KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah yang
berjudul "Makalah Pajak Penghasilan" ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam pendidikan dalam ilmu Ekonomi
.
Harapan
saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah
ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Seiring dengan usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan tax ratio, sejak tahun 2001 pemerintah telah melakukan berbagai kegiatan untuk ekstensifikasi dibidang perpajakan. Selain melalui kegiatan canvassing, upaya eksensifikasi juga dilakukan DJP dengan cara "memaksa" Wajib Pajak Orang Pribadi untuk memiliki NPWP secara system, misalnya kewajiban memiliki NPWP sebagai salah satu syarat dalam permohonan kredit perbankan bagi wajib pajak orang pribadi.
Pajak penghasilan adalah pajak yang
dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan atau badan hukum lainnya.
Pajak penghasilan bisa diberlakukan progresif, proporsional atau regresif.
Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak penghasilan sudah terdapat pada zaman Romawi Kuno, antara lain dengan adanya pungutan yang bernama tributum yang berlaku sampai dengan tahun 167 Sebelum Masehi. Pengenaan pajak pajak penghasilan secara eksplisit yang diatur dalam suatu Undang-undang sebagai Income Tax baru dapat ditemukan di Inggris pada tahun 1799. Di Amerika Serikat, pajak penghasilan untuk pertama kali dikenal di New Plymouth pada tahun 1643, dimana dasar pengenaan pajak adalah " a person's faculty, personal faculties and abilitites", Pada tahun 1646 di Massachusett dasar pengenaan pajak didasarkan pada "returns and gain". “Tersonal faculty and abilities" secara implisit adalah pengenaan pajak pengahasilan atas orang pribadi, sedangkan "Returns and gain" berkonotasi pada pajak penghasilan badan. Tonggak-tonggak penting dalam sejarah pajak di Amerika Serikat adalah Undang-Undang Pajak Federal tahun 1861 yang selanjutnya telah beberapa kali mengalami tax reform, terakhir dengan Tax Reform Act tahun 1986. Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (tax return) yang dibuat pada tahun 1860-an berdasarkan Undang-Undang Pajak Federal tersebut telah dipergunakan sampai dengan tahun 1962.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang
menjadi permasalahan pada makalah ini adalah:
1.
Apa
pengertian dari pajak penghasilan?
2.
Siapa
subjek atau Wajib Pajak Penghasilan?
3.
Siapa
pemotong pajak penghasilan?
4.
Mengapa
ada Pajak Penghasilan?
5.
Bagaimanacara
menghitung Paajak Penghasilan?
C.
Tujuan Penulisan
Makalah yang berjudul pajak penghasilan ini
bertujuan membahas tentang beberapa hal diantaranya sebagai berikut:
1.
Apa
itu pajak
2.
Siapakah
Subjek atau Wajib Pajak Penghasilan
3.
Apa
saja jenis-jenis pembayaran pajak Penghasilan.
4.
Mengapa
adanya pembayaran pajak Penghasilan
5.
Bagaimana
cara menghitung Pajak Penghasilan
D.
Manfaat Penulisan
Manfaat yang akan diharapkan
dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Secara
teoritis, diharapkan memberikan sumbangan pemikiran mengenai Pajak Penghasilan
dalam system hukum Indonesia
2.
Secara
praktis, diharapkan penulisan makalah ini dapat memberikan sumbangan terhadap permasalahan-permasalahan
yang timbul dalam berbagi bidang pajak penghasilan.
E.
Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 3 bab, yakni BAB I
mengenai pendahuluan yang memuat latar belakang masalah,rumusan masalah, tujuan
penulisan dan sistematika penulisan,
BAB II mengenai pembahasan, dan BAB III yang memuat mengenai kesimpulan
BAB II mengenai pembahasan, dan BAB III yang memuat mengenai kesimpulan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pajak Penghasilan
Pengertian pajak menurut Undang-undang
Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Lima
unsur pokok dalam defenisi pajak :
1.
Iuran
pungutan
2.
Pajak
dipungut berdasarkan undang-undang
3.
Pajak
dapat dipaksakan
4.
Tidak
menerima kontra prestasi
5.
Untuk
membiayai pengeluaran umun pemerintah
Jenis-jenis Pajak :
Secara umum jenis pajak dibedakan menjadi
pajak pusat dan pajak daerah. Contoh dari pajak pusat adalah:
1.
Pajak
Penghasilan (PPh)
2.
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN)
3.
Pajak
Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
4.
Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB)
Karakteristik pokok dari pajak
adalah: pemunngutanya harus berdasarkan undang-undang. diperlukan perumusan
macam pajak dan berat ringannya tarif pajak itu, untuk itulah
masyarakat ikut didalam menetapkan rumusannya.
Ketentuan
mengenai penghasilan tidak kena pajak (PTKP)
Ø untuk wajib pajak pertahun PTKP
adalah Rp. 2.880.000
Ø untuk istri dan suami Rp.
1.440.000
Ø tambahan untuk seorang istri
Rp. 2.880.000; diberikan sapabila ada penghasilan istri yang digabungkan dengan
penghasilan suami dalam hal istri Rp. 1.440.000
Ø tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah, misalnya (ayah,ibu atau anak kandung atau semenda) dalam
garis keturunan lurus sertaanak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling
banyak tiga orang untuk ssetiap keluarga.
B.
Subyek Pajak Penghasilan
Menurut Undang Undang no.36
tahun 2008 tentang pajak penghasilan, subyek pajak penghasilan adalah sebagai
berikut:
1.
Subyek
pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia.
2.
Subyek
pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah
meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu
dikenakan pajak.
Subyek pajak badan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria. Undang Undang
No. 17 tahun 2000 menjelaskan tentang apa yang tidak termasuk Subyek pajak
sebagai berikut:
1.
Badan
perwakilan negara asing.
2.
Pejabat
perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat - pejabat lain dari negara
asing dan orang - orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
asing dan orang - orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3.
Organisasi
internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri keuangan dengan syarat Indonesia
ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tersebut tidak
melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF.
melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF.
4.
Pejabat
perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri
keuangan dengan syarat bukan warga negara indonesia dan tidak memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
keuangan dengan syarat bukan warga negara indonesia dan tidak memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
C.
Obyek Pajak Penghasilan
Yang menjadi Objek Pajak adalah
penghasilan yaitu setiap Tambahan Kemampuan Ekonomis yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib
Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Undang-undang Pajak Penghasilan
Indonesia menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang
luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.
Pengertian penghasilan dalam
Undang-undang PPh tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu,
tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai
kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang
diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.
Dilihat dari penggunaannya,
penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak. Karena Undang-undang PPh menganut pengertian penghasilan
yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu
tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan
demikian, apabila dalam satu Tahun Pajak suatu usaha atau kegiatan
menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan
lainnya (Kompensasi Horisontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri.
Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tariff yang
bersifat final atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan tersebut
tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum
D.
Perubahan Undang-undang yang mengatur Pajak Penghasilan
Pajak
Penghasilan (disingkat PPh) di Indonesia diatur pertama kali dengan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 dengan penjelasan pada Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 50. Selanjutnya berturut-turut peraturan ini
diamandemen oleh :
1.
Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1991,
2.
Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1994, dan
3.
Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2000.
4.
Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008.
Mulai Juli 2003 sampai Desember 2004,
pemerintah menerapkan sistem pajak yang ditanggung pemerintah yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2003 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
486/KMK.03/2003. Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah
disesuaikan juga beberapa kali dalam:
1. Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004, berlaku untuk tahun pajak 2005
(sekaligus meniadakan pajak yang ditanggung pemerintah).
2. Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005, berlaku untuk tahun pajak 2006.
E.
Pajak Penghasilan atau PPH untuk
Koperasi
Pajak penghasilan
atau PPh sedang "in" saat ini. Sunset policy yang di luncurkan
direktorat pajak untuk mendorong orang atau badan memilik NPWP masih terus
diperpanjang. Menghitung Pajak penghasilan atau PPh dimulai dengan menghitung
hitung dulu Penghasilan Kena Pajak. Rumus PPh: penghasilan dikurangi
biaya-biaya. Kemudian terapkan tarif Pajak penghasilan Kena Pajak tersebut.
Tarif Pajak penghasilan atau PPh dibagi
atas:
1.
Untuk
NPWP orang pribadi
Rp.
0 s.d. Rp 25 juta, tarifnya 5%
Rp.
25 juta s.d. Rp 50 juta, tarifnya 10%
Rp.
50 juta s.d. Rp 100 juta, tarifnya 15%
Rp.
100 juta s.d. Rp 200 juta, tarifnya 25%
Rp.
200 juta ke atas, tarifnya 35%
2.
Untuk
NPWP berbentuk badan usaha
Rp.
0 s.d. Rp 50 juta, tarifnya 10%
Rp.
50 juta s.d. Rp 100 juta, tarifnya 15%
Rp.
100 juta ke atas, tarifnya 30%
Tarif Pajak
penghasilan atau PPh dibagi atas adalah tarif progresif. Artinya setiap lapisan
Penghasilan Kena Pajak dikenakan sesuai tarifnya, tidak diakumulasi terlebih
dahulu, baru dikenakan tarif. Sebelum dikenakan tarif, Penghasilan Kena Pajak
dibulatkan dulu sampai ribuan ke bawah.
contoh
:
1.
Penghasilan
Kena Pajak NPWP orang pribadi = Rp 300.000.950
Penghasilan
Kena Pajak dibulatkan : Rp 300.000.000
PPh
nya adalah :
5%
x Rp 25.000.000 = Rp 1.250.000
10%
x Rp 25.000.000 = Rp 2.500.000
15%
x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000
25%
x Rp 100.000.000 = Rp 25.000.000
35%
x Rp 100.000.000 = Rp 35.000.000
Total
= Rp 71.250.000.
2.
Penghasilan
Kena Pajak WP badan = Rp 300.000.950
Penghasilan
Kena Pajak dibulatkan : Rp 300.000.000
PPh
nya adalah :
10%
x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000
15%
x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000
30%
x Rp 200.000.000 = Rp 60.000.000
Total
= Rp 72.500.000.
Bagaimana dengan
pajak koperasi? Menurut sudut pandang pajak koperasi adalah objek pajak hal ini
sesuai dengan pengertian koperasi secara spesifik kedudukan koperasi di mata
hukum pajak adalah sebagai berikut.
Ø Berdasarkan Pasal 2
ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, koperasi merupakan badan
usaha yang merupakan subjek pajak yang memiliki kewajiban dan hak perpajakan
yang sama dengan badan usaha lainnya.
Ø Atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh koperasi adalah objek pajak.
Ø Modal koperasi
terdiri dari : modal sendiri dan modal pinjaman
Ø Anggota koperasi
tidak dibedakan antara orang pribadi dan badan hukum dalam negeri.
Jika koperasi adalah
badan usaha yang terkena pajak lantas penghasilaha apa saja yang
menjadi objek Pajak penghasilan atau PPh :
1.
Bunga
Simpanan Koperasi
Bunga
Simpanan Koperasi merupakan imbalan yang diberikan koperasi kepada anggota berdasarkan
simpanan wajib dan sukarela yang disetorkan kepada koperasi. Bunga simpanan
koperasi yang akan diterima oleh anggota sesuai dengan Ad/ART Koperasi :
- Bunga simpanan koperasi yang diterima atau diperoleh anggota dipotong Pajak penghasilan atau PPh : Pasal 23 final oleh koperasi sebesar 15% dari jumlah bunga yang diterima sepanjang jumlah bunga simpanan yang diterima atau diperoleh anggota lebih dari Rp 240.000,00 setiap bulannya.
- Dalam hal bunga simpanan yang diterima anggota tidak melebihi Rp 240.000,00 dalam sebulan, dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23
2.
Sisa
Hasil Usaha (SHU) Koperasi
Sisa
Hasil Usaha (SHU) adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku
dikurangi dengan biaya-biaya operasional dan kewajiban lainnya termasuk pajak
dalam tahun buku yang bersangkutan.
Ø SHU merupakan bagian
laba yang diberikan kepada anggota atas simpanan pokoknya.
Ø Pemberian SHU tidak
dijanjikan di awal, tetapi tergantung pada laba yang diperoleh koperasi.
Ø Berdasarkan pasal 4
ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, SHU termasuk ke dalam
pengertian dividen yang merupakan objek PPh sehingga harus dilaporkan dalam SPT
Tahunnan penerima.
Ø Namun, pembagian SHU
tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 23 oleh pihak lain (Lihat pasal 23
ayat (4) huruf f Undang-Undang nomor 17 Tahun 2000).
Kewajiban
Koperasi sebagai Pemotong Pajak
Ø Memotong PPh pada
saat pembayaran atau terutangnya bunga dan memberikan bukti pemotongan kepada
anggota yang menerima bunga simpanan koperasi.
Ø Menyetorkan secara
kolektif PPh selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya (menggunakan SSP
dimana kolom nama dan NPWP SSP diisi dengan nama dan NPWP koperasi).
Ø Melaporkan ke KPP
terkait selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya (menggunakan SPT Masa
PPh Pasal 23/26).
Penghasilan
koperasi yang bukan objek pajak
Ø Bantuan atau
sumbangan yang diterima oleh koperasi sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan (Lihat Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2000).
Ø Harta hibahan yang
diterima oleh koperasi sepanjang antara pemberi hibah dengan koperasi tersebut
tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan dengan syarat
bahwa nilai aktiva (nilai kekayaan koperasi sebelum dikurangi dengan hutang) tidak
termasuk tanah dan bangunan pada saat akan menerima hibah, tidak lebih dari Rp
600.000.000,00. Dividen atas bagian laba dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia (Lihat Pasal 4 ayat (3)
huruf f)
Ø Sisa hasil usaha yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.
Ø Bunga simpanan yang
tidak melebihi Rp 240.000,00 setiap bulannya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
semua uraian di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa:
1. Pajak
merupakan iuran wajib yang harus di bayar oleh setiap warga Negara Indonesia
berdasarkan jenisnya masing-masing.
2. Apabila
terjadinya pelanggaran seperti tidak membayar iuran wajib pajak tersebut maka
akan mendapatkan sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
3. Di
dalam pembayaran iuran perpajakan tidak adanya toleransi.
4. Ketentuan
pembayaran pajak sesuai menurut jenisnya masing-masing.
B.
Saran
Makalah yang berjudul
perpajakan ini merupakan karya tulis berdasarkan himpunan material yang di
ambil dari berbagai sumber. Oleh karena itu, jika ada kesalahan dalam penulisan
dan dalam penyajian bahan penulis sangat mengharpakan kritik dan saran dari
para pembaca demi terwujudnya kebenaran yang kita kehendaki semua dan demi
kesempurnaan penyelesaian makalah pajak ini.
DAFTAR PUSTAKA
Buku : Djuanda,
gustian. 2003. Pajak penghasilan orang pribadi. Jakarta. PT. Salemba empat.
Gunadi. 2002.
Ketentuan Dasar pajak penghasilan. Jakarta. PT. salemba empat.
Perundang-undangan : Undang
Undang No. 17 tahun 2000, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.