الثلاثاء، 28 مايو 2013

Makalah Seorang Badut Di Athena

Makalah Seorang Badut Di AthenaMakalah Psikologi. Berikut ini saya mempunyai makalah psikologi yang berjudul “Seorang Badut Di Athena”. Semoga makalah berikut ini dapat bermanfaat untuk kalian semua.
Socrates hidup pada masa yang sama dengan para sophis. Tapi Socrates berbeda dari para sophis dalam satu hal yang sangat penting. Dia tidak menganggap dirinya sebagai seorang “sophis” yaitu seorang yang pandai dan bijaksana. Tidak seperti kaum sophis, dia mengajar bukan untuk mendapatkan uang.
Kaum sophis mendapatkan uang untuk penjelasan-penjelasan mereka yang ruwet, dan sophis semacam ini telah ada sejak Zaman prasejarah. Seorang filosof sejati, sophie, sama sekali berbeda, sama berkebalikan. Sesungguhnya seorang filosof mengetahui bahwa dalam kenyataannya hanya sedikit yang diketahuinya. Socrates adalah salah seorang manusia langka. Dia tahu tentang kehidupan dunia. Dan kini muncul bagian yang terpenting. Dia merasa gelisah karena hanya sedikit sekali yang diketahuinya.
Oleh karena itu, filosof adalah seorang yang mengaku bahwa ada banyak hal yang tidak dipahaminya, dan dia merasa terganggu karenya. Dalam pengertian itu, dia masih lebih bijaksana dari pada semua orang yang membuat tentang pengetahuan mereka mengenai segala sesuatu yang tidak mereka ketahui. Orang yang paling bijaksana adalah yang mengetahui bahwa dia tidak tahu, kataku sebelum ini. Socrates sendiri berkata, “hanya satu yang aku tahu, yaitu bahwa aku tidak tahu apa-apa”.
Ingat pernyataan ini, sebab itu adalah pengakuan yang langka, bahkan dikalangan filosof. Lagi pula, bisa berbahaya sekali mengucapkan itu di depan umum karena nyawamu jadi taruhan. Orang yang paling subversive adalah yang selalu bertanya. Memberikan jawaban tidaklah begitu berbahaya. Mengajukan satu pertanyaan dapat lebih memancing ledakan dibandingkan dengan seribu jawaban.
Tepatnya umat manusia dihadapkan pada sejumlah pertanyaan sulit yang tidak dapat kita temukan jawabanya yang memuaskan.  Maka muncul dua kemungkinan, kita dapat memperdayai diri sendiri dan seluruh dunia dengan berpura-pura bahwa kita mengetahui  segala hal yang harus diketahui, atau kita dapat menutup mata terhadap masalah-masalah penting dan tinggal diam. Dalam hal ini, manusia terbagi dua, secara umum mereka sangat yakin atau sama kali tidak peduli. ( keduanya merayup jauh kedalam bulu-bulu kelinci!)
Itu seperti membagi membagi sebungkus kartu menjadi dua tumpukan, sophie. Kamu meletakan kartu-kartu hitam disatu tumpukan dan yang merah ditumpukan yang satunya. Tapi berulang kali si badut muncul dari kartu hati atau klaver, wajik atau skop. Socrates adalah badut di Athena. Dia tidak merasa yakin dan tidak pula acuh tak acuh. Yang di ketahuinya hanyalah bahwa dia tidak tahu apa-apa dan hal ini menggannggunya. Maka, dia menjadi filosof (orang-orang yang tidak mau menyerah), tetapi terus berusaha tanpa kenal lelah mencari kebenaran.
Diceritakan bahwa seorang penduduk Athena pernah bertanya kepada peramal Delphi tentang siapakah manusia yang paling bijaksana di Athena. Sang peramal menjawab bahwa Socrates adalah yang paling bijkasana dari semua manusia. Ketika Socrates mendengar ini, dia sangat terkejut. (dia pasti tertawa sophie!) dia pergi mendatangi seseorang dikota yang oleh dirinya, maupun semua orang lainnya dianggap sangat bijaksana. Tapi ketika ternyata orang ini tidak mampu memberi Socrates jawaban yang memuasakan terhadap pertanyaannya, Socrates sadar bahwa peramal itu benar.
Socrates merasa penting untuk membangun landasan yang kuat untuk pengetahuan kita. Di percaya bahwa landasan ini terletak pada akal manusia. Dengan keyakinannya yang tak tergoyahkan pada akal manusia, jelaslah bahwa dia seorang rasionalis.
Wawasan Yang Benar Menuntun Pada Tindakan Yang Benar
Seperti telah kusebutkan sebelumnya, Socrates menyatakan bahwa dia dituntun oleh suara batin illahi dan bahwa “hati nurani” ini mengatakan kepadanya apa yang benar. “orang yang mengetahui apa yang baik akan berbuat baik, “katanya.
Dengan ini, yang dimaksudkannya adalah bahwa wawasan yang benar akan menuntun pada tindakan yang benar. Dan hanya orang yang bertindak benar sajalah yang dapat menjadi ”orang yang berbudi luhur”. Jika kita melakukan kesalahan, itu karena kita tidak tahu. Itulah sebabnya penting sekali untuk terus belajar. Socrates berusaha untuk menemukan definisi-definisi yang jelas dan secara universal diterima mengenai benar dan salah. Tidak seperti kaum sophis, dia percaya bahwa kemampuan untuk membedakan benar dan salah terletak pada akal manusia, bukan masyarakat.
Barangkali kamu beranggapan bahwa bagian terakhir ini agak terlalu kabur, sophie. Coba kamu kemukakan begini, Socrates menjawab bahwa tidak mungkin seseorang dapat bahagia jika mereka bertindak menentang penilaian mereka yang lebih baik. Dan orang tahu cara meraih kebahagiaan akan melakukan hal itu. Oleh karena itu, orang yang tahu apa yang benar akan bertindak benar. Sebab, untuk apa orang memilih menjadi tidak bahagia?
Bagaimana pendapatmu sophie? Dapatkah kamu menjalani kehidupan yang bahagia jika kamu terus melakukan hal-hal yang jauh di lubuk hati kamu tahu salah? Banyak sekali orang yang berbohong dan menipu dan menjelek-jelekan orang lain. Apakah mereka sadar bahwa semua ini tidak benar atau tidak adil? Apakah kamu pikir orang-orang ini bahagia? Menurut Socrates tidak.