Hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan darah diastolik tetap yang lebih besar dari 90
mmHg disertai dengan kenaikan tekanan darah sistolik 140 mmHg. Hipertensi
disebabkan oleh peningkatan tonus otot
polos vaskuler perifer yang menyebabkan peningkatan resistensi arteriola dan
menurunnya kapasitas sistem pembuluh vena. Berikut jenis obat antihipertensi:
DIURETIKA
Diuretika
dan atau penyekat β sering diberikan sebagai terapi hipertensi baris pertama.
Terapi diuretika dosis rendah aman dan efektif untuk menghindari stroke, infark
miokard, gagal jantung kongestif dan mortalitas. Diuretika menghasilkan
peningkatan aliran urin (diuresis) dengan menghambat reabsorpsi natrium dan air
di tubulus ginjal,sehingga meningkatkan pelepasan air dan garam natrium, hal
ini menyebabkan penurunan volume cairan dan merendahkan tekanan darah. Enam
kategori diuretik yang efektif untuk menghilangkan air dan natrium adalah:
-
Tiazid dan
seperti tiazid
-
Diuretik kuat
-
Diuretik hemat
kalium
-
Penghambat
anhidrase karbonik
-
Osmotik
-
Merkurial
Diuretika
tiazid dan seperti tiazid
Farmakokinetik
: Diabsorpsi dengan baik dalam gastrointestinal. Hidroklorotiazid memiliki kakuatan
ikat protein yang lebih lemah dibandingkan dengan furosemid. Waktu paruh tiazid
lebih panjang dibandingkan diuretik loop. Untuk alasan ini, tiazid harus
diberikan pada pagi hari untuk menghindari nokturia (berkemiih di malam hari)
Farmakodinamik:
Tiazid bekerja langsung pada arteriol, menyebabkan vasodilatasi sehingga dapat
menurunkan tekanan darah. Awal kerja dari hidrotiazid timbul dalam waktu 2 jam.
Konsentrasi puncak berbeda-beda. Tiazid terbagi dalam 3 kelompok sesuai dengan
lama kerjanya, tiazid kerja pendek
(klorotiazid, hidroklorotiazid) memiliki kerja kurang dari 12 jam, tiazid kerja
menengah (bendroflumetiazid, benztiazid, sikotiazid) lama kerjanya antara 12-24 jam dan yang
bekerja lama (metiltiazid, politiazid, triklormetiazid) memiliki kerja lebih dari 24 jam.
Efek Samping dan Reaksi
yang merugikan : Ketidakseimbangan elektrolit
(hipokalemia, hipokalsemia, hipomagnesia dan kehilangan bikarbonat),
hiperglisemia, hiperuresemia, dan hiperlipidemia. Tiazid mempengaruhi
metabolisme karbohidrat dan biasa terjadi hiperglikemia terutama pada klien
yang memiliki kadar gula darah tinggi atau di atas batas normal.
Kontraindikasi:
Tiazid menjadi kontraindikasi untuk dipakai pada penderita gagal ginjal.
Interaksi Obat:
Penggunaan dengan digoksin akan menimbulkan efek yang serius, tiazid dapat
menyebabkan hipokalemia yang menguatkan kerja digoksin dan dapat terjadi
keracunan digitalis.
Diuretik
Kuat (Loop / High Ceiling)
Diuretik
kuat bekerja pada ansa Henle dengan menghambat transport klrida terhadap
natrium kedalam sirkulasi (menghambat reabsorpsi natrium pasif). Obat ini hanya
memiliki sedikit efek terhadap gula darah tetapi kadar asam urat akan
meningkat. Sangat poten dan menyebabkan penurunan jumlah air dan elektrolit
dalam jumlah besar. Efek dari diuretic kuat berkorelasi dengan dosis, yaitu
dengan meningkatnya dosis, efek dan respon obat ini juga akan meningkat, inilah
mengapa golongan obat ini juga disebut diuretic kuat. Diuretik kuat lebih
berpotensi daripada tiazid, menghambat reapsorpsi natrium dua sampai tiga kali
lebih efektif, tetapi efektifitasnya terhadap antihipertensi berkurang.
Farmakokinetik:
Cepat diabsorpsi di saluarn percernaan. Berikatan dengan protein sangat tinngi
dengan waktu paruh yang bervariasi dari 30 menit sampai 1.5 jam
Farmakodinamik:
memiliki efek saluretik yang besar (kehilangan natrium) dan dapat menyebabkan
dieresis cepat. Waktu awal kerja dari diuretic loop terjadi setelah 30-60
menit.
Efek samping dan Reaksi
yangmerugikan: Efek samping yang sering dijumpai
adalah ketidakseimbangan elektrolit dan cairan seperti hipokalsemia dan
hipokloremia. Hipotensi ortostatik dapat timbul. Trombositopenia, gangguan
kulit dan tulis ementara jarang terlihat.
Interaksi Obat: interaksi obat yang paling utama adalah
dengan preparat digitalis. Jika klien memakai digoksin dengan diuretic kuat
dapat terjadi keracunan digitalis. Klien ini memerlukan tambahan kalium melalui
makanan atau obat.
Diuretik
Hemat Kalium
Diuretik
hemat kalium lebih lemah dari tiazid dan diuretic loop, dipaaki untuk diuretic
ringan atau dalam kombinasi dengan obat antihipertensi. Obat ini bekerja pada
tubulus distal gunjal untuk menigktakan ekskresi natrium dan air dan retensi
kalium.
Obat
ini mengganggu pompa natrium kalium yang dikontrol oleh aldosteron hormon
mineralokotikoid (natrium ditahan dan kalium diekskresi). Klaium direabsorpsi
dan natrium diekskrresi.
Spironolakton
adalah antagonis aldosteron yang ditemukan pada 1958, merupakan sebuah diuretic hemat kalium
pertama. Antagonis aldosteron menghambat pompa natrium kalium sehingga kalium
ditahan dan natrium diekskresi.
Efek samping dan reaksi
yang merugikan: Efek samping utama adalah
hiperkalemia. Hati-hati dalam memberikan obat ini pada klien yang fungsi
ginjalnya buruk, karena 80-90 % dari kalium diekskresikan oleh ginjal. Urin
harus sekurang-kurangnya 600 ml sehari. Klien tidak boleh memakai tambahan
kalium kecuali jika kadar kalium dalam serum sangat rendah.
Diuretik
Osmotik
Diuretik
osmotik meningkatkan osmolalitas (konsentrasi) plasma dan cairan dalam tubulus
ginjal. Suatu zat dapat dikatan sebagai diuretik osmotik jika memenuhi 4
syarat: 1. Difiltrasi secara bebas oleh
glomerulus , 2. Tidak atau hanya sedikit diabsorpsi oleh sel tubuli
ginjal, 3. Merupakan zat yang inert, 4. Resisten terhadap perubahan metabolik.
Contoh golongan in adalah manitol, urea, gliserin, isosorbid.
Adanya
zat tersebut dalam lumen tubuli, meningkatkan tekanan osmotik, sehingga jumlah
air dan elektrolit yang diekskresi meningkat. Tetapi untuk menimbulkan dieresis
yang cukup besar, diperlukan dosis diuretik osmotik yang tinggi. Manitol paling
sering digunakan di antara yang lainnya, karena manitol tidak mengalami
metabolisme dalam badan dan hanya sedikit sekali direabsorpsi tubuli bahkan
praktis dianggap tidak direabsorpsi. Diuretik osmotik terutama bermanfaat pada
pasien oliguria akut akibat syok hipovolemik yang telah dikoreksi, akibat
reaksi trasnfusi, bahan toksik atau sebab lain yang menimbulkan nekrosis tubuli
akut, karena dalam keadaan ini, obat yang kerjanya mempengaruhi fungsi tubuli
tidak efektif
Efek Samping:
Manitol didistribusi ke cairan ekstrasel, oleh karena itu pemberian laruta
manitol hipertonis akan meningkatkan osmolaritas cairan ekstrasel, sehingga
dapat menambahkan jumlah cairan ekstrasel. Hal ini berbahaya bagi pasien payah
jantung. Kadang-kadang manitol juga dapat menimbulkan reaksi hipersensitif.
Kontraindikasi:
Manitol dikontraindikasikan pada penyakit ginjal dengan anuria atau pada
keadaan oliguria yang tidak responsif dengan dosis percobaan, kongesti atau
edema paru yang berat, dehidrasi hebat dan perdarahan intrakranial kecuali bila
akan dilakukan kraniotomi. Infus manitol harus segera dihentikan bila terdapat
tanda-tanda gangguan fungsi ginjal yang progresif, payah jantung atau kongesti
paru. Urea tidak boleh diberikan pada gangguan fungsi hati berat karena ada
risiko terjadinya peningkatan kadar amoniak. Manitol dan urea
dikontraindikasikan pada perdarahan serebral aktif.
Penghambat
Karbonik Anhidrase
Karbonik
anhidrase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi O ↔. Enzim ini terdapat
antara lain daam sel korteks renalis, pancreas, mukosa lambung, mata, eritrosit
dan SSP, tetapi tidak terdapat dalam plasma.
Farmakodinamik:
Efek farmakodinamik yang utama dari asetazolamid adalah penggunaan karbonik
anhidrase secara nonkompetitif. Akibatnya terjadi perubahan sistemik dan
perubahan terbatas pada organ tempat enzim tersebut berada.
Farmakokinetik:
Asezatolamid mudah diserap melaui saluran cerna. Kdar maksimal dalam darah
dicapai dalam 2 jam dan ekskresi melaui ginjal sudah sempurna dalam 24 jam.
Obat ini mengalami proses sekresi aktif oleh tubuli dan sebagian direabsorpsi
secara pasif. Obat penghambat karbonik anhidrase tidak dapat masuk ke dalam
eritrosit, jadi efeknya haya terbatas pada ginjal saja. Distribusi penghambat
karbonik anhidrase dalam tubuh ditentukanoleh ada tidaknya enzim karbonik
anhidrase dalam sel yang bersangkutan dan dapat tidaknya obat itu masuk ke dalam
sel. Asetazolamid tidak dimetabolisme dan diekskresi dalam bentuk utuh melalui
urin.
Efek Samping dan
Kontraindikasi: Intoksikasi asetazolamid jarang
terjadi. Efek dieresis asetazolamid asetazolamid yang terjadi disertai dengan
hilangnya ion bikarbonat dapat menimbulkan asidosis metabolik hiperkloremia dan
juga meningkatnya hilangya ion kalium karena lebih banyak ion natrium yang
memasuki tubuli distal dan meningkatnya pertukaran Na-K. Adanya pembentukan
batu ginjal , mengantuk, dan parestesia
ACE
INHIBITOR
Obat
dalam golongan ini menghambat enzim pengubah angiotensin (ACE) yang nantinya
akan menghambat pembentukan angiotensin II (vasokonstriktor) dan menghambat
pelepasan aldosteron. Aldosteron meningkatkan retensi natrium dan ekskresi
kalium. Jika aldosteron dihambat, natrium diekskresikan bersama-sama dengan
air. Katopril, enalapril dan lisinopril adalah ketiga antagonis angiotensin.
Penggunaan:
ACE Inhibitor efektif untuk hipertensi ringan, sedang maupun berat. Bahkan
beberapa diantarnya dapat digunkaan pada krisis hipertensi seperti kaptopril
dan enalaprilat . Obat ini efektif pada sekitar 70 % pasien. Kombinasi dengan
β-blocker memberikan efek aditif. Kombinasi dengan vasodilator lain, termasuk
prazosin dan antagonis kalsium, memberi efek yang baik. Tetapi pemberian
bersama penghambat edrenergik lain yang menghambat respons adrenergik α dan β
(misalnya klonidin, metildopa, labetalol, atau kombinasi α dengan β blocker
sebaiknya dihindari karena dapat menimbulkan hipotensi berat dan berkepanjangan
ACE-Inhibitor
terpilih untuk hipertensi dengan gagal jantung kongestif. Obat ini juga
menujukkan efek positif terhadap lipid darah dan mengurangi resistensi insulin
sehingga sangat baik untuk hipertensi pada diabetes, dislipidemia dan obesitas.
Obat ini juga sering digunakan untuk mengurangi proteiunuria pada sindrom
nefrotik dan nefropat DM. Selain itu ACE-inhibitor juga sangat baik untuk
hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit jantung koroner dan
lain-lain.
Farmakokinetik:
Kaptopril
diabsorpsi dengan baik pada pemberian oral dan bioavailabilitas 70-75%.
Pemberian bersama makanan akan mengurangi absorpsi sekitar 30 %, oleh karena
itu obat ini harus diberikan 1 jam sebelum makan. Sebagian besar ACE-inhibitor
mengalami metabolisme di hati, kecuali lisinopril yang tidak dimetabolisme.
Eliminasi umumnya melalui ginjal, keculai fosinopril yang mengalami eliminasi
di ginjal dan bilier.
Efek samping:
Pada awal pemberian dapat menimbulkan hipotensi. Batuk kering merupakaan efek
samping yang paling sering terjadi dengan insiden 5-20%, lebih sering pada
wanita dan lebih sering terjadi pada malam hari, diduga efek samping ini ada
kaitannya dengan peningkatan kadar bradikinin dan substansi P, dan / atau
prostaglandin. Efek samping ini bergantung pada besarnya dosis dan bersifat
reversibel bila obat dihentikan. Dapat menyebabkan hiperkalemia pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal atau pada pasien yang juga mendapati diuretic
hemat kalsium, AINS, suplemen kalium atau β-blocker.
Perhatian dan
Kontraindikasi: ACE Inhibitor dikontraindikasikan pada
wanita hamil karena bersifat teratogenik. Pemberian pada ibu menyusui juga
kontraindikasi karena ACE inhibitor diekskresi melalui ASI dan berakibat buruk
terhadap fungsi ginjal bayi.Pemberian bersama diuretic hemat kalium dapat
menimulkan hiperkalemia. Pemberian bersama antasida akan mengurangi absorpsi,
sedangkan kombinasi dengan AINS akan mengurangi efek antihipertensinya dan
menambah resiko hiperkalemia.
DAFTAR
PUSTAKA:
Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2011. Farmakologi
dan Terapi.
Jakarta:
Badan Penerbit FK UI
Kee,
L. joyce & Evelyn R. Hayes. 1996. Farmakologi:
Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta: EGC