BAB 1
PENDAHULUAN
Latarbelakang
Dengan mengacu pada praktek yang
dilaksanakan di Eropa, pemerintahan kolonial Belanda menerapkan konsep
pembagian peran pemerintah dan swasta dengan jelas. Begitu pula, sesuai dengan
pemikiran pada masa itu, dengan pembedaan barang dan jasa publik, semi publik,
dan barang jasa swasta.
Dari kacamata Ilmu Hukum Keuangan
Negara, keberadaan IBW (Indische Bedrijven Wet) yang menaungi
perusahaan-perusahaan pemerintah pada era Hindia Belanda dari segi hukum, pada
hakekatnya, merupakan pengakuan bahwa pemerintah bukan hanya memiliki peran
sebatas sebagai otoritas, tetapi juga sebagai individu. Di lain pihak, adanya
perusahaan-perusahaan yang tunduk pada ketentuan ICW (Indische Comptabiliteits
Wet) memberikan gambaran tentang barang-barang dan jasa semi publik yang harus
dikelola pemerintah dengan memperhatikan berbagai aspek, khususnya aspek
kelembagaan dan anggaran negara.
Dengan berbekal pada kenyataan
tersebut di atas, gelombang perubahan yang terjadi di berbagai belahan dunia
setelah berakhirnya Perang Dunia ke II di bidang pengelolaan keuangan negara
tidak menimbulkan gejolak yang signifikan di Indonesia.
Lahirnya Undang-undang Bidang
Keuangan Negara, khususnya Undang-undang Keuangan Negara dan Undang-undang
Perbendaharaan Negara merupakan bukti adaptasi berbagai pemikiran yang selama
ini ada beserta perkembangannya. Dan lahirnya Undang-undang Perbendaharaan
Negara, secara formal, menandai lahirnya suatu lembaga khusus yang kemudian
dikenal dengan nama Badan Layanan Umum (BLU).
Hingga tahun 2012 pelaksanaan
badan layanan umum telah tersebar di berbagai daerah dan berbagai macam
instansi, termasuk instansi yang mengurusi masalah kesehatan masyarakat yaitu
Rumah Sakit. Anggaran besar pun dikeluarkan oleh pemerintah dengan tujuan
meningkatkan pelayanan publik yang lebih baik. Namun, pelaksanaan BLU sudah
seharusnya memiliki konsep yang matang sebelum diterapkan di setiap instansi
yang memiliki fokus kerja yang berbeda-beda, khususnya di rumah sakit. Hal
inilah yang melatarbelakangi menulis untuk mengkaji konsep dan implementasi
pelaksanaan BLU di salah satu rumah sakit yang ada di Jakarta yang hasilnya
kemudian dituangkan dalam makalah ini yang berjudul “Konsep dan Implementasi
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
Fatmawati Jakarta”
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah
dalam makalah ini, yaitu:
Bagaimanakah Konsep Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum di Indonesia?
Bagaimanakah Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum pada Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati?
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan karya
tulis ini, antara lain :
Menjelaskan
tentang Konsep Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umumdi
Indonesia;
Menjelaskan tentang
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum pada Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati.
Manfaat
Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan
karya tulis ini, antara lain :
-Dapat menjelaskan
tentang Konsep Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum di Indonesia;
-Dapat menjelaskan tentang
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umumpada Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati.
BAB 2
PEMBAHASAN
Konsep Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum di Indonesia
PPK-BLU merupakan tuntutan dalam
Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dimana terjadi
pergeseran dari sistem penganggaran tradisional ke sistem penganggaran berbasis
kinerja, dan pembiayaan tidak hanya membiayai masukan (inputs) atau proses
tetapi sudah diarahkan pada pembiayaan yang membiayai hasil (outputs).
Sedangkan ketentuan tentang PPK-BLU tercantum dalam Bab XII Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum yang terdiri dari pasal 68 dan pasal 69
Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang secara
lengkapnya berbunyi sebagai berikut :
Pasal 68
(1) Badan Layanan Umum dibentuk
untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
(2) Kekayaan Badan Layanan Umum
merupakan kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan
dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyeleng-garakan kegiatan Badan Layanan
Umum yang bersangkutan.
(3) Pembinaan keuangan Badan
Layanan Umum pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan
pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas bidang
pemerintahan yang bersangkutan.
Pasal 69
(1) Setiap Badan Layanan Umum
wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan.
(2) Rencana kerja dan anggaran serta
laporan keuangan dan kinerja Badan Layanan Umum disusun dan disajikan
sebagai begian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran
serta laporan keuangan dan kinerja Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah
Daerah.
(3) Pendapatan dan belanja Badan
Layanan Umum dalam rencana dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dikonsolidasikan dalam rencana kerja dan anggaran
Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah.
(4) Pendapatan yang diperoleh
Badan Layanan Umum sehubungan dengan jasalayanan yang diberikan merupakan
Pendapatan negara/Daerah.
(5) Badan Layanan Umum dapat
memperoleh hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain.
(6) Pendapatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat digunakan langsung untuk membiayai
belanja Badan Layanan Umum yang bersangkutan.
(7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum diatur dalam peraturan
pemerintah.
Peraturan pemerintah sesuai dengan
tuntutan pasal 69 ayat (7) tersebut di atas adalah Peraturan Pemerintah nomor
23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (selanjutnya
disebut PP nomor 23 tahun 2005).
Ketentuan Umum dalam PP nomor 23
tahun 2005 pasal 1 mendefinisikan BLU sebagai berikut :
(1) Badan Layanan Umum, yang selanjutnya
disebut BLU, adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau
jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
(2) Pola Pengelolaan Keuangan BLU,
yang selanjutnya disebut PPK-BLU, adalah pola pengelolaan keuangan yang
memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan
praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini,
sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.
(3) Pemerintah adalah pemerintah
pusat dan/atau daerah.
(4) Instansi pemerintah adalah
setiap kantor atau satuan kerja yang berkedudukan sebagai pengguna
anggaran/barang atau kuasa pengguna anggaran/barang.
Tujuan dan Asas
Badan Layanan Umum
Tujuan BLU tercantum dalam pasal 2
PP nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU, yaitu “BLU bertujuan
untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan
fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan
produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang
sehat”. Selain itu BLU juga bertujuan untuk mewujudkan efisiensi dan
efektivitas pelayanan masyarakat serta pengamanan aset negara yang dikelola
oleh instansi terkait (penjelasan Pasal 2 PP nomor 23 tahun 2005).
Pengertian praktek bisnis yang
sehat tersebut di atas didefinisikan dalam pasal 1 ayat (12) PP nomor 23 tahun
2005 yaitu “Praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi
berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan
yang bermutu dan berkesinambungan”.
Asas-asas BLU sesuai dengan pasal
3 PP nomor 23 tahun 2005, adalah sebagai berikut :
(1) BLU beroperasi sebagai unit
kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian
layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan
oleh instansi induk yang bersangkutan.
(2) BLU merupakan
bagian dari perangkat pencapaian tujuan kementeriannegara /lembaga/ pemerintah
daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk.
(3) Menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab ataspelaksanaan kebijakan
penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikan-nya kepada BLU dari segi
manfaat layanan yang dihasilkan.
(4) Pejabat yang ditunjuk
mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian
layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh Menteri/ pimpinan
lembaga/ gubernur/bupati/walikota.
(5) BLU menyelenggarakan
kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan.
(6) Rencana kerja dan anggaran
serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta
laporan keuangan dan kinerja kementerian negara/lembaga/ pemerintah
daerah.
(7) BLU mengelola penyelenggaraan
layanan umum sejalan dengan praktek bisnis yang sehat.
Kriteria-Kriteria
Badan Layanan Umum
Satuan kerja dalam suatu instansi
pemerintah dapat menjadi BLU setelah memenuhi kriteria-kriteria yang ditetapkan
dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum.
Kriteria tersebut terbagi menjadi
tiga jenis yaitu substantif, teknis, dan adminis-tratif. Kriteria substantif
tercantum dalam ayat (2) pasal 2 PP nomor 23 tersebut di atas, yang berbunyi :
(2) Persyaratan substantif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi apabila instansi pemerintah
yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan :
a. Penyediaan barang dan/atau jasa
layanan umum;
b. Pengelolaan
wilayah atau kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian
masyarakat atau layanan umum; dan/atau
c. Pengelolaan dana khusus dalam
rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.
Bidang layanan umum yang
diselenggarakan oleh instansi pemerintah dengan pola pengelolaan keuangan BLU
meliputi kegiatan pemerintah yang bersifat operasional dalam menyelenggarakan
pelayanan umum yang menghasilkan semi barang/jasa (quasi public goods).
Contoh instansi yang menyelenggarakan penyediaan barang dan/atau jasa layanan
umum adalah pelayanan bidang kesehatan seperti rumah sakit pusat atau daerah,
penyelenggara pendidikan, serta pelayanan jasa penelitian dan pengujian. Contoh
instansi yang melaksanakan kegiatan pengelolaan wilayah atau kawasan secara
otonom adalah otorita dan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET). Contoh
instansi yang melaksanakan pengelolaan dana adalah pengelola dana bergulir
untuk usaha kecil dan menengah, pengelola penerusan pinjaman, dan pengelola
tabungan perumahan.
Kriteria teknis yang harus
dipenuhi suatu instansi untuk menjadi BLU diatur dalam ayat (3) pasal 4 PP
nomor 23 tersebut di atas, yang berbunyi :
(3) Persyaratan teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terpenuhi apabila :
a. Kinerja pelayanan di bidang
tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui
BLU sebagaimana direkomendasikan oleh Menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD[1] sesuai dengan kewenangannya; dan
b. Kinerja keuangan satuan kerja
instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam
dokumen usulan penetapan BLU.
Jenis kriteria terakhir yaitu
persyaratan teknis diatur dalam ayat (4) pasal 4 PP nomor 23 tersebut, yang
berbunyi :
(4) Persyaratan administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi apabila instansi pemerintah
yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut :
a. Pernyataan kesanggupan untuk
meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat;
b. Pola tata kelola;
c. Rencana strategis bisnis;
d. Laporan keuangan pokok;
e. Standar pelayanan minimum; dan
f. Laporan audit terakhir atau
pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.
(5) Dokumen sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD
untuk mendapatkan persetujuan sebelum disampaikan kepada Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota.
Pernyataan kesanggupan dibuat oleh
pimpinan instansi yang mengajukan usulan sebagai BLU dan diketahui oleh
menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD. Sedangkan pola tata kelola adalah pola
tata kelola (corporate governance) BLU yang dimaksud adalah peraturan
internal yang antara lain menetapkan organisasi dan tata laksana,
akuntabilitas, dan transparansi.
Dokumen yang menyangkut rencana
strategi bisnis harus meliputi antara lain pernyataan visi, misi, program
strategis, dan pengukuran pencapaian kinerja. Sedangkan laporan keuangan pokok
yang dimaksud disini adalah laporan keuangan yang berlaku bagi instansi
tersebut, termasuk laporan realisasi anggaran/laporan operasional keuangan,
laporan posisi keuangan, laporan arus kas (dalam hal berlaku), dan catatan atas
laporan keuangan, serta neraca/prognosa neraca.
Badan Layanan Umum adalah
instansi pemerintah yang menyelenggarakan layanan umum maka persyaratan
administratif juga mewajibkan adanya standar pelayanan minimum yang harus dipenuhi
oleh instansi tersebut sesuai berlaku pada sektor masing-masing. Standar
pelayanan minimum yang dimaksud adalah prognosa standar pelayanan minimum BLU
yang telah disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD.
Standar layanan diatur dalam pasal
8 PP nomor 23 tentang PK BLU, yang berbunyi :
(1)Instansi pemerintah yang
menerapkan PPK-BLU menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan
oleh menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
(2)Standar pelayanan minimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh instansi
pemerintah yang menerapkan PPK-BLU.
(3)Standar pelayanan minimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harusmempertimbangkan
kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan
untuk mendapatkan layanan.
Standar pelayanan minimum
bertujuan untuk memberikan batasan layanan minimum yang seharusnya dipenuhi
oleh pemerintah. Agar fungsi standar pelayanan dapat mencapai tujuan yang
diharapkan, maka standar layanan BLU semestinya memenuhi persyaratan SMART (Specific,
Measureable, Attainable, Reliable, and Timely), yaitu :
a. Fokus pada layanan;
b. Dapat diukur;
c. Dapat dicapai;
d. Relevan dan dapat diandalkan;
dan
e. Tepat waktu.
Selain standar layanan minimum,
tarif layanan juga merupakan hal penting yang harus diatur oleh pemerintah. Hal
ini tertuang dalam pasal 9 PP nomor 23 tentang PK BLU, dimana dinyatakan bahwa
BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan
yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan ditetapkan
dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan
atau hasil per investasi dana. Tarif yang ditetapkan ini, termasuk imbal hasil
(return) yang wajar dari investasi dana, bertujuan untuk menutup seluruh
atau sebagian dari biaya per unit layanan. Tarif layanan dalam ketentuan
ini dapat berupa besaran tarif atau pola tarif sesuai jenis layanan BLU yang
bersangkutan.
Tarif layanan harus
mempertimbangkan :
a. kontinuitas dan pengembangan
layanan;
b. daya beli masyarakat;
c. asas keadilan dan kepatutan;
dan
d. kompetisi yang sehat.
Tarif layanan diusulkan oleh BLU
yang bersangkutan kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, yang selanjutnya
ditetapkan oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum
PP nomor 23 tahun 2005 tentang PK
BLU mengatur mengenai pola pengelolaan keuangan BLU, yang antara lain mencakup
:
a. Perencanaan dan Penganggaran.
b. Pendapatan dan Belanja.
c. Pengelolaan Kas.
d. Akuntansi, Pelaporan, dan
Pertanggungjawaban Keuangan.
e. Akuntabilitas Kinerja.
f. Surplus dan Defisit.
Perencanaan dan Penganggaran
Perencanaan dan Penganggaran
PPK-BLU diatur dalam pasal 10 PP nomor 23 tahun 2005, yang berbunyi :
(1)BLU menyusun rencana strategi
bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian
Negara/Lembaga (Renstra-KL) atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD).
(2)BLU menyusun Rencana Bisnis dan
Anggaran (RBA) tahunan dengan mengacu kepada rencana strategis bisnis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)RBA sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) disusun berdasarkan basis kinerja dan penghitungan akuntansi
biaya menurut jenis layanan.
(4)RBA BLU disusun berdasarkan
kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari
masyarakat, badan lain, dan APBN/APBD.
RBA memuat antara lain kondisi
kinerja BLU tahun berjalan, asumsi makro dan mikro, target kinerja (output yang
terukur), analisis dan perkiraan biaya per output dan agregat, perkiraan harga,
anggaran, serta prognosa laporan keuangan. RBA juga memuat prakiraan maju (forward
estimate) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. RBA tersebut disusun
dengan menganut pola anggaran fleksibel (flexible budget) dengan suatu
prosentase ambang batas tertentu. RBA dimaksud merupakan refleksi program
dan kegiatan dari kementerian negara/ lembaga/SKPD/ pemerintah
daerah.
Pengajuan RBA oleh BLU dilakukan
secara berjenjang dengan terlebih dahulu diajukan kepada menteri/pimpinan
lembaga/kepala SKPD untuk dibahas sebagai bagian dari Renstra-KL, rencana kerja
dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD. RBA tersebut dilampiri dengan usulan
standar pelayanan minimum dan biaya dari keluaran (output) yang akan
dihasilkan.
RBA yang telah disetujui oleh
menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD tersebut diajukan kepada Menteri
Keuangan/PPKD[2] untuk dikaji kembali standar biaya
dan anggaran BLU dalam rangka pemrosesan Renstra-KL, rencana kerja dan anggaran
SKPD, atau Rancangan APBD sebagai bagian dari mekanisme pengajuan dan
penetapan APBN/APBD. Kemudian, BLU menggunakan APBN/APBD yang telah ditetapkan
sebagai dasar penyesuaian terhadap RBA menjadi RBA definitif.
Pendapatan dan Belanja
Pendapatan PPK-BLU diatur dalam
pasal 14 PP nomor 23 tahun 2005, yang berbunyi :
(1)Penerimaan anggaran yang
bersumber dari APBN/APBD diberlakukan sebagai pendapatan BLU.
(2)Pendapatan yang diperoleh dari
jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat dan hibah tidak terikat yang
diperoleh dari masyarakat atau badan lain merupakan pendapatan operasional
BLU.
(3)Hibah terikat yang diperoleh
dari masyarakat atau badan lain merupakanpendapatan yang harus diperlakukan
sesuai dengan peruntukan.
(4)Hasil kerjasama BLU dengan
pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya merupakan pendapatan bagi BLU.
(5)Pendapatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) dapat dikelola langsung untuk
membiayai belanja BLU sesuai RBA sebagaimana dimaksud dalam pasal 11.
(6)Pendapatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilaporkan sebagai pendapatan negara
bukan pajak kementerian/lembaga atau pendapatan bukan pajak pemerintah
daerah.
Belanja PPK-BLU diatur dalam pasal
15 PP nomor 23 tahun 2005, yang berbunyi :
(1)Belanja BLU terdiri dari unsur
biaya yang sesuai dengan struktur biaya yangdituangkan dalam RBA definitif.
(2)Pengelolaan belanja BLU
diselenggarakan secara fleksibel berdasarkan kesetaraan antara volume
kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran, mengikuti praktek bisnis
yang sehat.
(3)Fleksibilitas pengelolaan
belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku dalam ambang batas
sesuai dengan yang ditetapkan dalam RBA.
(4)Belanja BLU yang melampaui
ambang batas fleksibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (3)harus
mendapat persetujuan Menteri Keuangan/gubernur/ bupati/walikota atas
usulan menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya.
(5)Dalam hal terjadi kekurangan
anggaran, BLU dapat mengajukan usulan tambahan anggaran dari APBN/APBD
kepada Menteri Keuangan/PPKD melalui menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD,
sesuai dengan kewenangannya.
(6)Belanja BLU dilaporkan sebagai
belanja barang dan jasa kementeriannegara /lembaga/SKPD/ pemerintah
daerah.
Bahwa pengelolaan belanja BLU
diselenggarakan secara fleksibel maksudnya adalah bahwa belanja BLU dapat
bertambah atau berkurang dari yang dianggarkan sepanjang pendapatan terkait
bertambah atau berkurang setidaknya secara proporsional (flexible budget).
Penetapan besaran ambang batas belanja ditentukan dengan mempertim-bangkan
fluktuasi kegiatan operasional.
Pengelolaan Kas
Pengelolaan Kas PPK-BLU diatur
dalam pasal 16 PP nomor 23 tahun 2005, yang berbunyi :
(1) Dalam rangka pengelolaan kas,
BLU menyelenggarakan hal-hal sebagai berikut :
a. merencanakan penerimaan dan
pengeluaran kas;
b. melakukan pemungutan pendapatan
atau tagihan;
c. menyimpan kas dan mengelola
rekening bank;
d. melakukan pembayaran;
e. mendapatkan sumber dana untuk
menutup defisit jangka pendek; dan
f. memanfaatkan surplus kas jangka
pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan.
(2) Pengelolaan kas BLU
dilaksanakan berdasarkan praktek bisnis yang sehat.
(3) Penarikan dana yang bersumber
dari APBN/APBD dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM)
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Rekening bank sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c dibuka oleh pimpinan BLU pada bank umum.
(5) Pemanfaatan surplus kas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dilakukan sebagai investasi
jangka pendek pada instrumen keuangan dengan risiko rendah.
Akuntansi, Pelaporan, dan
Pertanggungjawaban Keuangan
Akuntansi, Pelaporan, dan
Pertanggungjawaban Keuangan diatur dalam Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 27 PP
nomor 23 tahun 2005, berbunyi sebagai berikut :
Pasal 25
BLU menerapkan sistem informasi
manajemen keuangan sesuai dengan kebutuhan dan praktek bisnis yang sehat.
Pasal 26
(1)Setiap transaksi keuangan BLU
harus diakuntansikan dan dokumen pendukungnya dikelola secara tertib.
(2)Akuntansi dan laporan keuangan
BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang diterbitkan
oleh asosiasi profesi akuntan Indonesia.
(3)Dalam hal tidak terdapat
standar akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)BLU dapat menerapkan standar
akuntansi industri yang spesifik setelah mendapat persetujuan Menteri
Keuangan.
(4)BLU mengembangkan dan
menerapkan sistem akuntnasi dengan mengacu pada standar akuntansi yang
berlaku sesuai dengan jenis layanannya dan ditetapkan oleh
menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 27
(1)Laporan keuangan BLU
sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) setidak-tidaknya meliputi laporan
realisasi anggaran/laporan operasional, neraca, laporan arus kas, dan
catatan atas laporan keuangan, disertai laporan mengenai kinerja.
(2)Laporan keuangan unit-unit
usaha yang diselenggarakan oleh BLU dikonsolidasikan dalan laporan
keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)Lembar muka laporan keuangan
unit-unit usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimuat sebagai lampiran
laporan keuangan BLU.
(4)Laporan keuangan BLU
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara berkala kepada
menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan
kewenangannya, untuk dikonsolidasikan dengan laporan keuangan kementrian
negara / lembaga / SKPD / pemerintah daerah.
(5)Laporan keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepadamenteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD
serta kepada Menteri Keuangan / gubernur /bupati/ walikota, sesuai
dengan kewenangannya, paling lambat 1 (satu) bulan setelah periode
pelaporan terakhir.
(6)Laporan keuangan BLU merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari laporanpertanggungjawaban keuangan
kementrian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.
(7)Penggabungan laporan keuangan
BLU pada laporan keuangan kementrian negara / lembaga / SKPD/pemerintah daerah
dilakukan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
(8) Laporan pertanggungjawaban
keuangan BLU diaudit oleh pemeriksa esktern sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Akuntabilitas Kinerja
Akuntabilitas kinerja PPK-BLU
diatur dalam pasal 28 PP nomor 23 tahun 2005, yang berbunyi :
(1) Pimpinan BLU bertanggung jawab
terhadap kinerja operasional BLU sesuai dengan tolok ukur yang ditetapkan
dalam RBA.
(2) Pimpinan BLU mengikhtisarkan
dan melaporkan kinerja operasional BLU secara terintegrasi dengan laporan
keuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1).
Penilaian kinerja terbagi dalam
tiga kategori yaitu kinerja keuangan, kinerja operasional, dan kinerja mutu
pelayanan dan manfaat bagi masyarakat. Indikator kinerja dari masing-masing
kategori tersebut akan berbeda sesuai dengan industri dari masing-masing badan
layanan umum tersebut.
Surplus dan Defisit
Surplus dan Defisit PPK-BLU diatur
dalam pasal 29 dan pasal 30 PP nomor 23 tahun 2005, yang berbunyi :
Pasal 29
Surplus anggaran BLU dapat
digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas perintah Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, disetorkan
sebagian atau seluruhnya ke Kas Umum Negara/Daerah dengan mempertimbangkan
posisi likuiditas BLU.
Pasal 30
(1) Defisit anggaran BLU dapat
diajukan pembiayaannya dalam tahun anggaran berikutnya kepada Menteri
Keuangan/PPKD melalui menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan
kewenangannya.
(2) Menteri Keuangan/PPKD, sesuai
dengan kewenangannya dapat mengajukananggaran untuk menutup defisit pelaksanaan
anggaran BLU dalam APBN/APBD tahun anggaran berikutnya.
Surplus anggaran BLU dimaksud
adalah selisih lebih antara pendapatan dengan belanja BLU yang dihitung
berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode
anggaran. Surplus tersebut diestimasikan dalam RBA tahun anggaran berikut untuk
disetujui penggunaannya. Defisit anggaran BLU dimaksud adalah selisih kurang
antara pendapatan dengan belanja BLU yang dihitung berdasarkan laporan keuangan
operasional berbasis akrual pada suatu periode anggaran.
Tata Kelola
Badan Layanan Umum
Struktur Organisasi
Pasal 32 ayat (1) sampai (4) PP 23
tahun 2005 mengatur mengenai Struktur Organisasi, yang bunyi keseluruhan pasal
tersebut adalah sebagai berikut :
(1)Pejabat pengelola BLU terdiri
atas :
a. Pemimpin ;
b. Pejabat keuangan; dan
c. Pejabat teknis.
(2)Pemimpin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a berfungsi sebagaipenanggung jawab umum operasional dan
keuangan BLU yang berkewajiban :
a. menyiapkan rencana srtategis
bisnis BLU;
b. menyiapkan RBA tahunan;
c. mengusulkan calon pejabat
keuangan dan pejabat teknis sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
d. menyampaikan pertanggungjawaban
kinerja operasional dan keuangan BLU.
(3)Pejabat keuangan BLU
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berfungsi sebagai penanggung jawab
keuangan yang berkewajiban :
a. mengkoordinasikan penyusunan
RBA;
b. menyiapkan dokumen pelaksanaan
anggaran BLU;
c. melakukan pengelolaan
pendapatan dan belanja;
d. menyelenggarakan pengelolaan
kas;
e. melakukan pengelolaan
utang-piutang;
f. menyusuan kebijakan pengelolaan
barang, aset tetap. Dan investasi BLU;
g. menyusun sistem informasi
manajemen keuangan; dan
h. menyelenggarakan akuntansi dan
penyusunan laporan keuangan.
(4)Pejabat teknis BLU sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c berfungsi sebagai penanggung jawab teknis
di bidang masing-masing yang berkewajiban :
a. menyusun perencanaan kegiatan
teknis di bidangnya;
b. melaksanakan kegiatan
teknis sesuai menurut RBA; dan mempertanggung-jawabkan kinerja opersional di
bidangnya.
Sebutan pemimpin, pejabat
keuangan, dan pejabat teknis dapat disesuaikan dengan nomenklatur yang berlaku
pada instansi pemerintah yang bersangkutan.
Pembinaan dan Pengawasan
Pembinaan dan Pengawasan PPK-BLU
diatur dalam pasal 34 dan 35 PP nomor 23 tahun 2005, yang berbunyi :
Pasal 34
(5)Pembinaan teknis BLU dilakukan
oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD terkait.
(6)Pembinaan keuangan BLU
dilakukan oleh Menteri Keuangan/PPKD sesuai kewenangannya.
(7)Dalam pelaksanaan pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dibentuk dewan
pengawas.
(8)Pembentukan dewan pengawas
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku hanya pada BLU yang memiliki
realisasi nilai omzet tahunan menurut laporan realisasi anggaran atau
nilai aset menurut neraca yang memenuhi syarat minimum yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan.
(9)Dewan pengawas BLU di
lingkungan pemerintah pusat dibentuk dengan keputusan menteri/pimpinan
lembaga atas persetujuan Menteri Keuangan.
(10) Dewan pengawas BLU di
lingkungan pemerintah daerah dibentuk dengankeputusan gubernur/bupati/walikota
atas usulan kepala SKPD.
Pasal 35
(1) Pemeriksaan intern BLU
dilaksanakan oleh satuan pemeriksaan intern yangmerupakan unit kerja yang
berkedudukan langsung di bawah pimpinan BLU.
(2) Pemeriksaan ekstern terhadap
BLU dilaksanakan oleh pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Remunerasi
Remunerasi PPK-BLU diatur dalam
pasal 36 PP nomor 23 tahun 2005, yang berbunyi :
(1) Pejabat pengelola, dewan
pengawas, dan pegawai BLU dapat diberikan remunerasi berdasarkan tingkat
tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan.
(2) Remunerasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkanperaturan Meneteri Keuangan/Gubernur/bupati/walikota
atas usulan menteri/ pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan
kewenangannya.
Remunerasi dimaksud adalah imbalan
kerja yang dapat berupa gaji, tunjangan tetap, honorarium, insentif, bonus atas
prestasi, pesangon, dan atau pensiun. Penetapan remunerasi harus
mempertimbangkan prinsip proporsionalitas, kesetaraan, dankepatutan.
Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum pada Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati
Gambaran Umum
Sejarah
Singkat dan Landasan Hukum
Awalnya RSUP Fatmawati
direncanakan sebagai rumah sakit TBC khusus anak-anak oleh Yayasan Ibu
Soekarno, tetapi karena proses kegiatan fisiknya mengalami kesulitan dana dan
pengelolaan, maka pada tahun 1961 diserahkan kepada Departemen Kesehatan RI.
RSUP Fatmawati sebagai unit teknis Departemen Kesehatan RI, berkembang dan
mengalami beberapa perubahan seiring dengan perubahan kebijakan pemerintah
dalam bidang pelayanan kesehatan. Pada tahun 1984 melalui surat keputusan
Menteri Kesehatan RI nomor 294/Menkes/SK/V/1984 dan surat keputusan Menteri
Kesehatan RI nomor 1306/Menkes/SK/III/1988 RSUP Fatmawati dinyatakan sebagai
Rumah Sakit Umum Pusat Kelas B Pendidikan dan sebagai Pusat Rujukan Wilayah
Jakarta Selatan.
Tahun 1992 RSUP Fatmawati
ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana Bersyarat dan dua tahun kemudian
menjadi Rumah Sakit Unit Swadana Penuh. Tahun 1997 dengan diberlakukannya
Undang-Undang nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, maka
RSUP Fatmawati berubah menjadi Penerimaan Negara Bukan Pajak. Tahun 2000
berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 117 tahun 2000, RSUP Fatmawati
ditetapkan sebagai Rumah Sakit Perusahaan Jawatan. Tahun 2005 melalui surat
Menteri Kesehatan nomor 861/Menkes/VI/2005 dan surat keputusan Menteri
Kesehatan RI nomor 1243/Menkes/VIII/2005, RSUP Fatmawati menjadi unit pelaksana
teknis Departemen Kesehatan RI dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum berdasarkan Peraturan Pemerintah RI nomor 23 tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Perubahan menjadi Rumah Sakit
Badan Layanan Umum memberikan legalitas untuk melaksanakan pelayanan kesehatan
secara strategis dan komprehensif, pengelolaan keuangan yang mandiri dan masih
mendapat bantuan atau subsidi untuk tenaga pegawai negeri dan subsidi modal,
memberikan tantangan bagi manajemen untuk melakukan inovasi dan memperluas
pangsa pasar serta image bagi rumah sakit yang tidak hanya melayani golongan
menengah ke bawah, tetapi juga golongan menengah atas.
Kegiatan RSUP Fatmawati
RSUP Fatmawati menyelenggarakan
fungsi sebagai berikut :
1. Pelayanan Kesehatan
2. Pelayanan penunjang medis dan
non medis
3. Pelayanan dan asuhan
keperawatan
4. Pengelolaan sumber daya manusia
rumah sakit
5. Pelayanan rujukan
6. Pendidikan dan pelatihan di
bidang kesehatan
7. Penelitian dan pengembangan
8. Administrasi umum dan keuangan
Kegiatan pelayanan kesehatan
terdiri dari :
1. Pelayanan Kegawatdaruratan,
meliputi : Instalasi Rawat Darurat, Laboratorium 24 jam, Radiologi
24 Jam, Ambulance 24 jam, Pelayanan Farmasi 24 jam.
2. Pelayanan Rawat Jalan, meliputi
:
a. Pelayanan Medis
Spesialistik Unggulan : Bedah Tulang dan Rehabilitasi Medik;
b. Pelayanan Medis Spesialistik
Dasar yaitu penyakit dalam, kesehatan anak, kebidanan dan penyakit kandungan,
dan bedah;
c. Pelayanan Medis
Spesialistik Lain: bedah saraf, penyakit jantung, penyakit paru, penyakit mata,
penyakit telinga hidung tenggorokan, penyakit kulit kelamin, penyakit jiwa,
penyakit gigi mulut, aenestesi, dan akupunktur;
d. Pelayanan Medis Unggulan
Terpadu yaitu Perinatal Resiko Tinggi, Klinik Wijaya Kusuma (konseling
HIV/AIDS), Klinik Kesehatan Remaja (KKR), Klinik Tumbuh Kembang (KTK), Pusat
Penanggulangan Kanker Terpadu (PPKT);
e. Pelayanan Eksekutif Griya
Husada
3. Pelayanan Rawat Inap, meliputi
:
a. Paviliun Anggrek (VIP) dan
Stroke Unit;
b. Rawat Inap A (Ruang
Bersalin, Perawatan Kebidanan, Penyakit Kandungan, Perawatan Bayi dan Anak);
c. Rawat Inap B (perawatan
penyakit dalam, bedah, THT, mata, gigi, jantung, paru, saraf, dan bedah saraf);
d. Rawat Inap C (perawatan
bedah orthopaedi dan rehabilitasi medis).
4. Pelayanan Rawat Intensif,
meliputi : Ruang ICU (Intensive Care Unit), Ruang CEU (Cardiac Emergency Unit),
Ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit), Ruang PICU (Perinatal Intensive
Care Unit)
5. Pelayanan Kamar Operasi,
meliputi : Pelayanan Operasi Elektif, Operasi Cito, Operasi Minor, dan One Day
Care (ODC).
6. Pelayanan Penunjang, meliputi :
Laboratorium klinik, patologi anatomi, radiology dan kedokteran nuklir,
pemeriksaan canggih, farmasi, pelayanan gizi, sterilisasi sentral dan binatu,
forensic dan perawatan jenazah, dan Unit Bank Jaringan.
7. Pelayanan Pemeliharaan
Kesehatan, meliputi : Medical Check-up dan Klub Kesehatan (Klub Stroke, Klub
Asma, Klub Diabetes Mellitus, Klub Kanker, Klub Jantung, Klub osteoporosis,
klub terapi wicara anak, klub terapi afasia, dan paguyuban
Geriarti).
Tata Kelola RSUP Fatmawati
Struktur Organisasi
Struktur organisasi RSUP Fatmawati
ditetapkan berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan nomor
1332/Menkes/SK/XII/2001 adalah sebagai berikut :
Susunan Dewan Direksi :
Direktur
Utama dr.Kemas M.Akib
Aman,Sp.Rad, MARS
Direktur Medis dan Keperawatan :
dr. Chairul R. Nasution, Sp.PD, MKes
Direktur Umum, SDM, dan Pendidikan
: dr. Andi Wahyuningsih Attas, Sp.An
Direktur Keuangan : dr. Tini
Sekartini, MM
Dewan Direksi membawahi beberapa
direktorat baik yang bersifat fungsional, yaitu Direktorat Medik dan
Keperawatan, maupun direktorat penunjang, yaitu Direktorat Keuangan dan
Direktorat Umum, Sumber Daya Manusia dan Pendidikan.
Komite-komite yang ada di RSUP
Fatmawati yaitu Komite Medik, Komite Etik dan Hukum, Komite Pengembangan dan
Unggulan, serta Komite Keperawatan, dibentuk sebagai salah satu unsur tata
kelola yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
manajemen, transaparansi serta akuntabilitas manajemen terhadapstakeholders terkait.
Demikian juga dengan adanya Satuan
Pengawas Intern yang merupakan salah bentuk wujud tanggung jawab kepada para
pemegang kepentingan (stakeholders) terkait. Susunan Dewan Pengawas
adalah sebagai berikut :
Ketua : Prof. DR. Prijono
Tjiptoherijanto
Sekretaris : Drs. Amak
Rochmat, MPA
Anggota : Dra. Zurmiati, Apt
Tasdik Kinanto, SH
DR. Sahala Lumban Gaol
dr. Deddy Ruswendi, MPH
Visi dan Misi
Visi RSUP Fatmawati adalah: “Menjadi
rumah sakit terkemuka yang memberikan pelayanan yang melampaui harapan
pelanggan”
Visi tersebut mengandung pandangan
ke masa depan akan adanya tuntutan masyarakat yang semakin tinggi atas jasa
pelayanan kesehatan, kebijakan pemerintah terhadap pasien dalam strata
tertentu, serta adanya peluang yang belum dioptimalkan. Sedangkan pengertian
rumah sakit terkemuka adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan prima,
efisien, dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat, melakukan perbaikan
berkesinambungan, proaktif-kreatif serta selalu berorientasi kepada para
pelanggan.
Misi RSUP Fatmawati adalah :
1. Memberikan pelayanan medis yang
sesuai dengan standard pelayanan dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat dengan unggulan pelayanan orthopedik dan rehabilitasi medik.
2. Memfasilitasi dan meningkatkan
pendidikan, pelatihan, dan penelitian untuk pengembangan sumber daya manusia
dan pelayanan.
3. Menyelenggarakan administrasi
dan penata kelolaan rumah sakit yang efisien, efektif, dan akuntabel.
4. Melaksanakan pengelolaan
keuangan yang efektif, efisien, fleksibel berdasarkan prinsip ekonomi dan
produktivitas dan penerapan praktek bisnis yang sehat.
5. Mengutamakan keselamatan pasien
dan menciptakan lingkungan yang sehat.
6. Meningkatkan semangat persatuan
dan kesejahteraan sumber daya menusia rumah sakit.
Maksud dan Tujuan
RSUP Fatmawati, sebagai salah satu
unit teknis fungsional Departemen Kesehatan, didirikan untuk menunjang program
Departemen Kesehatan dalam melayani masyarakat di bidang kesehatan dengan
manajemen yang profesional. Di samping itu, maksud dan tujuan didirikannya RSUP
Fatmawati adalah :
1. Mewujudkan pelayanan yang
melampaui harapan pelanggan dan bertumpu pada keselamatan pasien (patient
safety).
2. Mewujudkan pelayanan rumah
sakit yang bermutu tinggi dengan tarif yang terjangkau bagi seluruh lapisan
masyarakat.
3. Mewujudkan pengembangan
berkesinambungan dan akuntabilitas bagi pelayanan dan pendidikan.
4. Mewujudkan sumber daya manusia
yang profesional yang berorientasi kepada pelayanan pelanggan.
5. Mewujudkan kesejahteraan yang
adil dan merata bagi seluruh karyawan.
Perencanaan dan Penganggaran
RSUP Fatmawati sebagai unit
pelaksana teknis Departemen Kesehatan RI yang menerapkan Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU), maka RSUP Fatmawati berubah status dan
format struktur organisasinya. Adanya perubahan tersebut mengharuskan RSUP
Fatmawati membuat Rencana Strategi Pengembangan (selanjutnya disebut Renstra)
yaitu untuk tahun 2006-2010 yang kemudian dalam pelaksanaan tahunannya
dituangkan dalam dokumen kerja Rencana Bisnis dan Anggaran (selanjutnya disebut
RBA). Renstra dan RBA yang dibuat oleh RSUP Fatmawati tidak terlepas dari
Renstra induknya yaitu Departemen Kesehatan RI. RSUP Fatmawati menyusun RBA
tahunan dengan mengacu pada analisa dan evaluasi kinerja tahun berjalan dan
memproyeksikan kinerja tahun anggaran berikutnya. Evaluasi kinerja tahun
berjalan dilakukan dengan memperhitungkan kondisi internal dan eksternal RSUP
Fatmawati, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja tahun
berjalan. RSUP Fatmawati menggunakan analisa SWOT untuk mengetahui posisi
RSUP Fatmawati dengan melihat kekuatan (Strengths), kelemahan (Weaknesses),
peluang (Opportunity), dan ancaman (Threaths). Diketahuinya
posisi RSUP dalam koordinat SWOT akan memberikan arahan strategi yang dapat
dilakukan pada tahun anggaran berikutnya.
Hasil analisis SWOT tahun
2009 sebagai dasar pembuatan RBA tahun anggaran 2010, adalah sebagai
berikut :
Sumbu X : Kekuatan - Kelemahan
= (3,005 – 2,85) = 0,155
Sumbu Y :
Peluang - Ancaman =
(3,25 - 2,45 ) = 0,80
Maka posisi RSUP Fatmawati ada di
kuadran I (Growth/Aggressive), dimana terdapat kecendrungan mengarah ke
kuadran II. Strategi yang dikembangkan oleh RSUP Fatmawati berdasarkan kondisi
tersebut adalah memperkuat kekuatan dan menangkap peluang-peluang yang ada guna
mewujudkan pelayanan yang bermutu, terjangkau dan melampaui harapan
pelanggan sesuai dengan visi dan misi RSUP Fatmawati. Strategi-strategi
tersebut diimplementasikan melalui kebijakan-kebijakan yang mendukung
optimalisasi sumber daya melalui program kegiatan pengem-bangan layanan di
semua satuan kerja.
Penetapan strategi yang dilakukan
berdasarkan hasil analisa SWOT dan juga analisis internal dan eksternal RSUP
dijabarkan secara lebih detail ke masing-masing unit/satuan kerja, dengan
menggunakan asumsi-asumsi mikro dan makro. Asumsi makro yang digunakan adalah
tingkat inflasi, tingkat pertumbuhan ekonomi, kurs Rupiah terhadap Dolar
Amerika Serikat, tingkat bunga pinjaman dan simpanan. Sedangkan asumsi mikro
yang dipertimbangkan antara lain :
- Kebijakan akuntansi sesuai
dengan standar akuntansi,
- Subsidi masih diterima dari
Pemerintah untuk belanja modal, belanja pegawai,
- Subsidi pasien tidak mampu
melalui PT Askes dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta,
- Asumsi penyesuaian
tarif 5 - 10%. Pelaksanaan RBA ini merupakan mata rantai
yang harus dilaksanakan secara berkesinambungan dan sekaligus sebagai
tolok ukur pencapaian kinerja yang senantiasa dikawal dengan kegiatan
monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan secara konsisten.
Pendapatan dan Belanja
Pendapatan RSUP Fatmawati terbagi
atas :
1) Pendapatan Operasional
Pendapatan Operasional diperoleh
atas :
a. Penghasilan Operasional Rawat
Jalan
b. Penghasilan Operasional Rawat
Inap
c. Penghasilan Operasional Sarana
Penunjang
d. Penghasilan Fungsional
Lainnya
2) Sumbangan Tidak Terikat
Sumbangan Tidak Terikat adalah
Dana APBN yang diterima dari Pemerintah dan sumbangan dari pihak ketiga. Dana
APBN dalam RBA tahun 2009 adalah sebesar Rp 40.647.735.000,00, sedangkan
untuk RBA tahun 2010 adalah sebesar Rp 87.617.637.000,00. Dana tersebut
digunakan sebagai belanja modal/barang dan belanja pegawai, dan dilaporkan
dalam Laporan Aktivitas RSUP Fatmawati. Pada tahun 2009 RSUP Fatmawati
menerima sumbangan tidak terikat dari berbagai pihak sebesar Rp
130.913.827.517,00.
3) Pendapatan Non Operasional
Pendapatan Non Operasional yang
dilaporkan dalam Laporan Aktivitas RSUP Fatmawati adalah Penghasilan Jasa
Keuangan dan Penghasilan Sewa.
Belanja yang dilaporkan RSUP
Fatmawati adalah Beban dan Kerugian yang terdiri dari Beban Pelayanan dan Beban
Manajemen dan Umum. Dimana dalam Beban Pelayanan dan Beban Manajemen dan Umum
antara lain terdapat Beban Gaji Pegawai (yang dibiayai oleh Dana APBN), beban
pemakaian barang farmasi, beban pemeliharaan, beban pengobatan orang miskin,
dan beban utilitas.
Selisih antara Penghasilan dan
Sumbangan Tidak Terikat dengan Beban dan Kerugian adalah Kenaikan atau
Penurunan Aktiva Bersih.
Akuntansi, Pelaporan, dan
Pertanggungjawaban Keuangan
RSUP Fatmawati menggunakan Pedoman
Akuntansi Rumah Sakit berdasarkan surat keputusan Menteri Keuangan RI nomor
156/Menkes/SK/I/2003 tanggal 23 Januari 2003 tentang Pedoman Akuntansi Rumah
Sakit dan juga surat keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik nomor
HK.00.06.1.3.2491 tentang Bagan Perkiraan Standar dan Ilustrasi Penerapan
Pedoman Akuntansi Rumah Sakit.
Pedoman Akuntansi Rumah Sakit yang
dikeluarkan Depertemen Kesehatan ini didasarkan pada Standar Akuntansi Keuangan
yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Dasar penyusunan laporan keuangan
RSUP Fatmawati adalah sebagai berikut :
1) Laporan Keuangan
disajikan dalam rupiah penuh dan disusun atas dasar akrual dengan prinsip
konsep biaya historis.
2) Laporan arus kas disusun atas
dasar kas dengan metode langsung. Dan memperhitungkan deposito berjangka yang
jatuh temponya tidak lebih dari tiga bulan dari tanggal perolehannya sebagai
setara kas.
3) Periode akuntansi RSUP
Fatmawati adalah dimulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember tahun yang
bersangkutan yang dalam hal ini sesuai dengan tahun anggaran pemerintah. RSUP
Fatmawati dalam pelaporan keuangannya menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan nomor 45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba, dimana hal ini
sejalan dengan ketentuan yang diatur oleh Menteri Kesehatan yaitu Pedoman
Akuntansi Rumah Sakit yang telah disebutkan di atas. Laporan Keuangan RSUP
Fatmawati adalah Neraca, Laporan Aktivitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas
Laporan Keuangan, serta Laporan Kinerja (Terlampir Neraca Laporan Aktivitas dan
Laporan Arus Kas untuk periode Januari s.d. Desember 2009 dan Semester I
tahun 2010).
Laporan Keuangan RSUP Fatmawati
diaudit oleh auditor eksternal yaitu Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
(BPKP). Di samping itu juga dilakukan pengawasan dan pembinaan oleh instansi
terkait yaitu Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan sebagai
pembina teknis dan Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan, sebagai pembina
keuangan. Laporan keuangan RSUP Fatmawati diserahkan kepada Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan untuk dikonsolidasikan dengan
laporan keuangan atau laporan realisasi anggaran Departemen Kesehatan, karena
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan departemen
tersebut sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
Akuntabilitas Kinerja
Kinerja yang dinilai terbagi dalam
tiga kategori yaitu kinerja keuangan, kinerja operasional, dan kinerja mutu
pelayanan dan manfaat bagi masyarakat. Indikator kinerja dari masing-masing
kategori tersebut serta hasil penilaian untuk RSUP Fatmawati untuk tahun
2009 adalah sebagai berikut :
Table 2.1.
Indikator Kinerja Keuangan RSUP
Fatmawati
NO
|
INDIKATOR
|
BOBOT NILAI
|
HAPER
|
NILAI
|
1.
|
Return On Investment (ROI)
|
3
|
8,91%
|
1,20
|
2.
|
Cash Ratio (CAR)
|
3
|
140,45%
|
3,00
|
3.
|
Current Ratio (CR)
|
3
|
425,38%
|
3,00
|
4.
|
Collection Period (CP)
|
3
|
39,63
|
3,00
|
5.
|
Perputaran Persediaan (PP)
|
2
|
21,46
|
2,00
|
6.
|
Perputaran Total Aset (TATO)
|
2
|
54,51%
|
1,00
|
7.
|
Rasio Modal Sendiri terhadap
Total Aktiva
|
4
|
96,79%
|
2,70
|
TOTAL
|
20,00
|
15,90
|
Tabel 2.2.
Indikator Kinerja Operasional RSUP
Fatmawati
NO
|
INDIKATOR
|
BOBOT NILAI
|
HAPER
|
NILAI
|
A
|
Pertumbuhan Produktivitas
|
|||
A.1
|
Pertumbuhan Kunjungan
Rawat Jalan per hari
|
2,00
|
1,01
|
0,80
|
A.2
|
Pertumbuhan Kunjungan Rawat
Darurat per hari
|
2,00
|
1,04
|
0,80
|
A.3
|
Pertumbuhan Hari Perawatan
(HP) Pasien Rawat Inap
|
2,00
|
1,07
|
1,20
|
A.3
|
Pertumbuhan Hari Perawatan
(HP) Pasien Rawat Inap
|
2,00
|
1,07
|
1,20
|
A.4
|
Pertumbuhan Pemeriksaan
Radiologi per hari
|
1,50
|
1,02
|
0,80
|
A.5
|
Pertumbuhan Pemeriksaan
Laboratorium per hari
|
1,50
|
1,32
|
1,50
|
A.6
|
Pertumbuhan Operasi per hari
|
1,00
|
0,97
|
0,80
|
A.7
|
Pertumbuhan Kegiatan Rehab
Medik/hari
|
1,00
|
0,89
|
0,40
|
B
|
Efisiensi
|
|||
B.1
|
Rasio Pasien Rawat Jalan dengan
Dokter
|
1,00
|
15
|
0,50
|
B.2
|
Rasio Pasien Rawat Jalan dengan
Perawat
|
1,00
|
15
|
0,50
|
B.3
|
Rasio Pasien Rawat Darurat
dengan Dokter
|
1,00
|
11
|
1,00
|
B.4
|
Rasio Pasien Rawat Darurat
dengan Perawat
|
1,00
|
5
|
1,00
|
B.5
|
Rasio Pasien Rawat Inap dengan
Dokter
|
1,00
|
15
|
0,50
|
B.6
|
Rasio Pasien Rawat Inap dengan
Perawat
|
1,00
|
5
|
1,00
|
B.7
|
Bed Occupancy Rate (BOR)
|
2,00
|
70
|
2,00
|
B.8
|
Average Length of Stay (AvLOS)
|
2,00
|
6,37
|
2,00
|
B.9
|
Bed Turn Over (BTO)
|
2,00
|
42
|
2,00
|
B.10
|
Turn Over Interval (TOI)
|
2,00
|
2,32
|
2,00
|
C
|
Pertumbuhan Daya Saing
|
|||
C.1
|
Sales Growth (SALG)
|
2,00
|
1,08
|
1,20
|
D
|
Pengembangan SDM
|
|||
D.1
|
Program Pendidikan dan Pelatihan
|
2,00
|
Ada programdilaksanakansebagian
|
1,50
|
D.2
|
Penghargaan dan Sanksi
|
1,00
|
Ada programdilaksanakansebagian
|
0,75
|
E
|
Penelitian dan Pengembangan
|
|||
E.1
|
Pengembangan Produk Baru bidang
Pelayanan
|
2,00
|
Melaksanakan
sepenuhnya
|
2,00
|
E.2
|
Pengembangan Sistem Manajemen
|
1,00
|
Program Terlaksana
|
1,00
|
E.3
|
Peningkatan Penguasaan Teknologi
|
1,00
|
Baru
melaksanakan
sebagian
|
0,50
|
F
|
Administrasi
|
|||
F.1
|
Rancangan RBA
|
2,00
|
Tepat waktu
|
2,00
|
F.2
|
Laporan Triwulanan (Ketepatan)
|
2,00
|
Tepat waktu
|
2,00
|
F.3
|
Laporan Tahunan (Ketepatan)
|
2,00
|
Tepat waktu
|
2,00
|
TOTAL
|
40,00
|
31,75
|
Tabel 2.3.
Indikator Kinerja Mutu Pelayanan
dan Manfaat bagi Masyarakat
RSUP Fatmawati
NO
|
INDIKATOR
|
BOBOT NILAI
|
HAPER
|
NILAI
|
A
|
Mutu Pelayanan
|
|||
A.1
|
Emergency Response Time
Rate
|
3,00
|
5 menit
|
3,00
|
A.2
|
Angka Kematian di Gawat
Darurat (IGD)
|
3,00
|
1,54%
|
3,00
|
A.3
|
Angka Kematian > 48 jam (NDR)
|
3,00
|
26%
|
2,00
|
A.4
|
Angka Pasien Rawat Inap yg
dirujuk
|
3,00
|
0,10%
|
3,00
|
A.5
|
Post Operative Death Rate
|
3,00
|
0,20%
|
3,00
|
A.6
|
Angka Infeksi Nosokomial
|
3,00
|
0,10%
|
3,00
|
A.7
|
Kecepatan pelayanan resep obat
jadi
|
3,00
|
25 menit
|
2,00
|
A.8
|
Waktu tunggu sebelum operasi
elektif
|
3,00
|
2 hari
|
2,00
|
B
|
Kepedulian Kepada Masyarakat
|
|||
B.1
|
Pembinaan kepada Puskesmas dan
sarana kesehatan lain
|
1,00
|
Ada Programdilaksanakansemua
|
1,00
|
B.3
|
Rasio tempat tidur kelas III
|
1,00
|
50%
|
1,00
|
B.4
|
Pemanfaatan tempat tidur (BOR)
kelas III
|
1,00
|
81%
|
1,00
|
B.5
|
Prosentase pasien tidak mampu
|
1,00
|
3,29%
|
0,00
|
C
|
Kepuasan Pelanggan
|
|||
C.1
|
Penanganan Komplain
|
2,00
|
Ada program
DilaksanakanSemua
|
1,00
|
C.2
|
Lama waktu tunggu di poliklinik
|
2,00
|
30 menit
|
1,50
|
C.3
|
Kemudahan pelayanan
|
2,00
|
Ada petunjuk
lengkap
|
2,00
|
D
|
Kepedulian terhadap Lingkungan
|
|||
D.1
|
Kebersihan Lingkungan
|
2,5
|
SOP
dilaksanakan
|
2,50
|
D.2
|
Hasil uji AMDAL
|
2,5
|
Ada tindak
lanjut sampai
selesai
|
2,50
|
TOTAL
|
40,00
|
34,50
|
Maka tingkat kesehatan RSUP
Fatmawati pada tahun 2009 adalah :
Indikator Kinerja
Keuangan :
15,90
Indikator Kinerja
Operasional : 31,75
Indikator Kinerja Mutu Pelayanan
dan Manfaat Masyarakat : 34,50
Jumlah :
82,15
Dengan demikian tingkat kesehatan
RSUP Fatmawati masuk golongan AA (sehat).
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa :
1.Konsep Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) di
Indonesia telah tercantum dalam Bab XII Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum yang terdiri dari pasal 68 dan pasal 69 Undang-Undang nomor 1
tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dimana dalam pasal tersebut
mewajibkan setiap BLU memiliki Rencana kerja dan anggaran serta laporan
keuangan dan kinerja Badan Layanan Umum yang disusun dan
disajikan sebagai begian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran
serta laporan keuangan dan kinerja Kementerian
Negara/Lembaga/ Pemerintah Daerah.
2.RSUP Fatmawati menjadi unit
pelaksana teknis Departemen Kesehatan RI dengan menerapkan Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum berdasarkan Peraturan Pemerintah RI nomor 23 tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Perubahan menjadi Rumah
Sakit Badan Layanan Umum memberikan legalitas bagi RSUP
Fatmawati untuk melaksanakan pelayanan kesehatan secara strategis dan
komprehensif, pengelolaan keuangan yang mandiri dan masih mendapat bantuan atau
subsidi untuk tenaga pegawai negeri dan subsidi modal, memberikan tantangan
bagi manajemen untuk melakukan inovasi dan memperluas pangsa pasar serta image
bagi rumah sakit yang tidak hanya melayani golongan menengah ke bawah, tetapi
juga golongan menengah atas. Pola Pengelolaan Keuangan
BadanLayanan Umum pada Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati telah
mengikuti pola yang telah diatur dalam UU nomor 1 tahun 2004 yang
telah memenuhi persyaratan-persyaratan Rencana kerja dan anggaran serta
laporan keuangan dan kinerja Badan Layanan Umum.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara.
Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Badan Layanan Umum. Keputusan Presiden Nomor 80
tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
08/PMK.02/2006 tentang Kewenangan Pengadaan Barang/Jasa Pada Badan Layanan
Umum.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
66/PMK.02/2006 tentang Tatacara Penyusunan, Pengajuan, Penetapan dan Perubahan
Rencana Bisnis dan Anggaran serta dokumen Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan
Umum.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
119/PMK.05/2007 tentang Persyaratan Administratif dalam Rangka Pengusulan dan
Penetapan Satuan Kerja Instansi Pmerintah untuk Menetapkan Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum.
Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan Nomor PER-50/PB/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh Satuan Kerja Instansi Pemerintah yang
Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Bambang, Sancoko.2008. Modul
Diklat Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum: Rencana Bisnis dan Anggaran.Bogor:
Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Direktorat Jenderal
Perbendaharaan. 2007.Modul Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
(PK BLU). Jakarta.