Latar Belakang Masalah
Salah satu isu lingkungan yang menjadi fokus perhatian dunia internasional pada saat ini adalah mengenai pemanasan global (global warming). Pemanasan global dianggap sebagai aspek yang harus diselesaikan seluruh bangsa, maka PBB sebagai representasi negara-negara dunia diharapkan peduli terhadap masalah pemanasan global.
Salah satu isu lingkungan yang menjadi fokus perhatian dunia internasional pada saat ini adalah mengenai pemanasan global (global warming). Pemanasan global dianggap sebagai aspek yang harus diselesaikan seluruh bangsa, maka PBB sebagai representasi negara-negara dunia diharapkan peduli terhadap masalah pemanasan global.
Menurut Green Peace, Protokol Kyoto menjadi salah satu
langkah yang diambil PBB untuk menyelesaikan kasus pemanasan
global, disamping itu terdapat beberapa NGO yang perhatian terhadap lingkungan
seperti, Internasional Green Peace dan WALHI (Wahana
Lingkungan Hidup).
Selain peran NGO
ada pun
Organisasi Internasional lainnya seperti ITTO (International
Tropical Timber Organization) yaitu sebuah
organisasi komoditas kayu tropik yang bernaung dibawah United Nations
Conference on Trade And Development (UNCTAD). Yang bertujuan untuk
memperlancar perdagangan komoditas, meningkatkan industrialisasi negara produsen
kayu tropik sekaligus meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan
masyarakat (Iskandar, 1999:81-82). ITTO berusaha membangun kesadaran bersama
untuk memerangi perbuatan yang berpotensi merusak hutan (Radityo dan
Falahi, 2008:7).
Adapun beberapa negara anggota AFP (Asia Forest partnership)
yang bergerak dalam menangani permasalahan dan memiliki peran-peran penting
dalam isu-isu lingkungan di kawasan asia. AFP memiliki peran-peran penting dalam isu lingkungan yaitu, pengelolaan hutan lestari
dan penebangan liar. Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki
permasalahan dalam hutan harus dapat bekerjasama
dengan AFP sebagai salah satu sarana untuk mencapai Kepentingan Nasional
Indonesia, khususnya dalam mengatasi penebangan liar. Dengan adanya AFP maka
kepentingan Indonesia di dunia Internasional dalam mengatasi penebangan liar
sedikitnya dapat ditanggulangi. Dan dapat menekan kerugian yang didapatkan dari
praktek penebangan liar.
Hubungan Indonesia dengan AFP
lebih ditekankan pada level mitra individualnya. Mendapatkan sumber-sumber
pengetahuan yang baru dengan cara berbagi informasi dengan mitra yang lain,
adanya hutan Indonesia yang merupakan hutan alam sangat penting dalam politik
ekonomi global, sehingga dapat meningkatkan kredibilitasnya dimata dunia
Internasional.
Penebangan
liar ini kerap terjadi di perbatasan wilayah Negara Republik Indonesia,
kegiatan penebangan liar ini meliputi penebangan kayu dan membuka jalan untuk
mengangkut hasil kayu dari penebangan liar. Aktor yang berperan dalam penebangan liar ini adalah
beberapa warga asing yang dimotori oleh perusahaan milik Malaysia (Perusahaan
Kayu Maju Johan). Dengan dibantu tiga orang, satu alat berat (exavator) dan
chain saw, dapat merusak 36 hektar (Suryadi, 2008:27).
Informasi ini sangat cukup memprihatinkan, jika dilihat
dari kerusakan yang ditimbulkan sangat merugikan Negara dan ekosistem yang ada.
Sehingga pemerintah harus lebih tajam lagi memperhatikan kawasan-kawasan
perbatasan (Batas wilayah Indonesia dengan Negara Malaysia, Filiphina,
Singapura, dan Laut China Selatan) yang
berpotensi sebagai lokasi penebangan
liar.
Penggundulan hutan erat kaitannya dengan illegal logging
atau penebangan
liar yaitu kegiatan penebangan, pengangkutan dan
penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari Pemerintah
setempat. Kesadaran hukum akan kelestarian hutan sangat penting. Dengan adanya
ketaatan dan kedisiplinan untuk melakukan semua aturan hukum yang berlaku demi
menjaga kelestarian hutan
(Zain, 1997:66-67). Penebangan liar berkaitan dengan
meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional, dilihat dari besarnya
kapasitas industri kayu dalam negeri, konsumsi lokal, lemahnya penegakan hukum,
dan pemutihan kayu yang terjadi di luar kawasan tebangan.
Dalam
kasus penebangan liar yang terjadi pada 13 September 2008 di perbatasan Indonesia
Malaysia (Kabupaten Malinau, Kecamatan Kayan Ulu, Desa Betaoh, Kalimantan
Timur) telah dilakukan oleh warganegara
asing Malaysia dan warganegara Indonesia yang dinaungi oleh perusahaan
milik pengusaha dari negara Malaysia, yaitu perusahaan Kayu Maju Johan WTK yang
lokasinya berbatasan langsung dengan wilayah Indonesia (Suryadi,
2008:26). Diharapkan adanya tindakan dari pemerintah Indonesia untuk menangani
masalah penebangan liar.
Dengan adanya berbagai
konvensi mengenai lingkungan, yang didalamnya membahas mengenai sumberdaya
hutan dan negara-negara yang memiliki kepentingan atas keberadaan hutan
didunia. Salah satu negara yang ikut dalam berbagai pembentukan dan menjalankan
konvensi tersebut adalah Indonesia. Sebagai tindak lanjut dari Deklarasi Bali tentang
FLEG (Forest Law Enforcement and Governance)
September 2001, Indonesia dan Jepang membicarakan untuk membentuk Asia Forest Partnership (AFP).
Sehingga AFP INFORMASI/UMUM/KLN/AFP, diluncurkan pada Konvensi Tingkat Tinggi
Pembangunan yang Berkelanjutan pada Agustus 2002 di Johannesburg. AFP adalah
forum kemitraan sukarela, yang merupakan kolaborasi dari berbagai pihak yang
meliputi lembaga pemerintah, organisasi antar pemerintah dan organisasi non
pemerintah dalam rangka mempromosikan hutan lestari di asia. AFP bertujuan
mempromosikan pengelolaan hutan lestari di asia, yang didasari atas adanya
permasalahan kerusakan hutan. Terdapat tiga poin penting dalam masalah hutan
yang harus segera ditangani yaitu : pertama penanggulangan
penebangan liar, kedua penanggulangan kebakaran hutan, dan ketiga rehabilitasi hutan dan lahan.
Jika dikaitkan dengan kasus
penebangan liar yang dilakukan warganegara Malaysia dan eksploitasi hutan yang
tidak mendukung kelestarian hutan mengakibatkan kehancuran sumber daya hutan yang
tidak ternilai harganya, kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai
keanekaragaman hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari
sumber daya hutan. Untuk itu Kemitraan AFP INFORMASI/UMUM/KLN/AFP, sangat diharapkan
dapat membantu Indonesia dalam menangani maslaha hutan, sehingga menguntungkan
bagi para mitranya yaitu, Pemerintah Jepang dan Pemerintah Indonesia (mewakili
pemerintah), CIFOR (The Center For International Forestry Research)
(mewakili organisasi antar pemerintah), dan TNC (mewakili organisasi non
pemerintah/masyarakat), karena telah memiliki otoritas yang lebih besar
dibandingkan dengan mitra yang lainnya, selain mitra yang telah disebutkan
diatas.
Sejak tahun 2005, Pemerintah Indonesia telah memiliki Inpres No. 4 Tahun 2005 (INPRES RI, 2010:414). Mengenai
permasalahan pemberantasan penebangan kayu secara illegal di kawasan hutan dan
sekitarnya di seluruh wilayah Indonesia, akan tetapi dengan adanya hukum Inpres ini belum maksimal
sehingga perlu hukum yang lebih kuat dalam bentuk Undang-Undang Anti Illegal
Logging (Penebangan Liar).
Pemberantasan penebangan liar
dan pelestarian hutan Indonesia masih mengalami berbagai permasalahan yang
terkait dengan kebijakan yang di keluarkan oleh Pemerintah Indonesia, yang
seharusnya menjadi prioritas terdepan dalam perlindungan hutan Indonesia.
Makalah ini membahas tentang bagaimana kerjasama
Pemerintah Indonesia dengan AFP dalam mengatasi masalah penebangan liar di
Indonesia pada tahun 2007-2011. Di dalam makalah ini penulis memfokuskan
analisa terhadap implementasi yang dilakukan oleh AFP agar dapat membantu Indonesia dalam mengatasi penebangan liar di Indonesia. Oleh karena itu,
penulis menilai kemitraan dalam AFP ini merupakan perjanjian kerjasama yang
penting bagi Indonesia dalam menyelamatkan hutan Indonesia dari aktivitas
penebangan liar yang kerap terjadi.
Pertanyaan
Penelitian
Bagaimana Kerjasama Pemerintah Indonesia dengan AFP (Asia Forest Partnership)
dalam
Mengatasi Masalah Penebangan
Liar di Indonesia Pada Tahun 2007-2011?
Bagaimana
Implementasi Kerjasama Pemerintah Indonesia dengan AFP (Asia Forest
Partnership) dalam Mengatasi Masalah Penebangan Liar di
Indonesia Pada Tahun 2007-2011?
Kerangka
Pemikiran
Untuk mengkaji penelitian ini,
penulis menggunakan landasan teori sebagai sumber kajian teoritis dan analisis
empiris. Teori juga dapat berupa sebuah bentuk pernyataan yang menghubungkan
beberapa konsep secara logis dan sistematis (Mas’oed, 1990:217). Perkembangan selanjutnya teori dapat berfungsi
untuk memahami dan memberikan kerangka hipotesis secara logis untuk menjelaskan
maksud terhadap berbagai fenomena yang terjadi. Penelitian ini mengenai Kerjasama Pemerintah Indonesia dengan AFP (Asia Forest Partnership) dalam Mengatasi Masalah
Penebangan Liar di Indonesia Pada Tahun 2007-2011, Adapun teori-teori yang akan dijadikan landasan
kajian dan analisis dalam penelitian ini.
Dalam pembahasan ini penulis akan
merujuk pada Perspektif Kepentingan
Nasional sebagaimana yang dikemukakan oleh Hans
J. Morgenthau, yaitu produk dari proses politik melalui seorang pemimpin
Negara tiba pada suatu keputusan bahwa peristiwa yang terjadi di lingkungan
Internasional sangat penting bagi Negara. Morgenthau juga mengatakan
bahwa Kepentingan Nasional setiap Negara tidak lepas dari unsur politik dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi sehingga tercipta tujuan dari Negara itu
sendiri (Morgenthau, 1978:365-367).
Dalam kasus penebangan liar yang
terjadi di Indonesia dapat dikategorikan sebagai permasalahan yang mengandung
unsur politik, dimana kekuasaan disalah artikan untuk tindakan-tindakan yang
seharusnya tidak terjadi, seperti penebangan liar sendiri, demi meraih
keuntungan yang besar. Salah
satu dari aktor yang menyalahgunakan kekuasaan untuk melakukan kegiatan
penebangan liar, dapat dilihat dari kasus yang dilakukan penebang liar dapat
begitu saja menebang hutan tanpa sepengetahuan dari pemerintah daerah yang
memiliki peranan penting di daerahnya, meskipun secara tidak langsung bekerja
untuk memudahkan kegiatan penebangan liar ini.
Selain Morgenthau, Perspektif dari Joseph Frankel, yang merumuskan
Kepentingan Nasional sebagai aspirasi dari suatu Negara yang dapat diwujudkan
secara operasional dalam upaya pencapaian suatu tujuan spesifik (Frankel, 1988:93). Dapat diartikan sebagai aspirasi rakyat yang
direalisasikan dalam suatu tindakan atau gerakan sehingga menghasilkan program
dan kebijakan dari pemerintah. Adanya INPRES RI nomor 4 tahun 2005, diharapkan dapat memberantas kegiatan
penebangan liar dengan benar. Kerjasama antara oknum-oknum yang telah dipilih
Presiden dengan masyarakat setempat, dapat menjaga keutuhan hutan di Indonesia
dan siap melaporkan kepada oknum polisi
jika terjadi penebangan liar.
Agar terciptanya kebijakan luar
negeri suatu Negara maka harus didasari oleh kepentingan nasional untuk
keberlangsungan negaranya. Dimana setiap Negara dapat membentuk dan
mempetahankan pengendaliannya atas Negara lain, adalah tujuan dari kepentingan
nasional yang didasari untuk mengejar kekuasaan menurut Morgenthau dalam Politics
Among Nations (dalam Mochtar Mas’oed. 1990:140-141). Selain pengertian
diatas, kepentingan nasional juga merupakan hasil dari persaingan politik
internal yang didalamnya yang terdapat beberapa kepentingan politik, namun
saling bertentangan. Oleh karena itu kebijakan luar negeri erat hubungannya
dengan kepentingan nasional dari Negara-negara yang bersangkutan.
Kesejahteraan ekonomi, militer
keamanan dan pertahanan adalah hasil dari bentuk adanya kepentingan nasional.
Sehingga kepentingan nasional dapat menjadi arahan para pembuat keputusan dalam
merumuskan kebijakan luar negeri dan konsep dasar untuk menjelaskan perilaku luar
negeri seperti yang terdapat dalam kamus hubungan internasional (Jack.C.Plano
dan Roy Olton. 1999:11)
Hasil
kebijakan pemerintah tidak hanya mencakup kebijakan saja, namun dilihat dari
pelaksanaannya dalam menangani kasus penebangan liar, yang sampai sekarang
masih menjadi problema di Indonesia. Frankel, et al. dalam bukunya yang berjudul International Relations in a Changing World mengatakan bahwa “Kepentingan Nasional merupakan kunci utama dari konsep
Kebijakan Luar Negeri yang menjadi pokok utama dari total keseluruhan
nilai-nilai nasionalitas suatu bangsa”(Frankel, 1988:93).
Untuk mencapai target serta tujuan yang
diinginkan suatu Negara haruslah mengacu pada Kepetingan Nasional demi
menciptakan Kebijakan Luar Negeri yang baik. Dapat dilhat dari konsep kekuasaan
dan Negara menurut Subadi adalah mengendalikan dan mengatur gejala-gejala
kekuasaan yang bertentangan satu dengan yang lainnya supaya tidak menjadi hal
yang membahayakan. Sehingga tercapai kegiatan yang sesuai tujuan dari
masyarakat menuju tujuan nasional
(Subadi, 2010:10).
Sebaliknya
menurut Holsti, et al. “Kebijakan Luar Negeri
merupakan akar dari politik luar negeri, dan politik luar negeri sendiri
merupakan pola perilaku sebuah negara dan juga reaksi ataupun respon dari negara lain
terhadap perilaku tersebut” (Holsti, 1992:3). Diharapkan dari Pemerintah dapat menciptakan
strategi kebijakan yang baik untuk menghadapi Negara lain dan politik
internasional untuk mencapai Kepentingan Nasional.
Pemikiran
politik hijau memiliki implikasi cukup besar terhadap politik global. Salah
satunya bagi masyarakat skala kecil dengan ikatan kuat yang konservatif dan
hierarkis yang swadaya dalam konsumsi sumberdaya, dimana kebebasan dan egoisme
yang telah menyebabkan krisis lingkungan dan kecenderungan ini perlu dibatasi
untuk menghasilkan masyarakat berkelanjutan (Burchill&Linklater, 1996:344). Diharapkan masyarakat sadar diri dan
menyadari kesalahan. Dilihat dalam kasus penebangan liar yang berdampak
pada keadaan ekosistem di
Indonesia. Tetapi juga mempengaruhi wilayah Indonesia
sering dilanda banjir dan tanah longsor jika sedang musim hujan. Sejauh ini Indonesia
telah mengalami 236 kali banjir di 136 kabupaten dan 26 propinsi, disamping itu
juga terjadi 111 kejadian longsor di 48 kabupaten dan 13 propinsi (Kompas, 2007).
Penebangan
liar juga mengakibatkan berkurangnya sumber mata air di
daerah perhutanan. Pohon-pohon di hutan yang biasanya menjadi penyerap air
untuk menyediakan sumber mata air untuk kepentingan masyarakat setempat. Hal ini
mengakibatkan masyarakat di daerah sekitar hutan kekurangan air bersih dan air
untuk irigasi. Terdapat 78 kejadian kekeringan yang tersebar di 11 propinsi dan
36 kabupaten (Kompas, 2007). Semakin berkurangnya lapisan tanah yang subur. Lapisan tanah yang
subur sering terbawa arus banjir yang melanda Indonesia (Chomitz, 2007:3).
Akibatnya tanah yang subur semakin berkurang. Selanjutnya penebangan liar juga membawa dampak musnahnya berbagai fauna dan flora.
Tujuan dari teori politik
hijau adalah untuk memberikan penjelasan tentang krisis ekologi yang dihadapi
umat manusia, dengan upaya semaksimal mungkin memusatkan diri pada krisis itu.
dimana merupakan persoalan paling utama yang dihadapi manusia, serta memberikan
suatu dasar normatif dalam menghadapi krisis tersebut (Burchill&Linklater, 1996:361).
Krisis
ekologis sama artinya dengan krisis lingkungan yang terjadi karena perbuatan
manusia yang didasari oleh kebutuhan yang terus-menerus. Dengan memanfaatkan
hutan di Indonesia namun tidak ada timbal-balik terhadap bumi itu sendiri, maka
terjadilah dampak-dampak yang tidak diinginkan.Krisis lingkungan ini yang
diakibatkan adanya penebangan liar merupakan masalah utama bagi masyarakat,
flora, fauna dan pemerintah sendiri yang tidak memiliki ketegasan dalam
menindaklanjuti penebangan liar di kawasan hutan Indonesia.
Diperlukan
sejumlah pihak terkait, instansi maupun organisasi dalam menggalakkan
operasi untuk memberantas pelaku penebangan liar. Jika dikaitkan dengan pendapat Eckreskey dan Goodin, bahwa manusia memiliki
kewajiban untuk hidup dalam keharmonisan dengan alam dan mengghargai serta
memelihara keseimbangan ekologis secara menyeluruh (1992, dalam
Jackson&Sorensen, 1999:329). Dalam pembahasan diatas, masyarakat juga
dilibatkan dalam upaya pemberantasan untuk melakukan pengamanan dalam melindungi hutan. Berikut
ini data laju penebangan hutan versi Kementrian Kehutanan. Tahun 1985-1998 1,87 juta
hektare per tahun, tahun 1998-2000 2,83 juta hektare per tahun, tahun 2000-2005
1,18 juta hektare per tahun, Penebangan Liar tahun 2000-2007 2,8 juta hektare
setara dengan Rp 40 triliun
(Tempo, 7 September 2007).
Menurut Goodin (1992,
dalam Burchill&Linklater, 1996:346), banyaknya permasalahan
lingkungan yang berlingkup transnational atau bahkan global, maka diperlukan
kerja sama global untuk mengatasi permasalahan ini. Penulis berharap kebijakan
pemerintah Indonesia dan pemerintah Malaysia dapat mengatasi permasalahan yang
menyangkut lingkungan hidup bagi negara Indonesia sendiri dan hubungan baik
bagi kedua negara.
Kebijakan luar negeri yang
dihasilkan dari kemitraan asia Forest Partnership tersebut terdapat kepentingan
nasional masing-masing Negara. Untuk Negara Indonesia kepentingan nasionalnya
adalah menjaga, merebut dan mempertahankan hutan Indonesia dari Negara-negara
lainnya. Dan kepentingan anggota-anggota AFP lainnya adalah untuk menjaga
hubungan dengan Negara lain dalam menangani kasus-kasus yang terdapat dalam
agenda AFP. Dengan demikian,
konsep teori yang digunakan penulis yakni konsep Kepentingan Nasional,
Kebijakan Luar Negeri, isu lingkungan dan teori politik hijau yang saling
berkesinambungan kiranya relevan untuk membahas lebih lanjut mengenai Kerjasama
Pemerintah Indonesia Dengan AFP (Asia Forest Partnership) Dalam
Mengatasi Masalah Penebangan Liar Di Indonesia (2007-2011).
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu suatu cara untuk membuat gambaran dan situasi yang menjadi
bagian permasalahan yang akan diteliti (Creswell, 1994:148). Jenis penelitian ini menggunakan metoda analisis kualitatif yang
berdasarkan pada penelitian kepustakaan, yakni penelitian yang dilakukan
melalui pengumpulan data dan informasi lainnya dengan berbagai sumber seperti
buku, jurnal, majalah, dan internet. Metode lain yang
digunakan adalah wawancara dengan narasumber yang dapat dipercaya sebagai
sumber utama dan menggali informasi yang akan menyempurnakan skripsi ini
(Harisson, 2007:87).
Penelitian ini memfokuskan
pada persoalan Hubungan kedua Negara yaitu Indonesia dan Malaysia yang mengacu
pada kasus penebangan liar sebagai suatu kajian yang sudah dikaji sebelumnya
dan diperbaharui dengan melihat dampak dari penebangan liar di kedua Negara
tersebut. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskritif analisis
merupakan pengertian untuk melakukan penelitian dalam hubungan internasional.
Menjelaskan metode kualitatif adalah suatu makna kognitif, atau makna
sosiologis yang hidup dalam alam pikiran informan dan subyek-objek penelitian.
Bukan suatu konsep yang justru ditawarkan oleh peneliti untuk dikembangkan saat
pengumpulan data (Bungin,
2009:75).
Data untuk penelitian ini diperoleh
melalui berbagai sumber, yaitu primer dan sekunder. Selain melakukan kajian
dari berbagai literatur yang berkaitan dengan tidak langsung mengunakan studi
kepustakan dengan mendatangi berbagai kepustakaan untuk mencari data
penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian
kualitatif ini meliputi empat tipe, yaitu observasi, interview, dokumen, dan
gambar visual yang masing-masing mempunyai fungsi dan keterbatasan (Creswell,1994:147). Berdasarkan
kepada tipe-tipe tersebut penulis menggunakan data-data yang bersifat bersifat
sekunder.
Data sekunder yaitu data yang sudah diolah dan sudah jadi lalu
di publikasikan oleh instansi-instansi penerbit. Oleh karena itu, penelitian akan digunakan data sekunder sebagai data
utama seperti buku, jurnal, skripsi, Koran, data kepustakaan dan
dokumen-dokumen resmi serta situs-situs internet yang dianggap relevan dengan permasalahan
penelitian ini. Dengan sumber kepustakaan diharapkan membantu penulis untuk mengupas, dan
membahas lebih dalam mengenai Kebijakan Pemerintah Indonesia Dalam Mengatasi
Penebangan liar Di Hutan
Indonesia (Kalimantan Timur) Oleh Warga Negara Malaysia Pada Tahun 2005-2008.
Daftar
Pustaka
Buku
Bungin, Prof.
Dr. HM. Burhan S.Sos., M.Si. 2009. Penelitian Kualitatif. Kencana. Jakarta.
Burchill, Scott dan Andrew Linglater. 2009. Teori-Teori Hubungan
Internasional. Nusa Media. Bandung.
Chomitz,
Kenneth M. 2007. Laporan Penelitian
Kebijakan Bank Dunia. “Dalam Sengketa? Perluasan, Pertanian, Pengentasan
Kemiskinan, Dan Lingkungan Di Hutan Tropis. Salemba Empat. Jakarta.
Creswell, John W. 1994. Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. Thousand
Oaks: SAGE Publications, Inc.
Frankel,
Joseph. 1988. International Relations in
a Changing World, Oxford University Press.
Holsti, K. J. 1992. International
Politics, A Framework for Analysis, 6th,
Ed. New Jersey: Prentice
Hall, Inc.
Iskandar, Dr.Ir. Untung. 1999. Dialog Kehutanan Dalam Wacana Global.
BIGRAF Publishing. Yogyakarta.
Jackson, Robert dan Gerog Sorensen. 2009. Pengantar Studi hubungan
Internasional. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Mas,oed,
Mohtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional
: Disiplin dan Metodologi Dictionary. LP3S. Jakarta.
Morgenthau,
Hans J. 1978. Politic Among Nation : The
Struggle For Power and Peace, Alfred W. Knopf.
Plano, Jack
C.&Olton R. 1999. Kamus Hubungan Internasional. Abardin. Bandung.
Zain, Alam
setia S.H. 1997. “Hukum Lingkungan
Konservasi Alam”. Rieneka Cipta. Jakarta.
UU RI Nomor 19
Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah RI Tahun 2010 Tentang Kehutanan dan
Ilegal Loging., 2010. INPRES RI
Nomor 4 Tahun 2005 “Tentang Pemberantasan
Penebangan Kayu Secara Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh
Wilayah Republik Indonesia.” Citra
Umbara. Bandung.
Koran
“Dampak
Illegal Loging,” Kompas, Tahun 2007.
“Kekeringan
Akibat dari Ilegal Loging,” Kompas,
Tahun 2007.
“Robohnya
Pohon Kami”, Tempo. 7 September 2007
Majalah
Radityo, Dharmaputra dan Ziyad Falahi. 2008. Makalah:Telaah Kritis
Illegal Logging Sebagai Diskursus Hubungan Internasional;Tinjauan Perspektif
Struktural Dan Kultural. Universitas Riau.
Suryadi, S.H.,
2008. “Ilegal Loging di Perbatasan Indonesia Malaysia”. Majalah Kehutanan
Indonesia. Edisi X. Departemen
Kehutanan. Jakarta.