumber yang mengatakan bahwa
intervensi itu hamper muncul dari Uni Soviet tetapi dapat dicegah oleh pasukan
Amerika Serikat. Berikut penjelasan yang lebih lengkap.
Pertama,
dukungan yang dilakukan bangsa Arab untuk Irak banyak terjadi karena bangsa
Arab menginginkan jatuhnya rezim Khomeini dan munculnya suatu pemerintahan baru
yang bersedia menghormati asas-asas bertetangga. Raja Hussein dari Yordania
adalah yang paling tegas mendukung Irak dan menjanjikan bantuan kepadanya. Hal
ini dapat dimengerti karena sejak beberapa waktu antara kedua negara ini
terjalin hubungan baik. Akan tetapi juga Raja Khaled dari Arab Saudi menyatakan
dukungannya bagi Irak dalam “pertempuran Pan-Arabnya dan dalam konfliknya
dengan Parsi, musuh bangsa Arab”. Demikianpun Kwait, Bahrain dan Uni Emirat
Arab menaruh simpati atas perjuangan Irak. Dukungan untuk Irak itu dikukuhkan
pada pertempuran puncak Arab di Amman.
Akan
tetapi peprangan itu juga menimbulkan kekhawatiran dikalangan bangsa Arab,
karena bisa melibatkan mereka dan menimbulkan banyak krugian bagi mereka. Pada
29 September PM Ali Rajai mengancam akan mengambil tindakan-tindakan terhadap
negara-negara yang membantu Irak. Namun Yordania tetap pada pendiriannya dan
meneruskan persiapan-persiapannya untuk membantu Irak. Pelabuhannya di Aqaba
tetap tersedia bagi keperluan Irak dan wilayahnya digunakan untuk mengangkut
suplai bagi Irak yang dibongkar di pelabuhan itu. Selain itu 40.000 pasukannya
telah dipersiapkan untuk membantu Irak. Berkat sikap Yordania itu, Irak dapat
mengerahkan lebih banyak pasukan dan persenjataan ke wilayah Iran.
Dalam hal
tersebut diatas belum ditermasuk intervensi asing karena bangsa-bangsa Arab
ikut campur dalam peperangan untuk menumpas Revolusi Islam yang dilakukan oleh
Iran dan kebaikan demi kedaiman di seluruh wilayah Bangsa Arab. Dan tujuan
bangsa Arab itu masih ada urusannya dengan kesua belah pihak.
Kedua,
Amerika Serikat dan Uni Soviet tidak hanya mengikuti jalannya peperangan dengan
seksama tetapi juga mengambil langkah-langkah untuk mengamankan
kepentingan-kepentingan mereka dan mungkin juga memperbaiki kedudukan
masing-masing. Bagi Washington, Krisis Teluk I juga merupakan suatu peluang
memulihkan kedudukannya dikawasan. Demikian juga bagi saingannya Uni Soviet
bisa terbuka kesempatan untuk membantu unsur-unsur kiri di Irak maupun di Iran
apabila terjadi perebutan kekuasaan akibat kekalahan dalam peperangan tersebut.
Keberhasilan golongan kiri untuk merebut kekuasaan disalah satu negara akan
memperbaiki kedudukan Uni Soviet di kawasan, terutama jika Uni Soviet berhasil
menempatkan orang-orangnya pada puncak kekuasaan seperti terjadi di Afganistan.
Amerika
Serikat dan Uni Soviet telah sepakat untuk tidak campur tangan dalam peperangan
ini. Pertama, karena menyadari bahwa intervensi yang satu akan memancing
intervensi antar mereka. Kedua, keterlibatan Amerika Serikat dan Uni Soviet
dalam perang ini hanya akan mempersulit penyelesaian sengketa Irak dan Iran.
Ketiga, jika Amerikia Serikat dan Uni Soviet melakukan intervensi dalam Perang
Teluk I, maka akan dikutuk oleh negara-negara lain yang berusaha membetasi
konflik tersebut dan menyelesaikannya secara damai. Selanjutnya kedua
superpower berkepentingan bahwa peperangan tetap terbatas pada kedua negara dan
tidak ada pihak yang keluar sebagai pemenang.
Pada saat
terjadinya Perang Teluk I ini Uni Soviet sempat terhasut untuk melakukan invasi
ke dalam perang namun hal tersebut dapat diatasi oleh Whasington dan Amerika
Serikat. Setelah terjadinya hal tersebut Amerika Serikat melakukan pengawasan
intensif pada perang tersebut agar tidak ada intervensi asing yang masuk dan
membuat perang semakin parah. Jadi di sini jelas sekali bahwa negara-negara
asing ataupun negara super power tidak menginginkan perang yang berkepanjangan
dan berusaha menyetabilkan keadaan disana serta mencehan semua intervensi asing
masuk didalamnya karena mereka menjaga kepentingannya disana yaitu minyak.
D.
Jalannya Perang Iran melawan Irak
Perang
Iran-Irak juga dikenal sebagai Pertahanan Suci dan Perang Revolusi Iran di
Iran, dan Qadisiyyah Saddam di Irak, adalah perang di antara Irak dan Iran yang
bermula pada bulan September 1980 dan berakhir pada bulan Agustus 1988. Perang
ini bermula ketika rezim Saddam Hussein berkuasa. Berawal dari Saddam Hussein
melakukan pelanggaran di wilayah Iran. Dalam perang tersebut terjadi banyak
tarik ulur pasukan hingga berakhirnya perang, dan berikut ini adalah
tahap-tahap peperangan:
1. Tahun
1980, Penyerbuan oleh irak
Pada
tanggal 22 September irak melancarkan serangan udara di 10 pangkalan udara yang
terdapat di Iran, Irak mnggunakan strategi yang dilakukan Israel dalam perang 6
hari. Dalam serangn tersebut Irak berhasil menghancurkan jalan-jalan darat dan
amunisi-amunisi Iran, sementara pesawat pesawat yang dimiliki Iran pun masih
banyak yang utuh karena terlindung dalam hanggar-hanggar yang terproteksi
khusus. Kegagalan irak tersebut memberi kesempatan pada Iran untuk membalas
serangan udara ke Irak.
Sehari
kemudian, Irak melakukan serangan darat ke wilayah Iran dari 3 front sekaligus.
Inti dari serangan tersebut adalah untuk menguasai Khuzestan & Shatt
al-Arab di mana 4 dari 6 divisi pasukan Irak dalam penyerbuan dikirim untuk
menguasai kedua wilayah tersebut. Sisanya dipecah jadi 2 untuk menguasai front
utara (Qasr-e Shirin) & front tengah (Mehran) untuk mengantisipasi serangan
balik yang mungkin dilakukan oleh Iran. Hasilnya, usai serangan mendadak itu
Irak berhasil menguasai wilayah Iran seluas 1.000 km persegi.
Bulan
November 1980, pasukan Irak melancarkan serangan ke 2 kota penting yang
strategis di Iran selatan, Shabadan & Khorramshahr. Dalam penyerbuannya
itu, pasukan Irak mendapat perlawanan sengit dari pasukan Pasadan (Garda
Revolusi) Iran. Kedua kota tersebut akhirnya berhasil dikuasai Irak pada
tanggal 10 November 1980. Tercatat belasan ribu pasukan dari kedua kubu
terbunuh dalam pertempuran di kedua kota tersebut. Keberhasilan Irak menguasai
kedua kota tersebut sekaligus menjadi keberhasilan terakhir Irak mencaplok
wilayah mayor dari Iran.
Iran yang
tertekan sempat berusaha melakukan serangan balasan kepada Irak pada awal tahun
1981, namun gagal karena presiden Iran, Bani Sadr, nekat memimpin langsung pasukan
reguler Iran sekalipun dia hanya memiliki pengetahuan militer yang minim. Ia
mengirimkan 3 resimen pasukan reguler tanpa didukung oleh Pasadar & tidak
memperhitungkan waktu serangan di waktu hujan yang bakal menyulitkan suplai
logistik. Akibatnya, pasukan Iran dikepung pasukan Irak & banyak dari
kendaraan lapis baja Iran yang hancur atau perlu ditinggalkan karena terjebak
dalam lumpur.
Serangan
balasan Iran yang jauh lebih efektif sebenarnya sudah dilakukan beberapa hari
sejak Irak pertama kali membombardir pangkalan udara milik Iran.
Pesawat-pesawat F-4 milik Iran melakukan serangan ke wilayah Irak & secara
efektif berhasil melumpuhkan sejumlah titik penting di Irak. Keberhasilan
tersebut membuat pasukan udara Iran terlihat lebih superior dibanding pasukan
udara Irak. Namun, kurangnya amunisi & suku cadang yang hanya bisa
didapatkan dari AS - mantan sekutu Iran yang berbalik memusuhi mereka pasca
revolusi Islam - membuat Iran lebih banyak memakai helikopter yang dipasangi
persenjataan darat sebagai pendukung dari udara (aerial support).
2. 1982:
Titik Balik Mudurnya Irak
Pasukan
Irak dalam serangan kilatnya berhasil memanfaatkan momentum lemahnya koordinasi
pasukan Iran & problem alutsista milik Iran sehingga para pengamat yakin
bahwa perang akan segera berakhir dengan kemenangan Irak hanya dalam waktu
beberapa minggu. Plus, Irak memang berhasil menguasai wilayah-wilayah strategis
Iran dalam serangannya itu. Namun, Iran enggan menyerah begitu saja & dalam
perkembangannya berhasil memukul balik Irak.
Problem
bagi Iran dalam perang adalah dari segi alutsista atau persenjataan, mereka
kalah superior dibanding Irak yang saat itu memang merupakan salah satu negara
dengan kekuatan militer terbaik di Timur Tengah selain Israel. Untuk
mengantisipasinya, sejak perang meletus Iran merekrut ratusan ribu milisi
sukarela yang disebut Basij (Tentara Rakyat). Basij tidak memiliki pengalaman
militer & persenjataan yang memadai, namun mereka memiliki keyakinan sangat
tinggi akan ideologi religiusnya & tidak segan-segan melakukan tindakan
berani mati semisal menerobos ladang ranjau atau area yang dihujani tembakan
artileri musuh saat diperintahkan.
Pasukan
Irak di wilayah Iran dalam perkembangannya tidak bisa bergerak lebih jauh lagi
sejak bulan Maret 1981 setelah pasukan mereka dikalahkan oleh milisi Basij yang
jumlahnya mencapai ribuan di Sungai Kanun. Sejak itu, Irak lebih banyak
melakukan taktik defensif untuk mempertahankan wilayah taklukan mereka &
hanya terjadi sedikit pergeseran di garis depan. Faktor utamanya adalah
kesalahan prediksi di mana Irak memperkirakan warga Arab Sunni di Iran bakal
membantu mereka. Namun faktanya, mereka - bersama rakyat Iran lainnya - justru
bersatu & bahu-membahu melawan Irak.
Titik
balik bagi Iran terjadi pada bulan Maret 1982 dalam operasi militernya di bawah
kode sandi "Operasi Kemenangan yang Tak Dapat Disangkal" (Operation
Undeniable Victory). Dalam operasi militer itu, pasukan gabungan Pasadan-Basij
milik Iran berhasil menembus garis depan pasukan Irak yang sebelumnya dianggap
tidak bisa ditembus & memecah pasukan Irak di utara & selatan Khuzestan
sehingga pasukan Irak terpaksa mundur.
Bulan Mei
1982, Iran berhasil merebut kembali wilayah Khorramshahr. Dalam pertempuran di wilayah
tersebut, Irak kehilangan 7.000 tentara, sementara Iran 10.000 sehingga
menjadikan pertempuran itu sebagai salah satu pertempuran paling berdarah dalam
inisiatif serangan balik Iran. Sejak kemenangan tersebut, Iran berganti menjadi
pihak yang menekan Irak & pada bulan Juni berhasil mendapatkan kembali
seluruh wilayahnya yang sebelumnya dikuasai oleh Irak.
Saddan
Hussein yang melihat bahwa moral pasukannya sudah terlanjur runtuh akibat
serangkaian kekalahan melawan Iran pun menyatakan akan segera menarik seluruh
pasukannya dari Iran & menawarkan gencatan senjata kepada Iran. Tawaran
gencatan senjata itu mencakup pembayaran ganti rugi perang sebesar 70 juta
dollar AS oleh negara-negara Arab. Iran menolak tawaran gencatan senjata
tersebut & menyatakan bahwa mereka akan menyerbu Irak & tidak akan
berhenti sampai rezim yang berkuasa di Irak digantikan oleh rezim pemerintahan
republik Islam.
3. Tahun
1982-1988 : Penyerbunan oleh Iran
Bulan
Juli 1982, Iran melancarkan serangannya ke kota Basra, Irak, di bawah kode
sandi "Operasi Ramadhan". Dalam serangan tersebut, puluhan ribu
anggota Basij & Pasdaran mengorbankan diri mereka dengan berlari melewati
ladang ranjau untuk memberi jalan bagi tank-tank di belakangnya di mana selain
menghadapi bahaya ranjau, mereka juga dihujani tembakan artileri pasukan Irak.
Irak berhasil mencegah Iran merengsek lebih jauh berkat kegtangguhan
persenjataannya di garis pertahanan, namun Irak juga harus kehilangan sejumlah
kecil wilayah karena dikuasai Iran.
Keberhasilan
Iran memukul balik Irak & berbalik menjadi negara penyerbu membawa
kekhawatiran tersendiri bagi AS yang memutuskan untuk membantu Irak sejak tahun
1982. Presiden AS Ronald Reagan menyatakan bahwa AS akan berusaha dengan cara
apapun untuk mencegah Irak kalah. Bantuan AS - beserta negara-negara sekutunya
- ke Irak yang diketahui mencakup bantuan teknologi, alutsista, &
intelijen. Dukungan untuk Irak juga datang dari Uni Soviet & Liga Arab.
Kemudian,
Iran berpikir bahwa Irak bisa direbut dengan melacarkan serangan besar-besaran
dari berbagai front. Maka pada tahun 1983, Iran melakukan 3 penyerbuan besar
yang disusul 2 penyerbuan lainnya dengan mengerahkan ratusan ribu personil
tentaranya. Iran sempat berhasil menembus garis pertahanan Irak, namun Irak
berhasil memukul balik Iran dengan melakukan serangan udara mendadak secara
besar-besaran. Hingga akhir tahun 1983, tercatat 120.000 personil Iran &
60.000 personil Irak tewas dalam peperangan.
Irak
berusaha memaksa Iran menghentikan perang & menuju meja perundingan dengan
berbagai cara. Di awal tahun 1984, Irak membeli sejumlah alutsista baru dari
Uni Soviet & Perancis. Tak lama kemudian, Irak melakukan serangan udara ke
sejumlah kota dengan persenjataan barunya itu. Irak berharap Iran merasa
tertekan & kemudian menerima tawaran dari Irak untuk berunding di tempat
netral, namun nyatanya Iran tetap menolak tawaran berunding dari Irak.
Iran yang
kehilangan begitu banyak personilnya akibat sejumlah penyerbuan yang gagal
sebelumnya belum mengendurkan serangan. Bulan Februari 1984, Iran menggelar
"Operasi Fajar (Operation Dawn) 5 & 6" yang ditargetkan ke kota
Kut al-Amara dengan tujuan memotong jalur perairan yang menghubungkan Baghdad
& Basra. Dalam kedua operasi militer itu, Iran mengerahkan 500.000 personil
Basij & Pasdaran.
Pertempuran
dalam Operasi Fajar sekaligus menjadi seperti head-to-head kekuatan militer
yang dominan di masing-masing negara. Iran unggul jumlah tentara tapi
kekurangan alutsista pendukung macam pasukan udara & artileri, sementara
Irak kalah jauh dalam hal jumlah tentara tapi unggul dalam hal alutsista.
Periode antara tanggal 29 Februari hingga 1 Maret merupakan salah satu episode
pertempuran terbesar dalam Perang Irak-Iran di mana dalam pertempuran itu,
masing-masing pihak kehilangan 20.000 tentaranya.
Iran
kembali melancarkan agresi militer antara akhir Februari hingga Maret 1984 di
bawah kode sandi "Operasi Khaibar" dengan memakai sejumlah serangan
pendobrak ke Kota Basra. Agresi militer tersebut berujung keberhasilan pasukan
Iran merebut Pulau Majnun yang kaya minyak. Irak sempat melancarkan serangan
balik untuk merebut wilayah tersebut - termasuk dengan memakai senjata kimia.
Namun, pasukan Iran tetap berhasil mempertahankan pulau tersebut hingga
menjelang akhir perang.
Walaupun
berada pada posisi tertekan, pada tahun 1985 Irak masih sempat melakukan
penyerbuan balik ke Iran dengan menyerang Tehran & kota-kota penting di
Iran lainnya usai mendapatkan bantuan finansial dari negara-negara Arab
sekutunya & bantuan alutsista terbaru dari Uni Soviet, Cina, &
Perancis. Serangan Irak tersebut tidak membawa perubahan yang signifikan dalam
arah peperangan & sekalipun wilayahnya diserang, di tahun itu Iran tetap
melakukan penyerbuan ke wilayah Irak di bawah kode sandi "Operasi
Badr".
4.
1984-1988: Perang Tanker
Tahun
1984, Irak - yang baru mendapat bantuan pesawat tempur Super Etentard terbaru
dari Perancis - melakukan operasi militer di laut mulai dari muara Shatt
el-Arab hingga pelabuhan Iran di Bushehr. Target dari operasi militer tersebut
adalah semua kapal yang bukan berbendera Irak di wilayah operasi militer, baik
itu kapal berbendera Iran maupun kapal netral yang dari atau menuju Tehran.
Tujuannya adalah untuk memblokade ekpsor minyak Iran & mempengaruhi
ekonominya sehingga Iran mau berunding dengan Irak. Kebijakan militer Irak
tersebut lalu mengawali babak baru dalam perang yang dikenal sebagai
"perang tanker".
Jika ditelusuri,
sebenarnya perang tanker sudah dimulai sejak tahun 1981 di mana pasukan laut
Irak saat itu menargetkan titik-titik penting milik Iran di laut seperti
pelabuhan & kilang minyak. Dalam operasi militernya di laut tersebut, Irak
lebih banyak memakai angkatan udaranya untuk melakukan serangan. "Perang
tanker fase I" tersebut berlangsung selama 2 tahun setelah baik Irak
maupun Iran kekurangan armada kapal untuk meneruskan operasi militernya. Baru
pada tahun 1984, Irak memutuskan untuk kembali melakukan operasi militer di
laut sekaligus mengawali babak baru "perang tanker fase II".
Perang
tanker fase II dimulai ketika Irak menyerang kapal berbendera Yunani di sebelah
selatan Kepulauan Khark pada bulan Maret 1984. Iran lantas membalasnya dengan
menyerang kapal-kapal berbendera Kuwait di dekat Bahrain & Arab Saudi di
perairan Arab Saudi sendiri sekaligus memberi peringatan bahwa jika Irak tetap
nekat melanjutkan perang tanker, tak akan ada kapal milik negara Teluk yang
selamat. Suatu ancaman yang dampaknya tidak ringan karena berpotensi
melumpuhkan aktivitas pengangkutan minyak mentah di kawasan tersebut.
Upaya
Irak untuk memblokade jalur transportasi minyak Iran gagal melumpuhkan ekonomi
Iran karena ketika Irak memblokade kawasan teluk, Iran hanya memindahkan
pelabuhannya ke Kepulauan Larakdi dekat Hormuz sehingga aktivitas ekspor
minyaknya relatif tidak terganggu. Di lain pihak, justru Irak yang
perekonomiannya terancam setelah Suriah, sekutu Iran saat itu, memblokade pipa
minyak Irak ke Mediterania sejak tahun 1982. Sebagai antisipasinya, Irak
mengalihkan aktivitas ekspor minyaknya lewat Kuwait & jalur pipa minyak
baru dibangun melewati Laut Merah serta Turki.
5.
1987-1988: Ikut Campurnya Amerika Serikta
Situasi
perang tanker yang semakin membabi buta karena ikut menargetkan kapal-kapal
tanker dari negara-negara yang netral membuat Kuwait meminta bantuan pihak
internasional pada tahun 1986. Uni Soviet adalah negara pertama yang merespon
dengan mengirimkan kapal-kapal perangnya untuk mengawal kapal tanker Kuwait.
Kebijakan Uni Soviet lalu diikuti oleh AS pada tahun 1987 yang sebenarnya sudah
didekati Kuwait lebih dulu.
Faktor
pendorong utama ikut campurnya AS dalam Perang Irak-Iran sebenarnya disebabkan
karena kapal perangnya, USS Stark, ditenggelamkan oleh pesawat tempur Irak
sehingga 13 awak kapalnya meninggal. Irak meminta maaf kepada AS sambil
mengatakan bahwa itu adalah kecelakaan & permintaan maaf Irak diterima oleh
AS. Ironisnya, sesudah insiden itu AS justru menyalahkan Iran dengan alasan
Iranlah yang menyebabkan peperangan semakin berkobar. Tuduhan AS lalu diikuti
tindakan AS mengirim armada lautnya untuk mengawal kapal-kapal tanker milik
Kuwait yang mengibarkan bendera AS.
Tujuan
utama AS dalam penerjunan armada lautnya di sekitar Teluk adalah untuk
mengisolasi Iran & menjaga agar kapal-kapal bebas berlayar di sana. AS baru
melancarkan serangan langsung ke Iran dengan menghancurkan kilang minyak Iran
di ladang minyak Rostam setelah pasukan Iran menenggelamkan kapal tanker Kuwait
berbendera AS, Sea Isle City. Setahun kemudian, tepatnya bulan April 1988, AS
kembali menyerang kilang minyak & kapal-kapal perang Iran setelah kapal
perangnya, USS Samuel B. Roberts, tenggelam akibat ranjau laut Iran.
Tanggal 3
Juli 1988, kapal perang AS, USS Vincennes, menembak jatuh pesawat sipil Iran
sehingga seluruh penumpang & awak pesawatnya tewas. AS berdalih bahwa
pasukannya salah mengira bahwa pesawat sipil tersebut adalah pesawat tempur
Iran karena tidak mengidentifikasikan dirinya ke kapal perang sebagai pesawat
sipil & pesawat tersebut berada di perairan umum. Klaim AS tersebut
dibantah oleh Iran & sumber independen lainnya seperti bandara Dubai bahwa
pesawat tersebut sudah mengidentifikasikan dirinya ke kapal AS sebagai pesawat sipil
melalui radio & pesawat itu masih berada di perairan Iran.
6. Tahun
1988: Gencatan Senjata dan Pasca Perang
Antara
bulan April hingga bulan Agustus 1988, arah pertempuran mulai kembali ke arah
Irak di mana Irak berhasil meraih beberapa kemenangan penting atas Iran. Dalam
pertempuran pada kurun waktu tersebut, Irak juga berhasil merebut sejumlah
besar alutsista milik Iran & menguasai kembali Semenanjung Al-Faw serta
Kepulauan Majnun yang kaya minyak. Perang akhirnya berakhir setelah Iran
menerima Resolusi Dewan Keamanan PBB 598 & secara resmi mengakhiri perang
yang sudah terjadi selama 8 tahun pada tanggal 20 Agustus 1988.
Perang
Iran-Irak membawa kerugian besar bagi kedua belah pihak, baik dari segi
material & korban jiwa. Jumlah kerugian material bagi masing-masing negara
diperkirakan mencapai 500 juta dollar AS. Sebagai akibatnya, pembangunan
ekonomi menjadi terhambat & ekspor minyak kedua negara terganggu. Jumlah
kerugian lebih besar harus ditanggung Irak yang selama perang memang aktif
mencari pinjaman uang untuk menambah alutsista.
Tidak
diketahui secara pasti berapa jumlah korban tewas dalam Perang Irak-Iran.
Beberapa sumber memperkirakan bahwa jumlah korban tewas Irak mungkin mencapai
200.000 jiwa lebih, sementara Iran mencapai 1 juta jiwa sebagai akibat dari
taktik militer Iran yang banyak mengorbankan tentaranya untuk berhadap-hadapan
langsung dengan moncong senjata musuh. Jumlah tersebut belum termasuk mereka
yang meninggal kemudian akibat luka parah & penyakit, termasuk akibat
penggunaan senjata kimia Irak yang berdampak jangka panjang.
Selain
kerugian materi & korban jiwa, tidak ada perubahan berarti pasca perang.
Wilayah-wilayah yang menjadi bahan sengketa statusnya kembali seperti sebelum
perang & batas antara kedua negara juga tidak banyak berubah. Wilayah
perairan Shatt al-Arab contohnya, tetap dibagi menjadi milik kedua negara
dengan batasnya adalah titik terdalam pada perairan. Pasca perang, kedua negara
juga melakukan normalisasi hubungan bilateral.
E.
Upaya-Upaya yang Dilakukan Dalam Menghentikan Perang Irak-Iran
1.
Setelah sidang Dewan Keamanan PBB pada tanggal 28 September 1980 di New York
telah meminta kepada kedua belah pihak menghentikan peperangan dan permasalahan
kedua belah pihak diselesaikan di meja perundingan. Mereka meminta Irak mundur
dari tempat-tempat yang diduduki di Iran. Tetapi kedua belah pihak menolak
tawaran tersebut.
2. Dalam
proses penyelesain Perang Irak-Iran, Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan
Resolusi No.598 pada tanggal 20 Juli 1987. Resolusi ini berisi usulan untuk
dilakukannya genjatan senjata antara Irak dan Iran. Namun Irak dan Iran menolak
usulan tersebut.
3. Pada
akhir Juli 1988, Iran menyatakan kesediaanya untuk menerima usul genjatan
senjata dan diberrlakukannya kembali perjanjian Algier seperti yang tercantum
dalam Resolusi DK PBB No.598. Iran mendapat kompensasi dari Irak sebesar 150
juta dolar AS pertahun.
F. Dampak
yang Ditimbulkan dari Perang Irak-Iran
a. Dampak
Negatif yang Ditimbulkan :
1. Dalam
Bidang Ekonomi:
-
Perekonomian Irak mengalami kehancuran serta terkena blokade ekonomi dan sanksi
dari PBB
-
Kerugian besar bagi kedua belah pihak, dari segi material jumlah kerugian
material bagi masing-masing negara diperkirakan mencapai 500 juta dollar AS.
- Jumlah
kerugian lebih besar harus ditanggung Irak yang selama perang memang aktif
mencari pinjaman uang untuk menambah persenjataan.
-
Pembangunan ekonomi di kedua negara menjadi terhambat dan ekspor minyak kedua
negara terganggu.
-
Produksi minyak yang menurun drastis mempenagruhi perekonomian dunia, khususnya
bagi industri-indstri di dunia Barat dan Jepang.
- Ladang
minyak dari kedua negara mengalami kerusakan, untuk Irak di daerah Kirkuk,
Basra dan Fao, sedangkan untuk Iran mengalami kerusakan di pulau Kharg dan
Abadan.
2. Dalam
Bidang Sosial:
- Jumlah
korban jiwa, jumlah korban tewas Irak mungkin mencapai 200.000 jiwa lebih,
sementara Iran mencapai 1 juta jiwa sebagai akibat dari taktik militer Iran
yang banyak mengorbankan tentaranya untuk berhadap-hadapan langsung dengan
moncong senjata musuh. Jumlah tersebut belum termasuk mereka yang meninggal
kemudian akibat luka parah dan penyakit, termasuk akibat penggunaan senjata
kimia Irak yang berdampak jangka panjang.
-
Perpecahan di negara Arab menimbulkan rasa tidak nyaman dan suasana kehidupan
sehari-hari yang tegang dan tercekang yang disebabkan adanya perperangan.
- Irak
yang menuduh Iran terlibat dalam percobaan pembunuhan terhadap Deputi Perdana
Menteri Irak sehingga langsung mendeportasi ribuan warga Syi’ah berdarah Iran
keluar dari Irak.
3. Dampak
Bidang Politik:
- Amerika
Serikat semakin kuat pengaruhnya di Timur Tengah.
- Adanya
sikap anti USA dari pihak Irak (Amerika Serikat).
- Proses
jalannya pemerintahan di kedua negara menjadi kurang efisien dan terhambat
karena adanya perang ini.
4. Dampak
Bidang Kemiliteran:
- Banyak
korban peperangan ini tidak hanya dari non sipil namun juga dari kemiliteran di
kedua negara yang banyak tewas dan luka-luka serta cacat fisik dalam peperangan
ini.
- Banyak
persenjataan dan alat-alat kemiliteran yang digunakan pada peperangan ini rusak
berat atau bahkan tidak dapat digunakan lagi.
b. Dampak
Positif yang Ditimbulkan :
- Selain
kerugian materi dan korban jiwa, tidak ada perubahan berarti pasca perang.
Wilayah-wilayah yang menjadi bahan sengketa statusnya kembali seperti sebelum
perang dan batas antara kedua negara juga tidak banyak berubah. Wilayah
perairan Shatt al-Arab contohnya, tetap dibagi menjadi milik kedua negara
dengan batasnya adalah titik terdalam pada perairan.
-
Teknologi persenjataan perang yang canggih di antara kedua negara yang
meningkat pesat sehingga berpengaruh positif bagi peningkatan persenjataan
kemiliteran masing-masing negara.
BAB III
KESIMPULAN
Latar
belakang terjadinya Perang Teluk I antara lain sengketa antara Irak dan Iran
sebenarnya masih terkait dengan sejarah kedua belah negara yang tak pernah
akur, persengketaan wilayah yang dianggap penting oleh Irak dan Iran, munculnya
Revolusi Islam oleh Iran, percobaan pembunuhan terhadap pejabat Irak, dan
penyebab-penyebab khususn lainnya yang mendorong terjadi Perang Teluk I
(serangan granat pada tanggal 1 April 1980, pengusiran ribuan keturunan Iran
oleh Saddam, kedua negara saling menempatkan pasukan masing – masing di daerah
perbatasan dalam jumlah yang cukup besar, perang pers dan media masa antar
kedua belah negara, presiden Saddam Hussein secara sepihak membatalkan
Perjanjian Algiers tahun 1975). Menurut para pengamat ada dua faktor yang
menyebabkan invansi yang dilakukan Saddam ke Iran, pertama, adanya kekhawatiran
dikalangan penguasa negara Arab terhadap kemungkinan menularnya revolusi
Khoehenni kenegara-negara Arab. Dan yang kedua, ambisi Saddam Hussein untuk
bisa tampil sebagai pemimpin Arab.
Penyebab
perang Irak dan Iran itu terjadi selama 8 tahun adalah, pertama, dugaan Irak
salah yang menganggap perang akan berakhir cepat dan meremehkan kekuatan Iran
yang sedang kacau, kedua, Irak berhasil merebut daerah-daerah minyak di Iran
walaupun lamban tetapi Irak masih optimis untuk tujuannya menguasai sebagian
wilayah islam dan mendominasi kekuatan bangsa Arab, yang ketiga adalah Iran
menolak tawaran Irak untuk mengakhiri konflik dan menyelesaikan sengketa secara
damai maupun usaha penengahan karena Iran tetap optimis akan memenangkan perang
tersebut. Dari keegoisan kedua belah pihak inilah yang membuat Perang Teluk I
terjadi hingga waktu yang cukup lama yaitu 8 tahun.
Pada
Perang Teluk I ini maka campur tangan negara asing yang terjadi ini belum
dikatakan sebagai intervensi karena banyak campur tangan yang dilakukan oleh
negara lain bahkan dari bangsa Arab sendiri yang bertujuan untuk memperjuangkan
nasib bangsa Arab (dengan cara membela Irak) bukan intervensi asing karena
masalah ini juga menjadi masalah-masalah bangsa Arab karena mereka berada dalam
satu lingkup bangsa Arab dan bangsa-bangsa pengimpor minyak dari kawasan ini
atau negara super power untuk meredakan konflik yang ada disana. Dan dari
banyak sumber yang mengatakan bahwa intervensi itu hamper muncul dari Uni
Soviet tetapi dapat dicegah oleh pasukan Amerika Serikat.
DAFTAR PUSTAKA
M. Riza
Shihbudi, 1991, Islam, Dunia Arab, Iran : Bara Timur Tengah, Jakarta,
Mizan
Isawati,
2012, Sejarah Timur Tengah (Sejarah Asia Barat Daya Jilid I.), Yogyakarta,
Penerbit Ombak.
http://danzberdikari.blogspot.com/2012/12/tragedi-perang-berdarah-irak-iran-1980.htmlTragedi
Perang Berdarah Irak-Iran, diakses pada 7 Nopember 2014, jam 10.12 WIB.
http://nadinenot.blogspot.com/2014/03/makalah-perang-teluk-i-perang-irak-iran.htmlPerang
Teluk I (Perang Irak-Iran), diakses pada 7 Nopember 2014, jam 10.42 WIB