Makalah Pendidikan – Ilmu Sosial Yang Humanis. Berikut ini saya mempunyai Makalah
Pendidikan yang berjudul “Civil Society” dalam Era Globalisasi: Pendidikan dan
Perubahan Sosial Yang Humanis dan Berkelanjutan”. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi para pelajar.
Abstrak
Masyarakat madani atau lebih sering
terdengar dengan sebutan “Civil Society” menjadi isu atau bahan yang menarik
dari berbagai kalangan akademisi, dimana konsep tersebut, berimplikasi pada
peradaban manusia yang lebih maju dan berbudaya. Civil Society sebuah paradigma
yang terus mengalami perkembangan dan perubahan seiring perjalanan waktu,
dimana banyak pakar mendefinisikan paradigma tersebut, dengan beragam
interpretasi. Beragamnya interpretasi tentang konsep, aplikasi, dan implikasi
Civil Society, terutama dikaitkan dengan era Globalisasi akan menjadi kajian
yang lebih menarik, karena hal tersebut, secara tidak langsung berdampak pada
perubahan sosial dan budaya dalam kehidupan masyarakat. Intensitas sosialisasi
lebih efektif dan efisien, sebagai akibat dari era globalisasi, sehingga secara
empiris dan teoritis masyarakat madani saling berkaitan dengan Globalisasi. Kajian-kajian
literatur dan pengamatan dinamika masyarakat kini, yang terhubung dengan
dinamika peradaban, tentunya menjadi isu atau perbincangan yang menarik dan
menantang, karena menyangkut konsep masyarakat yang idealis dalam mewujudkan
masyarakat yang humanis dan berkelanjutan. Selain itu studi historis sangat
dibutuhkan dalam memahami dinamika masyarakat madani yang kini banyak mengalami
perubahan dan perkembangan dalam tataran interpretasi dan persepsi masyarakat
luas atau global. Pendidikan mempunyai peran dan fungsi dalam perubahan dan
perkembangan tersebut, sehingga aspek pendidikan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari paradigma Masyarakat madani.
Pendahuluan
Masyarakat
Madani atau lebih dikenal dengan istilah “Civil Society” sudah bukan barang
atau bahan baru dalam perbincangan dikalangan akademisi saat ini, karena konsep
tersebut, secara historis sudah berlangsung sejak diperkenalkannya atau
dipopulerkan oleh Nurcholish Madjid, disamping itu wacana masyarakat madani
sudah semarak pada tahun 1990-an, khususnya setelah jatuhnya Komunisme
(Mas’udi, 1999). Beragam konsep atau teoritis yang ditawarkan oleh pakar atau
pengamat, baik Sosial, ekonomi, Budaya, politik, bahkan dalam Islam sendiri,
dalam membangun sebuah masyarakat yang adaptatif, dalam arti masyarakat yang
mampu beradaptasi dengan perkembangan dan perubahan zaman. Berbagai diskusi
sudah banyak dilakukan dikalangan akademisi maupun politisi, dalam merumuskan
untuk mewujudkan sebuah kebijakan yang mampu membangun sebuah masyarakat yang
idealis sesuai dengan konsep “Civil Society”. Membumikan konsep masyarakat
madani, secara tidak langsung merupakan bagian dari proses perubahan sosial
yang secara empiris telah berjalan dalam masyarakat yang dinamis.
Membangun
sebuah peradaban dengan paradigma civil society didalam masyarakat yang plural,
terutama di Indonesia tentunya membutuhkan tenaga dan waktu yang panjang,
selain itu terkait dengan latar belakang pendidikan yang dilalui. Kompleksitas
dan sulitnya membangun peradaban tersebut, akan banyak menimbulkan permasalahan
yang tidak sederhana atau rumit, disamping kondisi geografis yang beragam dan
dinamik. Dipahami bersama di Indonesia, sebuah Negara yang amat beragam akan
suku, bahasa, dan agama, sehingga beragam pendekatan yang dilakukan harus
sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah. Masyarakat perkotaan dengan
masyarakat pedesaan sangat berbeda, akan cara atau model kehidupannya, dimana
daerah perkotaan lebih cenderung pada aspek materiil, sehingga seluruh
kehidupannya bergantung pada ketersediaan sumber daya alam yang ada, tiadanya
keteraturan dalam pemakaiannya, sehingga terjadi kompetisi. Kompetisi dapat
menimbulkan sebuah potensi yang besar, baik potensi besar maupun kecil, dimana
potensi tersebut, dapat menjadi motivator dalam dinamika manusia dalam
berhidup. Secara tidak langsung proses kehidupan diperkotaan lebih agresif dan
radikal, dibanding didaerah pedesaan yang penuh dengan kenyaman dan ketentraman,
sehingga proses kehidupan dipedesaan kini kadang-kadang menjadi inspirasi untuk
dijadikan pedoman atau pegangan yang telah hilang dari derap kehidupan
perkotaan. Diakui bersama, bahwa kehidupan diperkotaan lebih cepat berkembang
atau cepat mendapat segala impian yang dicita-citakan, terkait segala sarana
dan prasarananya yang lebih komplet dan maju, disamping itu perubahan dinamika
peradaban juga lebih cepat dibanding suasana diwilayah pedesaan.
Gerakan-gerakan akan signal perubahan kearah perbaikan secara spontan dan
keberlanjutan lebih mudah terlihat diatmosfer perkotaan dibanding pedesaan,
tetapi kerusakan juga lebih cepat terjadi diperkotaan, yang menjadi pertanyaan
untuk semua, sejauh mana peradaban manusia madani mampu menjebatani atau
mengiringi masyarakat dalam bersikap dan ber-action dalam era globalisasi masa
kini yang terus bergerak cepat?
Era
globalisasi merupakan sebuah era yang kini masih menjadi perdebatan atau kajian
diberbagai Negara atau wilayah, terutama di Negara berkembang, seperti Indonesia,
dimana globalisasi dipandang dari berbagai aspek atau sudut pandang, baik aspek
agama, sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Beragam pandangan dari berbagai
pakar membahas masalah dampak dari era globalisasi, secara umum dalam kaca mata
ekonomi, era globalisasi sangat dibutuhkan dalam pergerakan pemasaran secara
global, sehingga globalisasi berdampak positif dan menguntungkan bagi
perusahaan atau industri-industri yang berkembang. Berbeda dengan kacamata
agama, sosial, maupun politik dalam penafsirannya, dimana sebagian masih
meragukan dampak yang dibawa globalisasi dalam masyarakat secara luas, dimana
kondisi masyarakatnya masih plural disamping itu latar belakang pendidikan yang
beragam dan kondisi geografis yang beragam pula, tentunya ini masih menjadi
perdebatan, dikalangan pemikir hingga kini. Ketakutan dan kekwatiran akan
dampak era globalisasi masih menggrayangi segenap pemikiran yang terus
berkembang dan berubah-ubah. Secara eksplisit membangun sebuah peradaban
masyarakat madani mengarah pada modernitas dan kemajuan peradaban yang lebih
rasional, disamping adanya transformasi kebudayaan yang beradab, beretika, dan
berpengetahuan. Membangun masyarakat yang ideal, dalam arti sebuah peradaban
masyarakat yang dewasa dan kritis dalam mempersepsikan fenomena sekitar dengan
rasional dan komprehensif, sehingga masyarakat model tersebut, tidak mudah
tersulut atau terprovokasi untuk melakukan tindakan yang berdampak negatif.
Itulah ciri-ciri sebuah masyarakat yang sudah pada tahap kedewasaan dalam mempersepsikan
kondisi dan situasi atau pluralitas budaya dan agama secara arif dan bijak,
sehingga secara tidak langsung terjalin toleransi dan kebersamaan dalam hidup
yang ideal. Apakah masyarakat madani (Civil Society) merupakan driver atau
inspirator dalam membangun sebuah masyarakat yang ideal dalam khasanah era
globalisasi yang penuh tantangan dan hambatan, disamping begitu plural budaya
dan agama yang ada? Dan apakah konsep masyarakat madani sesuai dengan dinamika
kehidupan masyarakat modern, seiring ingin tercapainya sebuah perubahan sosial
yang humanis dan berkelanjutan?
Pembahasan
Masyarakat
Ideal: Toleransi dan Kebersamaan dalam Berhidup
Secara
umum situasi dan kondisi masyarakat Indonesia, yang begitu plural akan budaya,
bahasa, agama dan sebagainya, tentunya tidak mudah untuk membangkitkan sebuah
toleransi dan kebersamaan, jikalau masih adanya kesenjangan atau gesekan antara
kepentingan pribadi maupun kelompok. Masyarakat kumpulan dari beragam latar
belakang yang berbeda-beda, yang ditandai dengan kepentingan yang tercermin
dari rasa kebersamaan dan cara hidup, dalam arti bahwa setiap manusia mempunyai
suatu visi dan misi yang berbeda dalam kehidupannya. Perbedaan tersebut, sudah
terdoktrin sejak anak-anak dalam bangku sekolah dari SD sampai perguruan tinggi
sekalipun, dimana pandangan akan masa depan menjadi perhatian utama, sehingga
banyak masyarakat sekarang mengejar impian masa depan dengan segala cara tanpa
pertimbangan konsekuensi yang matang. Tiadanya pertimbangan dalam mengejar masa
depan, tentunya menjadi perhatian bersama, dalam memahami dinamika kehidupan
yang penuh dengan tantangan dan hambatan dalam meraih kehidupan masyarakat yang
ideal seiring dinamika khasanah era globalisasi yang menggerus tatanan hidup
masyarakat. Sikap toleranasi dan kebersamaan dalam berhidup, beberapa dari
target yang ingin tercapai dari konsep masyarakat madani, dimana konsep
tersebut, mengandung makna dan arti sebagai wujud masyarakat yang ideal dalam
menapaki kisah perjalanan hidup yang penuh kepentingan pribadi (Egois).
Egoistis menjadi paradigma dalam
perubahan sosial yang penuh konflik dan kesenjangan sosial yang lebar, dalam
peradaban manusia kini, tak mengherankan sumber dari permasalahan sosial muncul
sebagai dampak dari kepentingan pribadi yang mengakar pada setiap masyarakat.
Demokrasi dalam beberapa aspek lain, yang melahirkan kebebasan dalam
beraktivitas maupun mengutarakan pendapat dalam bermasyarakat maupun bernegara.
Secara tidak langsung atmosfer dampak dari konsep demokrasi tersebut, sangat
menentukan jalannya terbangunnya masyarakat madani, tetapi dilain pihak juga
menyebabkan dampak negatif, dimana beragam masalah baik masalah horizontal
maupun vertikal terus berjalan, seiring berjalannya proses demokrasi dan era
globalisasi. Masyarakat dengan beragam kepentingan dan permasalahan yang
dihadapi, tentunya menjadi pembelajaran yang berharga dan penting dalam
membentuk kepribadian dan pengetahuan yang mampu menganalisa permasalahan
secara dewasa dan kritis, sehingga diharapkan masyarakat kedepan berparadigma
keberlanjutan. Humanis dan keberlanjutan dalam bermasyarakat, tentunya
dikaitkan dengan bagaimana masyarakat mampu menelaah dan menganalisis fenomena
lingkungan sekitar yang terjadi, yang kemudian diinterpretasikan dengan bijak
dan arif untuk menimalisir atau melangkah kedepan yang lebih baik. Sejarah
dalam perjalanan manusia dalam menata peradaban yang baik, tentunya membutuhkan
waktu yang panjang, karena perjalanan manusia dalam melihat atau memandang
kedepan, sangat ditentukan bagaimana masyarakat melihat masa lalu (sejarah)
untuk dijadikan pembelajaran atau pegangan atau ukuran dalam menatap atau
melangkah kedepan.
Membangun peradaban masyarakat yang
ideal seperti membangun sebuah tatanan masyarakat yang ingin dicapai sesuai
kesepakatan bersama dalam membentuk masyarakat yang bermartabat, berpendidikan,
berpengetahuan, dewasa dalam melihat fenomena alam maupun sosial, berprinsip, berkeadilan,
dan lain sebagainya. Kompleksitas masyarakat, terutama dinegara berkembang,
seperti Indonesia sulit dan tidak mudah, tetapi secara garis besar, Indonesia
sakan atau sudah mengarah pada masyarakat yang humanis dengan indikator
berprilaku sopan santun, toleran, dan kebersamaan yang kental dengan adapt atau
tradisi yang terus berlangsung ditengah-tengah masyarakat hingga saat ini.
Kekentalan dalam berkerabat dan kerukunan dalam bermasyarakat sudah terjalin
sejak lama, terutama dalam masyarakat pedesaan, dimana sifat gotong royong dan
kerja sama masih berjalan, tetapi apakah seiring berjalannya perubahan dan
perkembangan zaman, karakteristik sifat masyarakat tersebut, mampu bertahan
seiring berjalannya era globalisasi yang makin merasuk dalam sendi-sendi
kehidupan masyarakat kini dan kedepan? Apakah masyarakat kini telah mengalami
sebuah pembelajaran yang mengarah pada kedewasaan dalam menatap masa depan,
seiring adanya gempuran dan gesekan sosial yang terus berlangsung?
Era
Globalisasi: Kemajuan atau Kemunduran dalam Perubahan Sosial
Ketika
kebebasan dan kemerdekaan dalam mengutarakan atau menyuarakan pendapat, sebagai
tanda telah dimulainya atmosfer demokrasi, disamping berjalannya paradigma
globalisasi yang kini makin mengakar dalam setiap perjalanan peradaban manusia.
secara tidak tersadari masyarakat telah mengalami perubahan yang signifikan
dalam proses kehidupannya, baik dalam aspek sosial maupun budaya berinteraksi
dengan alam, dimana masyarakat kini mulai menata atau mengelola dengan sebaik
mungkin dalam mencapai tujuan hidup yang damai, sejahtera, nyaman, tentram, dan
kebersamaan dalam merangkai kehidupan. Pencapaian akan perubahan sosial yang
ideal, tentunya menjadi impian bersama dalam membangun masyarakat yang
demokratis, tetapi semua itu membutuhkan atau ada konsekuensi yang tidak
sedikit baik materi maupun non materi.
Globalisasi
sebuah era yang mampu mengantarkan pada peradaban manusia yang modern dan maju,
terutama dalam percepatan persebaran informasi yang lebih cepat dan luas,
sehingga aspek teknologi informasi mengalami perkembangan yang pesat dalam
mendukung atau mengantarkan peradaban manusia yang lebih konkret dan global.
Banyak kesan dan pesan yang dapat ditangkap terkait bagaimana masyarakat,
sebagai manusia individu dan sosial sangat dinamis, tercermin bagaimana
masyarakat kini memandang atau menatap kedepan. Bercermin pada masa lalu
(Sejarah), manusia terus mengembangkan dan memodifikasi atau memanupulasi
paradigma atau peradaban dengan seprangkat teknologi dan informasi untuk
mencapai keinginan dalam mewujudkan sebuah kehidupan yang ideal. Era
globalisasi menjadi barometer atau parameter dalam melihat atau mengukur
prestasi manusia dalam peradaban yang diciptakannya, yang secara langsung
membawa perubahan mendasar dalam kehidupan masyarakat global. Keberuntungan
atau kekecewaan dalam melihat dan mempersepsikan perkembangan peradaban dalam
era globalisasi selalu terjadi dalam masyarakat, karena secara garis besar era
globalisasi menentukan kesiapan dan kesigapan masyarakat. Diketahui bersama,
bahwa masyarakat Indonesia sangat plural, sehingga datangnya era globalisasi
menjadi moment penting bagi masyarakat yang sudah siap, tetapi berbeda dengan
masyarakat yang tidak siap, sehingga terjadi ketimpangan dan kesenjangan sosial
dalam masyarakat. Kesenjangan dan ketimpangan salah satu konsekuensi dari
perubahan sosial dalam era globalisasi, sehingga terciptanya ketidakseimbangan
masyarakat dalam berhidup dengan lingkungan sekitar.
Belum
ada yang menyimpulkan secara jelas dan tegas dampak dari era globalisasi pada
perubahan akan kemajuan suatu masyarakat yang ideal, atau kemundurannya, hingga
saat ini masih berlangsung perdebatan bahkan sampai pada isu-isu yang mengarah
pada penerapan konsep-konsep yang terbangun. Membangun masyarakat madani “Civil
Society” dalam era globalisasi, tentunya ingin mengarah pada kemajuan perubahan
sosial yang adaptif, dalam arti perubahan yang humanis dan berkelanjutan,
tetapi realitas menggambarkan, sejauh ini implikasi dari aplikasi masih
menemukan kendala dalam masyarakat. Aspek pendidikan selain aspek-aspek lain
sangat menentukan dalam mendorong perubahan masyarakat yang mampu mengikuti
perkembangan dan perubahan zaman yang berjalan secara dinamik. selama ini aspek
pendidikan menjadi masalah yang dilematis, yang sampai kini belum terselesaikan
dengan baik, bahkan dalam era yang sudah maju dan modern, masih banyak
masyarakat dengan latar belakang pendidikan rata-rata, bahkan sebagian ada yang
hanya lulusan sekolah dasar. Problematika tersebut, sepatutnya menjadi
pertimbangan bersama dalam membangun sebuah masyarakat madani, jikalau belum
adanya pemerataan pendidikan yang adil dalam masyarakat Indonesia. Pendidikan mempunyai
peran dan fungsi yang penting dalam pergeseran perubahan peradaban, kearah yang
lebih baik, disamping itu suatu Negara dianggap maju dan modern, selain
teknologi dan kebudayaannya, tingkat pendidikan juga menjadi barometernya.
Dilain
pihak era globalisasi merupakan bagian dari perubahan zaman yang lebih agresif
dan progressif, dimana segala informasi dapat diakses lebih cepat dan mudah
oleh semua masyarakat global. Tiada hal yang dapat disembuyikan dalam dinamika
kehidupan masyarakat kini, era globalisasi suatu kunci pembuka dunia global dan
modern. Tanpa mengikuti dari era globalisasi akan mengalami ketertinggalan
dalam perjalanan peradaban manusia, terlihat akan banyak masyarakat tersebut,
gagap dan tidak percaya diri dalam melihat atau memandang masa depan yang lebih
baik. Sepatutnya sebagai masyarakat Indonesia, apalagi mayoritas beragam Islam,
seharusnya selalu siap dan sigap dalam menyosong dinamika perubahan, dimana
dalam ajaran Agama Islam sendiri, terutama dalam hadist Nabi, mengungkapkan,
“bahwa didiklah anakmu sesuai dengan zamannya”. Ungkapan atau perintah Nabi
tersebut, tentunya mengandung makna bahwa setiap manusia harus selalu belajar
dan bekerja disamping itu zaman kini akan berbeda dengan zaman berikutnya,
sehingga diwajibkan bagi orang tua untuk mengajarkan pada anaknya sesuai dengan
zamannya.
Dipahami
bersama, bahwa kebekuan atau kekakuan masyarakat, terutama anak muda zaman
sekarang, secara sistematis telah mengalami degenerasi jiwanya dalam optimisme
dalam menyosong masa depannya. Kaku dalam bergerak maupun berpikir disertai
jiwa yang tidak dinamis, permasalahan tersebut, sepatutnya menjadi pembahasan
bersama, dimana anak muda merupakan penerus bangsa dan Negara dalam menciptakan
atau membangun sebuah Negara yang kuat. Kuatnya Negara dan bangsa, terletak
dari peran dan fungsi pemuda dalam pergulatan zaman diera globalisasi, sehingga
pemuda sebagai agen utama dalam perubahan sosial yang dinamis, humanis dan
berkelanjutan. Sepatutnya pemerintah wajib memeliharan dan memberikan pelayanan
dalam arti pendidikan kepada anak-anak, karena mereka adalah aset atau harta
karun masa depan yang tidak bisa dianggap remeh dalam perannya kedepan terhadap
bangsa dan negara. Negara manapun membutuhkan pemuda sebagai kendaraan utama
dalam perubahan suatu Negara yang lebih maju dan modern, sehingga dinegara maju
seperti USA, bahkan Jepang banyak mengalokasikan dana untuk pendidikan, berbeda
yang terjadi di Indonesia.
Peran
dan Fungsi Pendidikan dalam Era Globalisasi
Pada alinea sebelumnya, bahwa pendidikan
mempunyai peran dan fungsi yang penting dalam membangun sebuah perubahan
sosial, disamping itu mampu menciptakan generasi yang matang dalam menyosong
era globalisasi yang penuh rintangan dan tantangan, terutama pada umat Islam
(Alisjahbana, 1992; Hafidhuddin, 2004; Amin, 2011). Faktor pendidikan salah
satu instrument penting dalam dinamika peradaban yang tidak bisa disingkirkan
dari perkembangan dan perubahan zaman, dimana pendidikan merupakan barometer
dari maju atau modernnya sebuah Negara. Dilain pihak pendidika Islam secara
histories mempunyai kontribusi yang besar dalam perubahan zaman, apalagi dalam
era globalisasi kini. Disamping itu pendidikan mampu membentuk karakter bangsa
dan Negara yang kuat sesuai UU 45 secara garis besar yaitu beretika dan
bermoral, sehingga diharapkan out put dari proses pendidikan mampu menciptakan
generasi yang tawadhu’ dan berwawasan luas juga sesuai kebutuhan zaman.
Diketahui bersama setiap zaman rintangan dan tantangan berbeda-beda, sehingga
proses dalam pendidikan, seharusnya juga dinamis dalam melihat akan perubahan
yang dibutuhkan. Dilain pihak pendidikan juga harus mengacu pada perkembangan
dan perubahan global, sehingga secara kontinue dan konsisten adanya evaluasi
untuk mengimplementasikan sebuah proses pendidikan yang dibutuhkan baik oleh
industri, masyarakat, dan lain sebagainya. Menerapkan sebuah pendidikan yang
berbasis kebutuhan atau pengalaman dalam kondisi masyarakat Indonesia kini,
sangat dinantikan dan dibutuhkan, tetapi pihak birokrasi atau pemerintah
sendiri masih belum mampu menangkapnya, sehingga belum adanya sinergitas antara
permasalahan dan kebutuhan.
Pendidikan
yang berbasis Islam atau istilah yang sering terdengar adalah Pesantren, dimana
pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan yang kini mulai diangkat menjadi
isu yang menarik dalam pergulatan perubahan sosial yang diharapkan. Dahulu
pesantren dianggap sebagai lembaga yang tidak mempunyai kontribusi dalam menata
atau membangun karakter bangsa, tetapi kini peran pesantren dalam perubahan
sosial sangat dibutuhkan, terutama dalam membangun atau menciptakan generasi
muda yang berkarakter dan religius atau menjadi manusia seutuhnya. Disamping
itu generasi muda juga merupakan bagian dari perubahan yang tidak terpisahkan,
akan perannya dalam mengubah peradaban yang lebih maju dan modern. Seyogyanya
hal tersebut, menjadi perhatian bersama dalam pola atau gaya pendidikan yang
sesuai untuk generasi muda saat ini, dimana pola pendidikan mempunyai peran
penting dalam doktrinasi dalam pola pikir yang lebih terarah, tentunya
pendidikan yang mencerahkan atau mencerdaskan (Freire dan Shor, 2001).
Pendidikan mempunyai peran penting dalam menyiapkan generasi yang mampu
menyosong atau mengimplikasikan konsep dari msyarakat madani dalam era globalisasi,
sehingga perubahan dan perkembangan dunia tidak luput dari peran pendidikan.
Beragam konseptual dan teoritikal mengenai pendekatan-pendekatan dalam pola
pendidikan saat ini, dimana tentunya mengacu pada perubahan masyarakat yang
cerdan dan mampu berjalan seiring perubahan sosial yang kompleks, seiring juga
dampak dari era globalisasi yang makin banter dalam mempengaruhi perjalanan
peradaban manusia kini.
Pendidikan
Humanis: Pendidikan yang Memanusikan
Tidak
terbantahkan bahwa pendidikan mempunyai peran penting dalam proses kemajuan dan
perubahan suatu bangsa dan negara, dimana pendidikan selalu mengarah pada
perbaikan peradaban dan masyarakat kini. Era globalisasi dengan konsep dan
paradigmanya, tentunya akan berdampak pada masyarakat global dalam menyosongnya
atau menyambutnya, dimana bagi masyarakat yang berpendidikan akan menerimanya
sebagai kemajuan yang harus diterima, sedangkan bagi masyarakat yang tidak
berpendidikan, itu akan menjadi petaka, karena masyarakat tersebut, gagap,
bingung, dan sebagainya. Disadari bersama, perubahan dan perkembangan zaman
akan membawa sebuah angin segar dalam kehidupan masa kini dan kedepan,
kendaraan yang dijadikan tumpangan adalah pendidikan, sehingga pemerintah
sebagai pengendali dan pengontrol, serta pelaksana dalam mencerdaskan bangsa
seharusnya harus sigap dan sensitif akan hal tersebut. Sensitifitas dalam
menangkap fenomena dampak dari perubahan dan kemajuan bangsa, apalagi dalam era
globalisasi dapat diupayakan dengan peningkatan atau pemberdayaan pendidikan yang lebih
bermasyarakat atau humanis (Sutiyono, 2009), sesuai dengan kebutuhan.
Diharapkan dengan pemberdayaan tersebut, dapat mencerahkan atau mengajak
masyarakat siap dalam menyambut era globalisasi dengan cermat dan jernih.
Dilain pihak pendidikan karakter juga penting dalam era globalisasi, karena
dengan pendidikan karakter bangsa tidak akan tergerus atau terhempas dari jati
dirinya sebagai manusia berbangsa dan beragama (Hasanah, 2012).
Membangun
sebuah bangsa yang berkarakter, tentunya tidak mudah seiring masuknya era
globalisasi yang penuh tantangan dan rintangan, tetapi sepatutnya bukan menjadi
faktor utama dalam mewujudkannya, sehingga beragam pemikiran dalam berbagai
forum atau diskusi perlu dilakukan sebagai evalusi dan refleksi untuk melangkah
kedepan lebih baik dan terarah. Mempelajari dan mengkaji dinamika masyarakat
dalam menapaki berjalannya peradaban, sangat penting sebagai pembelajaran atau
merupakan bagian penting dari proses proses internalisasi dalam membangun
karakter bangsa yang dinamis. Era globalisasi menjadi bagian penting dalam
proses pembentukan karakter, sehingga akan tercapai sebuah bangsa yang tangguh
dan dinamis dalam mengikuti perkembangan dan perubahan zaman kini dan kedepan.
Pembangunan Karakter sepatutnya menjadi perhatian bersama dalam membangun
sebuah masyarakat madani, seiring berjalannya era globalisasi dalam rangka
mengarah pada perubahan sosial yang humanis dan berkelanjutan. Arah perubahan
tersebut, sangat dinantikan masyarakat global, yang kini masih menjadi perdebatan
dikalangan pemikir, dengan berbagai alasan yang rasional atau logis maupun
tidak rasional/logis, salah satunya adalah masyarakat yang plural. Pluralitas
itulah yang akan menjadi aspek penting dalam rintangan atau hambatan dalam
membangun masyarakat madani yang komprehensif dan terintegrasi. Disamping itu
usaha yang tidak mudah untuk mensinergiskan pandangan dalam mencapai sebuah
tatanan yang ingin dicapai dalam peradaban masyarakat yang dewasa dan kritis
dalam dinamika kehidupan yang berubah-ubah. Komponen masyarakat, LSM, Pemikir
dan pemerintah sepatutnya berkonsolidasi secara bersama-sama dalam membangun
sebuah sistem pendidikan yang benar-benar dibutuhkan dalam ruang dan waktu yang
dinamis, sehingga sistem pendidikan berlaku sampai akhir hayat. Hal tersebut,
dapat dicontohkan atau tercermin dari sistem pendidikan sekarang, yang hanya
mengarah pada mental-mental yang bergantung dan pasif terhadap perkembangan dan
perubahan zaman, sehingga banyak sarjana-sarjana yang menganggur dan tidak
punya ketrampilan yang memadahi.
Keberagaman
dalam membangun kebersamaan dalam mencapai sebuah masyarakat ideal atau
masyarakat madani akan membuahkan sebuah kehidupan yang sangat indah dan merdu,
bilamana dilakukan secara konsisten. Disamping itu masyarakat tersebut, secara
tidak langsung telah mengaplikasikan sebuah kehidupan yang humanis dan
keberlajutan, sehingga tidak akan terdengar lagi masalah sosial, seperti
konflik dan sebagainya. Tujuan akhir dari pendidikan, memang sepatutnya
mengarah pada pendidikan yang memanusiakan, sehingga secara tidak langsung
membangun sebuah masyarakat yang ideal dalam arti masyarakat madani yang penuh
dengan kearifan, bermoral, berpengetahuan, bertoleransi, saling memahami atau
mengerti, hormat-menghormati dan lain-lain. Indonesia dari beberapa Negara
berkembang lain yang kini mencoba membangun sebuah masyarakat madani, tetapi
belum sepenuhnya berhasil dalam penerapannya, karena masih terdengar adanya
konflik-konflik sosial yang sering terjadi diberbagai wilayah atau daerah. Konflik
tersebut, biasanya terjadi diwilayah yang mayoritas masyarakatnya berlatar
pendidikan rendah, tetapi akhir-akhir ini, masyarakat intelektual, bahkan
mahasiswa pun sering terjadi tawuran. Semuanya terjadi, karena disebabkan
tiadanya kebersamaan dan toleransi antar masyarakat, baik itu masyarakat awam
maupun masyarakat intelektual. Disamping itu kepentingan pribadi atau kelompok
yang menyebabkan awal dari terjadinya konflik yang berkepanjangan dengan
intensitas dan durasi yang makin meningkat serta mengkwatirkan.
Agama
dan Masyarakat: Dalam Peradaban Humanis dan Religius
Semua manusia membutuhkan agama,
walaupun secara langsung masyarakat modern seakan menjauh agama, bahkan Atheis.
Tuhan dalam kamus mereka tidak mempunyai peran dalam kemajuan peradaban kini,
sehingga rasionalitas yang berkontribusi besar dalam perkembangan dan perubahan
yaman yang makin maju dan modern. Modernitas merupakan akumulasi dari
perkembangan dan perubahan budaya yang teraplikasikan dalam kehidupan yang
tidak konvesional dalam arti segala kehidupan dipengaruhi dan mempengaruhi oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Modernitas mencerminkan atau
menggambarkan akan kemajuan peradaban manusia kini, dimana segala aspek
kehidupannya mengacu pada proses kehidupan yang lebih baik, tetapi tanpa
disadari, ternyata modernitas membawa beban yang cukup besar dalam pola
pemikiran dan beban ekologis. Lajunya pertumbuhan dan perkembangan pola
pembangunan, seiring pula laju kerusakan, baik itu kerusakan ekologis maupun
kerusakan kejiwaan masyarakat (krisis spiritual), karena pola pembangunan yang
diimplikasikan mengacu pada aspek pembangunan ekonomi, sehingga hedonisme
menjadi tujuan akhir dari proses pembangunan yang dicapainya.
Bagi
orang atau masyarakat yang beriman dan beragama tentunya akan menyakini dan
percaya bahwa dibalik semua fenomena yang terjadi, terdapat campur tangan
Tuhan, sehingga secara tidak langsung telah terbangun sebuah masyarakat yang
religius. Dinamika agama dalam aspek sosial sangat menentukan arah akan perubahan
sosial yang diharapkan, dimana agama mempunyai peran penting dalam menata
kehidupan yang lebih baik dan Qur’ani. Membangun mental dan sikap Qur’ani ini
tidaklah mudah, disamping paradigma materialisme dan hedonisme telah menjadi
bagian hidup masyarakat kini. Pendidikan agama Islam berperan dalam dinamika
sosial masyarakat dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama, sehinga akan
tercipta sebuah kehidupan yang humanis dan religius. Aspek agama merupakan
aspek penting dalam pergulatan paradaban yang makin kompleks, karena agama
mampu menyaring (mengasimilasi), mengontrol, mengendalikan, dan menuntun
segenap umat manusia dalam kehidupan yang lebih hakiki dan terarah. Kehidupan
hakiki merupakan bagian dari proses pencaharian manusia untuk lebih dekat dengan
Tuhan, sehingga segala bentuk rintangan atau hambatan dapat dilalui dengan
mudah, secara tidak langsung telah mengarah pada kehidupan yang penuh makna
atau arti. Itulah peran agama dalam masyarakat yang kini mulai diperdebatkan
dalam dinamika kehidupan sosial, agama dikaji kembali (Reorientasi) untuk
menemukan kaidah-kaidah yang relevan dengan realitas sosial sekarang. Agama
bukan hanya sekedar dogma atau ritual belaka, tetapi mengandung makna yang
dinamis dan penuh makna, dalam arti mampu menjawab tantangan atau rintangan
zaman yang penuh ketidakjelasan atau kepastian.
Modernisasi,
secara tidak langsung telah mengeringkan rasa iman dan jiwa seseorang, sehingga
tanpa adanya filter secara keberlanjutan dan kontinue dapat menyebabkan
ketimpangan atau ketidakseimbang berhidup.
Kehidupan masyarakat yang modern dan maju dalam bidang teknologi, secara
tidak langsung mengarah pada kerusakan alam, bahkan dalam jiwa manusia sendiri,
dimana diakui juga bahwa peran dan dampak dari kemajuan iptek berkontribusi
besar dalam kemajuan suatu bangsa dan Negara. Kemajuan tersebut, secara
realitas telah menjauh dari makna hidup dan arah hidup yang hakiki, sehingga
aspek materialisme dan hedonisme menjadi bagian dari hidupnya. Hal tersebut,
sangat bertentangan dengan ajaran agama, dimana agama telah mengalami atau
dianggap sebagai penghambat atau penghalang kemajuan. Seiring perjalanan waktu,
kemudian seiring kebutuhan jiwa manusia, kini agama menjadi kebutuhan
masyarakat yang tidak bisa dipungkiri, terlihat bagaimana masyarakat modern
mengikuti berbagai pengkajian baik dimasjid, maupun di mushola.
Beragam
pengkajian dan model-model dakwah yang dibawa oleh kyai atau ustad menjadi
trend, tidak ketinggalan memenuhi kebutuhan masyarakat modern untuk mengisi
atau seakan menjadi konsultan untuk mengobati jiwa yang kering dan hampa. Kini
dapat dilihat, banyak masyarakat awam maupun modern rutin dan kontinue menyimak
berbagai pengkajian baik di media elektronik maupun non elektronik, seperti
media massa juga tidak ketinggalan dalam berdakwah. Perubahan tersebut,
menggambarkan betapa pentingnya agama sekarang, yang dahulu sempat dilupakan
bahkan ditinggalkan dalam perjalanan peradaban manusia. hal tersebut,
seharusnya menjadi perhatian bersama, bahwa agama merupakan bagian dari masyarakat
yang kini tidak terpisahkan, sehingga dalam perkembangan dan perubahan sosial
yang dinamik dapat mencapai sebuah nafas kehidupan masyarakat ideal atau madani
yang penuh dengan toleransi, humanis, dan keberlanjutan dalam menata kehidupan
yang lebih hormonis, seirama, dam seimbanga. Itulah kehidupan yang dijanjikan
Tuhan dalam Al-Qur’an, bagi manusia yang selalu membaca dan memahami isi, yang
kemudian mengaplikasikan dalam kehidupan sosial yang kini dalam gucangan atau
terombang-ambing oleh dinamika era globalisasi. Berpegang dan berpedoman pada
agama melalui Al-Qur’an akan menjadikan era globalisasi menjadi sarana dan
prasarana dalam menyebar luaskan nafas kehidupan Qur’ani secara cepat dan
tepat, sehingga bukan sebagai hambatan atau rintangan dalam menyosongnya.
Semoga Tuhan selalu ada dalam hati sekalian umat manusia dalam menapaki kisah
perjalanan hidup dipermukaan bumi penuh dengan berkah dan manfaat, baik kepada
sesama maupun lingkungan sekitar.
Kesimpulan
Membangun
sebuah masyarakat yang ideal, tidak luput dari konsep “Civil Society” yang kini
menjadi pembahasan dan kajian yang tidak ada ujungnya. Masyarakat ideal dalam
suatu masyarakat tercermin dari sikap dan mentalnya yang penuh toleransi dan
saling hormat dan menghargai antar sesama dan lingkungan, disamping itu
tersirat dalam prilaku yang dewasa serta berdedikasi, sehingga tidak mudah
tersulut provokasi dan selalu berpandangan optimis dan kedepan. Dilain pihak
dalam masyarakat ideal, secara tidak langsung menjadi wahana pendidikan yang
harus terus menjadi bahan atau modal sebagai inspirator dalam membangun sebuah
perubahan sosial yang humanis dan berkelanjutan. Humanis dan berkelanjutan,
dalam arti masyarakat yang adaptatif terhadap fenomena yang terjadi
dilingkungan sekitar dan global, sehingga masyarakat tetap eksist dalam
menapaki proses kehidupannya dengan bijak dan arif. Tidak terlupakan juga bahwa
perkembangan dan perubahan yang dikehendaki tersebut, tentunya tidak semudah
dibayangkan, terkait dampak dari era globalisasi yang makin kuat dalam
menggerus kebersamaan dalam berhidup. Era globalisasi, seperti yang diketahui
bersama, membawa sebuah perubahan yang bagus bagi peradaban dalam arti
mempeluas dan mempercepat segala informasi, disamping itu kebebasan menjadi
bagian dari era globalisasi. Dilain pihak era globalisasi menjadi era yang
membawa konsekuensi negatif dalam perjalanan masyarakat, terutama masyarakat
awam yang notabene berlatar pendidikan rendah dan masyarakat plural.
Pendidikan
agama menjadi instrument atau sarana dan prasarana yang harus dikuatkan dalam
peran dan fungsinya, untuk membangun sebuah karakter atau membangun masyarakat
yang berkarakter religius. Karakter religius ini, merupakan bagian dari proses
masyarakat madani yang berperan penting dalam pembangunan peradaban yang
bermoral dan beretika, sehingga tercipta sebuah masyarakat yang ideal, seperti
yang terurai pada aline sebelumnya. Pendidikan karakter sudah sepatutnya
menjadi bahan pertimbangan dan perhitungan dalam proses pembentukan generasi
muda yang kini sedang dihadang oleh berbagai rintangan dan tantangan dalam era
globalisasi. Diharapkan kedepan, dengan adanya pendidikan karakter terbangun
sebuah generasi yang mampu menyosong era globalisasi dengan bijak dan arif,
disamping itu mampu mengadopsi dan mengasimilasi sesuai dengan kebutuhan
masyarakat kini dan kedepan (budaya).
Daftar
Pustaka
Amin,
M. Harmoni dalam Keberagaman: Dinamika Relasi Agama-Negara, Penerbit
Dewan
Pertimbangan
Presiden Bidang Hubungan Antar Agama, 2011.
Alisjahbana,
T. Pemikiran Islam dalam Menghadapi Globalisasi dan Masa Depan Umat
Manusia, Penerbit DIAN
RAKYAT Jakarta, 1992
Hasanah,
A. Pendidikan Karakter: Berperspektif Islam, Penerbit Insan Komunika,
Bandung,
2012.
Hafidhuddin,
D. Al-Qur’an: Dalam Arus Globalisasi dan Modernitas, Mencari Alternatif
Pemikiran
di Tengah Absurditas Modernisme, Penerbit Lembaga Pengembangan Studi
dan
Informasi
(LPSI), 2004.
Freire,
P, dan Ira, S. Menjadi Guru Merdeka: Petikan Pengalaman, Penerbit LKIS
Yogyakarta,
2001
Sutiyono,
A. Sketsa Pendidikan Humanis-Religius: INSANIA, Jurnal Pemikiran
Alternatif
Kependidikan,
Vol. 14, No. 2 (2009) 207-220