الخميس، 12 سبتمبر 2013

Makalah Antihipertensi Diuretika dan ACE Inhibitor

Kumpulan Makalah berikut ini saya mempunyai Makalah Kedokteran yang berjudul "Makalah Antihipertensi Diuretika dan ACE Inhibitor". semoga makalah ini bisa berguna bagi para mahasiswa dengan jurusan tersebut dan semoga bisa membantu para mahasiswa dalam mengerjakan tugas kedokteran. 
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah diastolik tetap yang lebih besar dari 90 mmHg disertai dengan kenaikan tekanan darah sistolik 140 mmHg. Hipertensi disebabkan oleh peningkatan  tonus otot polos vaskuler perifer yang menyebabkan peningkatan resistensi arteriola dan menurunnya kapasitas sistem pembuluh vena. Berikut jenis obat antihipertensi:
DIURETIKA
Diuretika dan atau penyekat β sering diberikan sebagai terapi hipertensi baris pertama. Terapi diuretika dosis rendah aman dan efektif untuk menghindari stroke, infark miokard, gagal jantung kongestif dan mortalitas. Diuretika menghasilkan peningkatan aliran urin (diuresis) dengan menghambat reabsorpsi natrium dan air di tubulus ginjal,sehingga meningkatkan pelepasan air dan garam natrium, hal ini menyebabkan penurunan volume cairan dan merendahkan tekanan darah. Enam kategori diuretik yang efektif untuk menghilangkan air dan natrium adalah:
-          Tiazid dan seperti tiazid
-          Diuretik kuat
-          Diuretik hemat kalium
-          Penghambat anhidrase karbonik
-          Osmotik
-          Merkurial
Diuretika tiazid dan seperti tiazid
Farmakokinetik : Diabsorpsi dengan baik dalam gastrointestinal. Hidroklorotiazid memiliki kakuatan ikat protein yang lebih lemah dibandingkan dengan furosemid. Waktu paruh tiazid lebih panjang dibandingkan diuretik loop. Untuk alasan ini, tiazid harus diberikan pada pagi hari untuk menghindari nokturia (berkemiih di malam hari)
Farmakodinamik: Tiazid bekerja langsung pada arteriol, menyebabkan vasodilatasi sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Awal kerja dari hidrotiazid timbul dalam waktu 2 jam. Konsentrasi puncak berbeda-beda. Tiazid terbagi dalam 3 kelompok sesuai dengan lama  kerjanya, tiazid kerja pendek (klorotiazid, hidroklorotiazid) memiliki kerja kurang dari 12 jam, tiazid kerja menengah (bendroflumetiazid, benztiazid, sikotiazid)  lama kerjanya antara 12-24 jam dan yang bekerja lama (metiltiazid, politiazid, triklormetiazid)  memiliki kerja lebih dari 24 jam.
Efek Samping dan Reaksi yang merugikan : Ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hipokalsemia, hipomagnesia dan kehilangan bikarbonat), hiperglisemia, hiperuresemia, dan hiperlipidemia. Tiazid mempengaruhi metabolisme karbohidrat dan biasa terjadi hiperglikemia terutama pada klien yang memiliki kadar gula darah tinggi atau di atas batas normal.
Kontraindikasi: Tiazid menjadi kontraindikasi untuk dipakai pada penderita gagal ginjal.
Interaksi Obat: Penggunaan dengan digoksin akan menimbulkan efek yang serius, tiazid dapat menyebabkan hipokalemia yang menguatkan kerja digoksin dan dapat terjadi keracunan digitalis.
Diuretik Kuat (Loop / High Ceiling)
Diuretik kuat bekerja pada ansa Henle dengan menghambat transport klrida terhadap natrium kedalam sirkulasi (menghambat reabsorpsi natrium pasif). Obat ini hanya memiliki sedikit efek terhadap gula darah tetapi kadar asam urat akan meningkat. Sangat poten dan menyebabkan penurunan jumlah air dan elektrolit dalam jumlah besar. Efek dari diuretic kuat berkorelasi dengan dosis, yaitu dengan meningkatnya dosis, efek dan respon obat ini juga akan meningkat, inilah mengapa golongan obat ini juga disebut diuretic kuat. Diuretik kuat lebih berpotensi daripada tiazid, menghambat reapsorpsi natrium dua sampai tiga kali lebih efektif, tetapi efektifitasnya terhadap antihipertensi berkurang.
Farmakokinetik: Cepat diabsorpsi di saluarn percernaan. Berikatan dengan protein sangat tinngi dengan waktu paruh yang bervariasi dari 30 menit sampai 1.5 jam
Farmakodinamik: memiliki efek saluretik yang besar (kehilangan natrium) dan dapat menyebabkan dieresis cepat. Waktu awal kerja dari diuretic loop terjadi setelah 30-60 menit.
Efek samping dan Reaksi yangmerugikan: Efek samping yang sering dijumpai adalah ketidakseimbangan elektrolit dan cairan seperti hipokalsemia dan hipokloremia. Hipotensi ortostatik dapat timbul. Trombositopenia, gangguan kulit dan tulis ementara jarang terlihat.
Interaksi Obat:  interaksi obat yang paling utama adalah dengan preparat digitalis. Jika klien memakai digoksin dengan diuretic kuat dapat terjadi keracunan digitalis. Klien ini memerlukan tambahan kalium melalui makanan atau obat.
Diuretik Hemat Kalium
Diuretik hemat kalium lebih lemah dari tiazid dan diuretic loop, dipaaki untuk diuretic ringan atau dalam kombinasi dengan obat antihipertensi. Obat ini bekerja pada tubulus distal gunjal untuk menigktakan ekskresi natrium dan air dan retensi kalium.
Obat ini mengganggu pompa natrium kalium yang dikontrol oleh aldosteron hormon mineralokotikoid (natrium ditahan dan kalium diekskresi). Klaium direabsorpsi dan natrium diekskrresi.
Spironolakton adalah antagonis aldosteron yang ditemukan pada 1958,  merupakan sebuah diuretic hemat kalium pertama. Antagonis aldosteron menghambat pompa natrium kalium sehingga kalium ditahan dan natrium diekskresi.
Efek samping dan reaksi yang merugikan: Efek samping utama adalah hiperkalemia. Hati-hati dalam memberikan obat ini pada klien yang fungsi ginjalnya buruk, karena 80-90 % dari kalium diekskresikan oleh ginjal. Urin harus sekurang-kurangnya 600 ml sehari. Klien tidak boleh memakai tambahan kalium kecuali jika kadar kalium dalam serum sangat rendah.
Diuretik Osmotik
Diuretik osmotik meningkatkan osmolalitas (konsentrasi) plasma dan cairan dalam tubulus ginjal. Suatu zat dapat dikatan sebagai diuretik osmotik jika memenuhi 4 syarat: 1. Difiltrasi secara bebas oleh  glomerulus , 2. Tidak atau hanya sedikit diabsorpsi oleh sel tubuli ginjal, 3. Merupakan zat yang inert, 4. Resisten terhadap perubahan metabolik. Contoh golongan in adalah manitol, urea, gliserin, isosorbid.
Adanya zat tersebut dalam lumen tubuli, meningkatkan tekanan osmotik, sehingga jumlah air dan elektrolit yang diekskresi meningkat. Tetapi untuk menimbulkan dieresis yang cukup besar, diperlukan dosis diuretik osmotik yang tinggi. Manitol paling sering digunakan di antara yang lainnya, karena manitol tidak mengalami metabolisme dalam badan dan hanya sedikit sekali direabsorpsi tubuli bahkan praktis dianggap tidak direabsorpsi. Diuretik osmotik terutama bermanfaat pada pasien oliguria akut akibat syok hipovolemik yang telah dikoreksi, akibat reaksi trasnfusi, bahan toksik atau sebab lain yang menimbulkan nekrosis tubuli akut, karena dalam keadaan ini, obat yang kerjanya mempengaruhi fungsi tubuli tidak efektif
Efek Samping: Manitol didistribusi ke cairan ekstrasel, oleh karena itu pemberian laruta manitol hipertonis akan meningkatkan osmolaritas cairan ekstrasel, sehingga dapat menambahkan jumlah cairan ekstrasel. Hal ini berbahaya bagi pasien payah jantung. Kadang-kadang manitol juga dapat menimbulkan reaksi hipersensitif.
Kontraindikasi: Manitol dikontraindikasikan pada penyakit ginjal dengan anuria atau pada keadaan oliguria yang tidak responsif dengan dosis percobaan, kongesti atau edema paru yang berat, dehidrasi hebat dan perdarahan intrakranial kecuali bila akan dilakukan kraniotomi. Infus manitol harus segera dihentikan bila terdapat tanda-tanda gangguan fungsi ginjal yang progresif, payah jantung atau kongesti paru. Urea tidak boleh diberikan pada gangguan fungsi hati berat karena ada risiko terjadinya peningkatan kadar amoniak. Manitol dan urea dikontraindikasikan pada perdarahan serebral aktif.
Penghambat Karbonik Anhidrase
Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi O  . Enzim ini terdapat antara lain daam sel korteks renalis, pancreas, mukosa lambung, mata, eritrosit dan SSP, tetapi tidak terdapat dalam plasma.
Farmakodinamik: Efek farmakodinamik yang utama dari asetazolamid adalah penggunaan karbonik anhidrase secara nonkompetitif. Akibatnya terjadi perubahan sistemik dan perubahan terbatas pada organ tempat enzim tersebut berada.
Farmakokinetik: Asezatolamid mudah diserap melaui saluran cerna. Kdar maksimal dalam darah dicapai dalam 2 jam dan ekskresi melaui ginjal sudah sempurna dalam 24 jam. Obat ini mengalami proses sekresi aktif oleh tubuli dan sebagian direabsorpsi secara pasif. Obat penghambat karbonik anhidrase tidak dapat masuk ke dalam eritrosit, jadi efeknya haya terbatas pada ginjal saja. Distribusi penghambat karbonik anhidrase dalam tubuh ditentukanoleh ada tidaknya enzim karbonik anhidrase dalam sel yang bersangkutan dan dapat tidaknya obat itu masuk ke dalam sel. Asetazolamid tidak dimetabolisme dan diekskresi dalam bentuk utuh melalui urin.
Efek Samping dan Kontraindikasi: Intoksikasi asetazolamid jarang terjadi. Efek dieresis asetazolamid asetazolamid yang terjadi disertai dengan hilangnya ion bikarbonat dapat menimbulkan asidosis metabolik hiperkloremia dan juga meningkatnya hilangya ion kalium karena lebih banyak ion natrium yang memasuki tubuli distal dan meningkatnya pertukaran Na-K. Adanya pembentukan batu ginjal , mengantuk, dan parestesia
ACE INHIBITOR
Obat dalam golongan ini menghambat enzim pengubah angiotensin (ACE) yang nantinya akan menghambat pembentukan angiotensin II (vasokonstriktor) dan menghambat pelepasan aldosteron. Aldosteron meningkatkan retensi natrium dan ekskresi kalium. Jika aldosteron dihambat, natrium diekskresikan bersama-sama dengan air. Katopril, enalapril dan lisinopril adalah ketiga antagonis angiotensin.
Penggunaan: ACE Inhibitor efektif untuk hipertensi ringan, sedang maupun berat. Bahkan beberapa diantarnya dapat digunkaan pada krisis hipertensi seperti kaptopril dan enalaprilat . Obat ini efektif pada sekitar 70 % pasien. Kombinasi dengan β-blocker memberikan efek aditif. Kombinasi dengan vasodilator lain, termasuk prazosin dan antagonis kalsium, memberi efek yang baik. Tetapi pemberian bersama penghambat edrenergik lain yang menghambat respons adrenergik α dan β (misalnya klonidin, metildopa, labetalol, atau kombinasi α dengan β blocker sebaiknya dihindari karena dapat menimbulkan hipotensi berat dan berkepanjangan
ACE-Inhibitor terpilih untuk hipertensi dengan gagal jantung kongestif. Obat ini juga menujukkan efek positif terhadap lipid darah dan mengurangi resistensi insulin sehingga sangat baik untuk hipertensi pada diabetes, dislipidemia dan obesitas. Obat ini juga sering digunakan untuk mengurangi proteiunuria pada sindrom nefrotik dan nefropat DM. Selain itu ACE-inhibitor juga sangat baik untuk hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit jantung koroner dan lain-lain.
Farmakokinetik:
Kaptopril diabsorpsi dengan baik pada pemberian oral dan bioavailabilitas 70-75%. Pemberian bersama makanan akan mengurangi absorpsi sekitar 30 %, oleh karena itu obat ini harus diberikan 1 jam sebelum makan. Sebagian besar ACE-inhibitor mengalami metabolisme di hati, kecuali lisinopril yang tidak dimetabolisme. Eliminasi umumnya melalui ginjal, keculai fosinopril yang mengalami eliminasi di ginjal dan bilier.
Efek samping: Pada awal pemberian dapat menimbulkan hipotensi. Batuk kering merupakaan efek samping yang paling sering terjadi dengan insiden 5-20%, lebih sering pada wanita dan lebih sering terjadi pada malam hari, diduga efek samping ini ada kaitannya dengan peningkatan kadar bradikinin dan substansi P, dan / atau prostaglandin. Efek samping ini bergantung pada besarnya dosis dan bersifat reversibel bila obat dihentikan. Dapat menyebabkan hiperkalemia pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau pada pasien yang juga mendapati diuretic hemat kalsium, AINS, suplemen kalium atau β-blocker.
Perhatian dan Kontraindikasi: ACE Inhibitor dikontraindikasikan pada wanita hamil karena bersifat teratogenik. Pemberian pada ibu menyusui juga kontraindikasi karena ACE inhibitor diekskresi melalui ASI dan berakibat buruk terhadap fungsi ginjal bayi.Pemberian bersama diuretic hemat kalium dapat menimulkan hiperkalemia. Pemberian bersama antasida akan mengurangi absorpsi, sedangkan kombinasi dengan AINS akan mengurangi efek antihipertensinya dan menambah resiko hiperkalemia.
DAFTAR PUSTAKA:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2011. Farmakologi dan Terapi.
Jakarta: Badan Penerbit FK UI
Kee, L. joyce & Evelyn R. Hayes. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta: EGC