Kode Iklan Otomati Atau Peninjauan Adsense -->

“Civil Society” dalam Era Globalisasi: Pendidikan dan Perubahan Sosial Yang Humanis dan Berkelanjutan

Makalah PendidikanIlmu Sosial Yang Humanis. Berikut ini saya mempunyai Makalah Pendidikan yang berjudul “Civil Society” dalam Era Globalisasi: Pendidikan dan Perubahan Sosial Yang Humanis dan Berkelanjutan”. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pelajar.  
Abstrak
Masyarakat madani atau lebih sering terdengar dengan sebutan “Civil Society” menjadi isu atau bahan yang menarik dari berbagai kalangan akademisi, dimana konsep tersebut, berimplikasi pada peradaban manusia yang lebih maju dan berbudaya. Civil Society sebuah paradigma yang terus mengalami perkembangan dan perubahan seiring perjalanan waktu, dimana banyak pakar mendefinisikan paradigma tersebut, dengan beragam interpretasi. Beragamnya interpretasi tentang konsep, aplikasi, dan implikasi Civil Society, terutama dikaitkan dengan era Globalisasi akan menjadi kajian yang lebih menarik, karena hal tersebut, secara tidak langsung berdampak pada perubahan sosial dan budaya dalam kehidupan masyarakat. Intensitas sosialisasi lebih efektif dan efisien, sebagai akibat dari era globalisasi, sehingga secara empiris dan teoritis masyarakat madani saling berkaitan dengan Globalisasi. Kajian-kajian literatur dan pengamatan dinamika masyarakat kini, yang terhubung dengan dinamika peradaban, tentunya menjadi isu atau perbincangan yang menarik dan menantang, karena menyangkut konsep masyarakat yang idealis dalam mewujudkan masyarakat yang humanis dan berkelanjutan. Selain itu studi historis sangat dibutuhkan dalam memahami dinamika masyarakat madani yang kini banyak mengalami perubahan dan perkembangan dalam tataran interpretasi dan persepsi masyarakat luas atau global. Pendidikan mempunyai peran dan fungsi dalam perubahan dan perkembangan tersebut, sehingga aspek pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari paradigma Masyarakat madani.
Pendahuluan
Masyarakat Madani atau lebih dikenal dengan istilah “Civil Society” sudah bukan barang atau bahan baru dalam perbincangan dikalangan akademisi saat ini, karena konsep tersebut, secara historis sudah berlangsung sejak diperkenalkannya atau dipopulerkan oleh Nurcholish Madjid, disamping itu wacana masyarakat madani sudah semarak pada tahun 1990-an, khususnya setelah jatuhnya Komunisme (Mas’udi, 1999). Beragam konsep atau teoritis yang ditawarkan oleh pakar atau pengamat, baik Sosial, ekonomi, Budaya, politik, bahkan dalam Islam sendiri, dalam membangun sebuah masyarakat yang adaptatif, dalam arti masyarakat yang mampu beradaptasi dengan perkembangan dan perubahan zaman. Berbagai diskusi sudah banyak dilakukan dikalangan akademisi maupun politisi, dalam merumuskan untuk mewujudkan sebuah kebijakan yang mampu membangun sebuah masyarakat yang idealis sesuai dengan konsep “Civil Society”. Membumikan konsep masyarakat madani, secara tidak langsung merupakan bagian dari proses perubahan sosial yang secara empiris telah berjalan dalam masyarakat yang dinamis.
Membangun sebuah peradaban dengan paradigma civil society didalam masyarakat yang plural, terutama di Indonesia tentunya membutuhkan tenaga dan waktu yang panjang, selain itu terkait dengan latar belakang pendidikan yang dilalui. Kompleksitas dan sulitnya membangun peradaban tersebut, akan banyak menimbulkan permasalahan yang tidak sederhana atau rumit, disamping kondisi geografis yang beragam dan dinamik. Dipahami bersama di Indonesia, sebuah Negara yang amat beragam akan suku, bahasa, dan agama, sehingga beragam pendekatan yang dilakukan harus sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah. Masyarakat perkotaan dengan masyarakat pedesaan sangat berbeda, akan cara atau model kehidupannya, dimana daerah perkotaan lebih cenderung pada aspek materiil, sehingga seluruh kehidupannya bergantung pada ketersediaan sumber daya alam yang ada, tiadanya keteraturan dalam pemakaiannya, sehingga terjadi kompetisi. Kompetisi dapat menimbulkan sebuah potensi yang besar, baik potensi besar maupun kecil, dimana potensi tersebut, dapat menjadi motivator dalam dinamika manusia dalam berhidup. Secara tidak langsung proses kehidupan diperkotaan lebih agresif dan radikal, dibanding didaerah pedesaan yang penuh dengan kenyaman dan ketentraman, sehingga proses kehidupan dipedesaan kini kadang-kadang menjadi inspirasi untuk dijadikan pedoman atau pegangan yang telah hilang dari derap kehidupan perkotaan. Diakui bersama, bahwa kehidupan diperkotaan lebih cepat berkembang atau cepat mendapat segala impian yang dicita-citakan, terkait segala sarana dan prasarananya yang lebih komplet dan maju, disamping itu perubahan dinamika peradaban juga lebih cepat dibanding suasana diwilayah pedesaan. Gerakan-gerakan akan signal perubahan kearah perbaikan secara spontan dan keberlanjutan lebih mudah terlihat diatmosfer perkotaan dibanding pedesaan, tetapi kerusakan juga lebih cepat terjadi diperkotaan, yang menjadi pertanyaan untuk semua, sejauh mana peradaban manusia madani mampu menjebatani atau mengiringi masyarakat dalam bersikap dan ber-action dalam era globalisasi masa kini yang terus bergerak cepat?
Era globalisasi merupakan sebuah era yang kini masih menjadi perdebatan atau kajian diberbagai Negara atau wilayah, terutama di Negara berkembang, seperti Indonesia, dimana globalisasi dipandang dari berbagai aspek atau sudut pandang, baik aspek agama, sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Beragam pandangan dari berbagai pakar membahas masalah dampak dari era globalisasi, secara umum dalam kaca mata ekonomi, era globalisasi sangat dibutuhkan dalam pergerakan pemasaran secara global, sehingga globalisasi berdampak positif dan menguntungkan bagi perusahaan atau industri-industri yang berkembang. Berbeda dengan kacamata agama, sosial, maupun politik dalam penafsirannya, dimana sebagian masih meragukan dampak yang dibawa globalisasi dalam masyarakat secara luas, dimana kondisi masyarakatnya masih plural disamping itu latar belakang pendidikan yang beragam dan kondisi geografis yang beragam pula, tentunya ini masih menjadi perdebatan, dikalangan pemikir hingga kini. Ketakutan dan kekwatiran akan dampak era globalisasi masih menggrayangi segenap pemikiran yang terus berkembang dan berubah-ubah. Secara eksplisit membangun sebuah peradaban masyarakat madani mengarah pada modernitas dan kemajuan peradaban yang lebih rasional, disamping adanya transformasi kebudayaan yang beradab, beretika, dan berpengetahuan. Membangun masyarakat yang ideal, dalam arti sebuah peradaban masyarakat yang dewasa dan kritis dalam mempersepsikan fenomena sekitar dengan rasional dan komprehensif, sehingga masyarakat model tersebut, tidak mudah tersulut atau terprovokasi untuk melakukan tindakan yang berdampak negatif. Itulah ciri-ciri sebuah masyarakat yang sudah pada tahap kedewasaan dalam mempersepsikan kondisi dan situasi atau pluralitas budaya dan agama secara arif dan bijak, sehingga secara tidak langsung terjalin toleransi dan kebersamaan dalam hidup yang ideal. Apakah masyarakat madani (Civil Society) merupakan driver atau inspirator dalam membangun sebuah masyarakat yang ideal dalam khasanah era globalisasi yang penuh tantangan dan hambatan, disamping begitu plural budaya dan agama yang ada? Dan apakah konsep masyarakat madani sesuai dengan dinamika kehidupan masyarakat modern, seiring ingin tercapainya sebuah perubahan sosial yang humanis dan berkelanjutan?
Pembahasan 
Masyarakat Ideal: Toleransi dan Kebersamaan dalam Berhidup
Secara umum situasi dan kondisi masyarakat Indonesia, yang begitu plural akan budaya, bahasa, agama dan sebagainya, tentunya tidak mudah untuk membangkitkan sebuah toleransi dan kebersamaan, jikalau masih adanya kesenjangan atau gesekan antara kepentingan pribadi maupun kelompok. Masyarakat kumpulan dari beragam latar belakang yang berbeda-beda, yang ditandai dengan kepentingan yang tercermin dari rasa kebersamaan dan cara hidup, dalam arti bahwa setiap manusia mempunyai suatu visi dan misi yang berbeda dalam kehidupannya. Perbedaan tersebut, sudah terdoktrin sejak anak-anak dalam bangku sekolah dari SD sampai perguruan tinggi sekalipun, dimana pandangan akan masa depan menjadi perhatian utama, sehingga banyak masyarakat sekarang mengejar impian masa depan dengan segala cara tanpa pertimbangan konsekuensi yang matang. Tiadanya pertimbangan dalam mengejar masa depan, tentunya menjadi perhatian bersama, dalam memahami dinamika kehidupan yang penuh dengan tantangan dan hambatan dalam meraih kehidupan masyarakat yang ideal seiring dinamika khasanah era globalisasi yang menggerus tatanan hidup masyarakat. Sikap toleranasi dan kebersamaan dalam berhidup, beberapa dari target yang ingin tercapai dari konsep masyarakat madani, dimana konsep tersebut, mengandung makna dan arti sebagai wujud masyarakat yang ideal dalam menapaki kisah perjalanan hidup yang penuh kepentingan pribadi (Egois).
            Egoistis menjadi paradigma dalam perubahan sosial yang penuh konflik dan kesenjangan sosial yang lebar, dalam peradaban manusia kini, tak mengherankan sumber dari permasalahan sosial muncul sebagai dampak dari kepentingan pribadi yang mengakar pada setiap masyarakat. Demokrasi dalam beberapa aspek lain, yang melahirkan kebebasan dalam beraktivitas maupun mengutarakan pendapat dalam bermasyarakat maupun bernegara. Secara tidak langsung atmosfer dampak dari konsep demokrasi tersebut, sangat menentukan jalannya terbangunnya masyarakat madani, tetapi dilain pihak juga menyebabkan dampak negatif, dimana beragam masalah baik masalah horizontal maupun vertikal terus berjalan, seiring berjalannya proses demokrasi dan era globalisasi. Masyarakat dengan beragam kepentingan dan permasalahan yang dihadapi, tentunya menjadi pembelajaran yang berharga dan penting dalam membentuk kepribadian dan pengetahuan yang mampu menganalisa permasalahan secara dewasa dan kritis, sehingga diharapkan masyarakat kedepan berparadigma keberlanjutan. Humanis dan keberlanjutan dalam bermasyarakat, tentunya dikaitkan dengan bagaimana masyarakat mampu menelaah dan menganalisis fenomena lingkungan sekitar yang terjadi, yang kemudian diinterpretasikan dengan bijak dan arif untuk menimalisir atau melangkah kedepan yang lebih baik. Sejarah dalam perjalanan manusia dalam menata peradaban yang baik, tentunya membutuhkan waktu yang panjang, karena perjalanan manusia dalam melihat atau memandang kedepan, sangat ditentukan bagaimana masyarakat melihat masa lalu (sejarah) untuk dijadikan pembelajaran atau pegangan atau ukuran dalam menatap atau melangkah kedepan.
            Membangun peradaban masyarakat yang ideal seperti membangun sebuah tatanan masyarakat yang ingin dicapai sesuai kesepakatan bersama dalam membentuk masyarakat yang bermartabat, berpendidikan, berpengetahuan, dewasa dalam melihat fenomena alam maupun sosial, berprinsip, berkeadilan, dan lain sebagainya. Kompleksitas masyarakat, terutama dinegara berkembang, seperti Indonesia sulit dan tidak mudah, tetapi secara garis besar, Indonesia sakan atau sudah mengarah pada masyarakat yang humanis dengan indikator berprilaku sopan santun, toleran, dan kebersamaan yang kental dengan adapt atau tradisi yang terus berlangsung ditengah-tengah masyarakat hingga saat ini. Kekentalan dalam berkerabat dan kerukunan dalam bermasyarakat sudah terjalin sejak lama, terutama dalam masyarakat pedesaan, dimana sifat gotong royong dan kerja sama masih berjalan, tetapi apakah seiring berjalannya perubahan dan perkembangan zaman, karakteristik sifat masyarakat tersebut, mampu bertahan seiring berjalannya era globalisasi yang makin merasuk dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat kini dan kedepan? Apakah masyarakat kini telah mengalami sebuah pembelajaran yang mengarah pada kedewasaan dalam menatap masa depan, seiring adanya gempuran dan gesekan sosial yang terus berlangsung?
Era Globalisasi: Kemajuan atau Kemunduran dalam Perubahan Sosial
Ketika kebebasan dan kemerdekaan dalam mengutarakan atau menyuarakan pendapat, sebagai tanda telah dimulainya atmosfer demokrasi, disamping berjalannya paradigma globalisasi yang kini makin mengakar dalam setiap perjalanan peradaban manusia. secara tidak tersadari masyarakat telah mengalami perubahan yang signifikan dalam proses kehidupannya, baik dalam aspek sosial maupun budaya berinteraksi dengan alam, dimana masyarakat kini mulai menata atau mengelola dengan sebaik mungkin dalam mencapai tujuan hidup yang damai, sejahtera, nyaman, tentram, dan kebersamaan dalam merangkai kehidupan. Pencapaian akan perubahan sosial yang ideal, tentunya menjadi impian bersama dalam membangun masyarakat yang demokratis, tetapi semua itu membutuhkan atau ada konsekuensi yang tidak sedikit baik materi maupun non materi.
Globalisasi sebuah era yang mampu mengantarkan pada peradaban manusia yang modern dan maju, terutama dalam percepatan persebaran informasi yang lebih cepat dan luas, sehingga aspek teknologi informasi mengalami perkembangan yang pesat dalam mendukung atau mengantarkan peradaban manusia yang lebih konkret dan global. Banyak kesan dan pesan yang dapat ditangkap terkait bagaimana masyarakat, sebagai manusia individu dan sosial sangat dinamis, tercermin bagaimana masyarakat kini memandang atau menatap kedepan. Bercermin pada masa lalu (Sejarah), manusia terus mengembangkan dan memodifikasi atau memanupulasi paradigma atau peradaban dengan seprangkat teknologi dan informasi untuk mencapai keinginan dalam mewujudkan sebuah kehidupan yang ideal. Era globalisasi menjadi barometer atau parameter dalam melihat atau mengukur prestasi manusia dalam peradaban yang diciptakannya, yang secara langsung membawa perubahan mendasar dalam kehidupan masyarakat global. Keberuntungan atau kekecewaan dalam melihat dan mempersepsikan perkembangan peradaban dalam era globalisasi selalu terjadi dalam masyarakat, karena secara garis besar era globalisasi menentukan kesiapan dan kesigapan masyarakat. Diketahui bersama, bahwa masyarakat Indonesia sangat plural, sehingga datangnya era globalisasi menjadi moment penting bagi masyarakat yang sudah siap, tetapi berbeda dengan masyarakat yang tidak siap, sehingga terjadi ketimpangan dan kesenjangan sosial dalam masyarakat. Kesenjangan dan ketimpangan salah satu konsekuensi dari perubahan sosial dalam era globalisasi, sehingga terciptanya ketidakseimbangan masyarakat dalam berhidup dengan lingkungan sekitar.
Belum ada yang menyimpulkan secara jelas dan tegas dampak dari era globalisasi pada perubahan akan kemajuan suatu masyarakat yang ideal, atau kemundurannya, hingga saat ini masih berlangsung perdebatan bahkan sampai pada isu-isu yang mengarah pada penerapan konsep-konsep yang terbangun. Membangun masyarakat madani “Civil Society” dalam era globalisasi, tentunya ingin mengarah pada kemajuan perubahan sosial yang adaptif, dalam arti perubahan yang humanis dan berkelanjutan, tetapi realitas menggambarkan, sejauh ini implikasi dari aplikasi masih menemukan kendala dalam masyarakat. Aspek pendidikan selain aspek-aspek lain sangat menentukan dalam mendorong perubahan masyarakat yang mampu mengikuti perkembangan dan perubahan zaman yang berjalan secara dinamik. selama ini aspek pendidikan menjadi masalah yang dilematis, yang sampai kini belum terselesaikan dengan baik, bahkan dalam era yang sudah maju dan modern, masih banyak masyarakat dengan latar belakang pendidikan rata-rata, bahkan sebagian ada yang hanya lulusan sekolah dasar. Problematika tersebut, sepatutnya menjadi pertimbangan bersama dalam membangun sebuah masyarakat madani, jikalau belum adanya pemerataan pendidikan yang adil dalam masyarakat Indonesia. Pendidikan mempunyai peran dan fungsi yang penting dalam pergeseran perubahan peradaban, kearah yang lebih baik, disamping itu suatu Negara dianggap maju dan modern, selain teknologi dan kebudayaannya, tingkat pendidikan juga menjadi barometernya.
Dilain pihak era globalisasi merupakan bagian dari perubahan zaman yang lebih agresif dan progressif, dimana segala informasi dapat diakses lebih cepat dan mudah oleh semua masyarakat global. Tiada hal yang dapat disembuyikan dalam dinamika kehidupan masyarakat kini, era globalisasi suatu kunci pembuka dunia global dan modern. Tanpa mengikuti dari era globalisasi akan mengalami ketertinggalan dalam perjalanan peradaban manusia, terlihat akan banyak masyarakat tersebut, gagap dan tidak percaya diri dalam melihat atau memandang masa depan yang lebih baik. Sepatutnya sebagai masyarakat Indonesia, apalagi mayoritas beragam Islam, seharusnya selalu siap dan sigap dalam menyosong dinamika perubahan, dimana dalam ajaran Agama Islam sendiri, terutama dalam hadist Nabi, mengungkapkan, “bahwa didiklah anakmu sesuai dengan zamannya”. Ungkapan atau perintah Nabi tersebut, tentunya mengandung makna bahwa setiap manusia harus selalu belajar dan bekerja disamping itu zaman kini akan berbeda dengan zaman berikutnya, sehingga diwajibkan bagi orang tua untuk mengajarkan pada anaknya sesuai dengan zamannya.
Dipahami bersama, bahwa kebekuan atau kekakuan masyarakat, terutama anak muda zaman sekarang, secara sistematis telah mengalami degenerasi jiwanya dalam optimisme dalam menyosong masa depannya. Kaku dalam bergerak maupun berpikir disertai jiwa yang tidak dinamis, permasalahan tersebut, sepatutnya menjadi pembahasan bersama, dimana anak muda merupakan penerus bangsa dan Negara dalam menciptakan atau membangun sebuah Negara yang kuat. Kuatnya Negara dan bangsa, terletak dari peran dan fungsi pemuda dalam pergulatan zaman diera globalisasi, sehingga pemuda sebagai agen utama dalam perubahan sosial yang dinamis, humanis dan berkelanjutan. Sepatutnya pemerintah wajib memeliharan dan memberikan pelayanan dalam arti pendidikan kepada anak-anak, karena mereka adalah aset atau harta karun masa depan yang tidak bisa dianggap remeh dalam perannya kedepan terhadap bangsa dan negara. Negara manapun membutuhkan pemuda sebagai kendaraan utama dalam perubahan suatu Negara yang lebih maju dan modern, sehingga dinegara maju seperti USA, bahkan Jepang banyak mengalokasikan dana untuk pendidikan, berbeda yang terjadi di Indonesia.
Peran dan Fungsi Pendidikan dalam Era Globalisasi
            Pada alinea sebelumnya, bahwa pendidikan mempunyai peran dan fungsi yang penting dalam membangun sebuah perubahan sosial, disamping itu mampu menciptakan generasi yang matang dalam menyosong era globalisasi yang penuh rintangan dan tantangan, terutama pada umat Islam (Alisjahbana, 1992; Hafidhuddin, 2004; Amin, 2011). Faktor pendidikan salah satu instrument penting dalam dinamika peradaban yang tidak bisa disingkirkan dari perkembangan dan perubahan zaman, dimana pendidikan merupakan barometer dari maju atau modernnya sebuah Negara. Dilain pihak pendidika Islam secara histories mempunyai kontribusi yang besar dalam perubahan zaman, apalagi dalam era globalisasi kini. Disamping itu pendidikan mampu membentuk karakter bangsa dan Negara yang kuat sesuai UU 45 secara garis besar yaitu beretika dan bermoral, sehingga diharapkan out put dari proses pendidikan mampu menciptakan generasi yang tawadhu’ dan berwawasan luas juga sesuai kebutuhan zaman. Diketahui bersama setiap zaman rintangan dan tantangan berbeda-beda, sehingga proses dalam pendidikan, seharusnya juga dinamis dalam melihat akan perubahan yang dibutuhkan. Dilain pihak pendidikan juga harus mengacu pada perkembangan dan perubahan global, sehingga secara kontinue dan konsisten adanya evaluasi untuk mengimplementasikan sebuah proses pendidikan yang dibutuhkan baik oleh industri, masyarakat, dan lain sebagainya. Menerapkan sebuah pendidikan yang berbasis kebutuhan atau pengalaman dalam kondisi masyarakat Indonesia kini, sangat dinantikan dan dibutuhkan, tetapi pihak birokrasi atau pemerintah sendiri masih belum mampu menangkapnya, sehingga belum adanya sinergitas antara permasalahan dan kebutuhan.
Pendidikan yang berbasis Islam atau istilah yang sering terdengar adalah Pesantren, dimana pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan yang kini mulai diangkat menjadi isu yang menarik dalam pergulatan perubahan sosial yang diharapkan. Dahulu pesantren dianggap sebagai lembaga yang tidak mempunyai kontribusi dalam menata atau membangun karakter bangsa, tetapi kini peran pesantren dalam perubahan sosial sangat dibutuhkan, terutama dalam membangun atau menciptakan generasi muda yang berkarakter dan religius atau menjadi manusia seutuhnya. Disamping itu generasi muda juga merupakan bagian dari perubahan yang tidak terpisahkan, akan perannya dalam mengubah peradaban yang lebih maju dan modern. Seyogyanya hal tersebut, menjadi perhatian bersama dalam pola atau gaya pendidikan yang sesuai untuk generasi muda saat ini, dimana pola pendidikan mempunyai peran penting dalam doktrinasi dalam pola pikir yang lebih terarah, tentunya pendidikan yang mencerahkan atau mencerdaskan (Freire dan Shor, 2001). Pendidikan mempunyai peran penting dalam menyiapkan generasi yang mampu menyosong atau mengimplikasikan konsep dari msyarakat madani dalam era globalisasi, sehingga perubahan dan perkembangan dunia tidak luput dari peran pendidikan. Beragam konseptual dan teoritikal mengenai pendekatan-pendekatan dalam pola pendidikan saat ini, dimana tentunya mengacu pada perubahan masyarakat yang cerdan dan mampu berjalan seiring perubahan sosial yang kompleks, seiring juga dampak dari era globalisasi yang makin banter dalam mempengaruhi perjalanan peradaban manusia kini.
Pendidikan Humanis: Pendidikan yang Memanusikan
Tidak terbantahkan bahwa pendidikan mempunyai peran penting dalam proses kemajuan dan perubahan suatu bangsa dan negara, dimana pendidikan selalu mengarah pada perbaikan peradaban dan masyarakat kini. Era globalisasi dengan konsep dan paradigmanya, tentunya akan berdampak pada masyarakat global dalam menyosongnya atau menyambutnya, dimana bagi masyarakat yang berpendidikan akan menerimanya sebagai kemajuan yang harus diterima, sedangkan bagi masyarakat yang tidak berpendidikan, itu akan menjadi petaka, karena masyarakat tersebut, gagap, bingung, dan sebagainya. Disadari bersama, perubahan dan perkembangan zaman akan membawa sebuah angin segar dalam kehidupan masa kini dan kedepan, kendaraan yang dijadikan tumpangan adalah pendidikan, sehingga pemerintah sebagai pengendali dan pengontrol, serta pelaksana dalam mencerdaskan bangsa seharusnya harus sigap dan sensitif akan hal tersebut. Sensitifitas dalam menangkap fenomena dampak dari perubahan dan kemajuan bangsa, apalagi dalam era globalisasi dapat diupayakan dengan peningkatan atau  pemberdayaan pendidikan yang lebih bermasyarakat atau humanis (Sutiyono, 2009), sesuai dengan kebutuhan. Diharapkan dengan pemberdayaan tersebut, dapat mencerahkan atau mengajak masyarakat siap dalam menyambut era globalisasi dengan cermat dan jernih. Dilain pihak pendidikan karakter juga penting dalam era globalisasi, karena dengan pendidikan karakter bangsa tidak akan tergerus atau terhempas dari jati dirinya sebagai manusia berbangsa dan beragama (Hasanah, 2012).
Membangun sebuah bangsa yang berkarakter, tentunya tidak mudah seiring masuknya era globalisasi yang penuh tantangan dan rintangan, tetapi sepatutnya bukan menjadi faktor utama dalam mewujudkannya, sehingga beragam pemikiran dalam berbagai forum atau diskusi perlu dilakukan sebagai evalusi dan refleksi untuk melangkah kedepan lebih baik dan terarah. Mempelajari dan mengkaji dinamika masyarakat dalam menapaki berjalannya peradaban, sangat penting sebagai pembelajaran atau merupakan bagian penting dari proses proses internalisasi dalam membangun karakter bangsa yang dinamis. Era globalisasi menjadi bagian penting dalam proses pembentukan karakter, sehingga akan tercapai sebuah bangsa yang tangguh dan dinamis dalam mengikuti perkembangan dan perubahan zaman kini dan kedepan. Pembangunan Karakter sepatutnya menjadi perhatian bersama dalam membangun sebuah masyarakat madani, seiring berjalannya era globalisasi dalam rangka mengarah pada perubahan sosial yang humanis dan berkelanjutan. Arah perubahan tersebut, sangat dinantikan masyarakat global, yang kini masih menjadi perdebatan dikalangan pemikir, dengan berbagai alasan yang rasional atau logis maupun tidak rasional/logis, salah satunya adalah masyarakat yang plural. Pluralitas itulah yang akan menjadi aspek penting dalam rintangan atau hambatan dalam membangun masyarakat madani yang komprehensif dan terintegrasi. Disamping itu usaha yang tidak mudah untuk mensinergiskan pandangan dalam mencapai sebuah tatanan yang ingin dicapai dalam peradaban masyarakat yang dewasa dan kritis dalam dinamika kehidupan yang berubah-ubah. Komponen masyarakat, LSM, Pemikir dan pemerintah sepatutnya berkonsolidasi secara bersama-sama dalam membangun sebuah sistem pendidikan yang benar-benar dibutuhkan dalam ruang dan waktu yang dinamis, sehingga sistem pendidikan berlaku sampai akhir hayat. Hal tersebut, dapat dicontohkan atau tercermin dari sistem pendidikan sekarang, yang hanya mengarah pada mental-mental yang bergantung dan pasif terhadap perkembangan dan perubahan zaman, sehingga banyak sarjana-sarjana yang menganggur dan tidak punya ketrampilan yang memadahi.
Keberagaman dalam membangun kebersamaan dalam mencapai sebuah masyarakat ideal atau masyarakat madani akan membuahkan sebuah kehidupan yang sangat indah dan merdu, bilamana dilakukan secara konsisten. Disamping itu masyarakat tersebut, secara tidak langsung telah mengaplikasikan sebuah kehidupan yang humanis dan keberlajutan, sehingga tidak akan terdengar lagi masalah sosial, seperti konflik dan sebagainya. Tujuan akhir dari pendidikan, memang sepatutnya mengarah pada pendidikan yang memanusiakan, sehingga secara tidak langsung membangun sebuah masyarakat yang ideal dalam arti masyarakat madani yang penuh dengan kearifan, bermoral, berpengetahuan, bertoleransi, saling memahami atau mengerti, hormat-menghormati dan lain-lain. Indonesia dari beberapa Negara berkembang lain yang kini mencoba membangun sebuah masyarakat madani, tetapi belum sepenuhnya berhasil dalam penerapannya, karena masih terdengar adanya konflik-konflik sosial yang sering terjadi diberbagai wilayah atau daerah. Konflik tersebut, biasanya terjadi diwilayah yang mayoritas masyarakatnya berlatar pendidikan rendah, tetapi akhir-akhir ini, masyarakat intelektual, bahkan mahasiswa pun sering terjadi tawuran. Semuanya terjadi, karena disebabkan tiadanya kebersamaan dan toleransi antar masyarakat, baik itu masyarakat awam maupun masyarakat intelektual. Disamping itu kepentingan pribadi atau kelompok yang menyebabkan awal dari terjadinya konflik yang berkepanjangan dengan intensitas dan durasi yang makin meningkat serta mengkwatirkan.
Agama dan Masyarakat: Dalam Peradaban Humanis dan Religius
            Semua manusia membutuhkan agama, walaupun secara langsung masyarakat modern seakan menjauh agama, bahkan Atheis. Tuhan dalam kamus mereka tidak mempunyai peran dalam kemajuan peradaban kini, sehingga rasionalitas yang berkontribusi besar dalam perkembangan dan perubahan yaman yang makin maju dan modern. Modernitas merupakan akumulasi dari perkembangan dan perubahan budaya yang teraplikasikan dalam kehidupan yang tidak konvesional dalam arti segala kehidupan dipengaruhi dan mempengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Modernitas mencerminkan atau menggambarkan akan kemajuan peradaban manusia kini, dimana segala aspek kehidupannya mengacu pada proses kehidupan yang lebih baik, tetapi tanpa disadari, ternyata modernitas membawa beban yang cukup besar dalam pola pemikiran dan beban ekologis. Lajunya pertumbuhan dan perkembangan pola pembangunan, seiring pula laju kerusakan, baik itu kerusakan ekologis maupun kerusakan kejiwaan masyarakat (krisis spiritual), karena pola pembangunan yang diimplikasikan mengacu pada aspek pembangunan ekonomi, sehingga hedonisme menjadi tujuan akhir dari proses pembangunan yang dicapainya.
Bagi orang atau masyarakat yang beriman dan beragama tentunya akan menyakini dan percaya bahwa dibalik semua fenomena yang terjadi, terdapat campur tangan Tuhan, sehingga secara tidak langsung telah terbangun sebuah masyarakat yang religius. Dinamika agama dalam aspek sosial sangat menentukan arah akan perubahan sosial yang diharapkan, dimana agama mempunyai peran penting dalam menata kehidupan yang lebih baik dan Qur’ani. Membangun mental dan sikap Qur’ani ini tidaklah mudah, disamping paradigma materialisme dan hedonisme telah menjadi bagian hidup masyarakat kini. Pendidikan agama Islam berperan dalam dinamika sosial masyarakat dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama, sehinga akan tercipta sebuah kehidupan yang humanis dan religius. Aspek agama merupakan aspek penting dalam pergulatan paradaban yang makin kompleks, karena agama mampu menyaring (mengasimilasi), mengontrol, mengendalikan, dan menuntun segenap umat manusia dalam kehidupan yang lebih hakiki dan terarah. Kehidupan hakiki merupakan bagian dari proses pencaharian manusia untuk lebih dekat dengan Tuhan, sehingga segala bentuk rintangan atau hambatan dapat dilalui dengan mudah, secara tidak langsung telah mengarah pada kehidupan yang penuh makna atau arti. Itulah peran agama dalam masyarakat yang kini mulai diperdebatkan dalam dinamika kehidupan sosial, agama dikaji kembali (Reorientasi) untuk menemukan kaidah-kaidah yang relevan dengan realitas sosial sekarang. Agama bukan hanya sekedar dogma atau ritual belaka, tetapi mengandung makna yang dinamis dan penuh makna, dalam arti mampu menjawab tantangan atau rintangan zaman yang penuh ketidakjelasan atau kepastian.
Modernisasi, secara tidak langsung telah mengeringkan rasa iman dan jiwa seseorang, sehingga tanpa adanya filter secara keberlanjutan dan kontinue dapat menyebabkan ketimpangan atau ketidakseimbang berhidup.  Kehidupan masyarakat yang modern dan maju dalam bidang teknologi, secara tidak langsung mengarah pada kerusakan alam, bahkan dalam jiwa manusia sendiri, dimana diakui juga bahwa peran dan dampak dari kemajuan iptek berkontribusi besar dalam kemajuan suatu bangsa dan Negara. Kemajuan tersebut, secara realitas telah menjauh dari makna hidup dan arah hidup yang hakiki, sehingga aspek materialisme dan hedonisme menjadi bagian dari hidupnya. Hal tersebut, sangat bertentangan dengan ajaran agama, dimana agama telah mengalami atau dianggap sebagai penghambat atau penghalang kemajuan. Seiring perjalanan waktu, kemudian seiring kebutuhan jiwa manusia, kini agama menjadi kebutuhan masyarakat yang tidak bisa dipungkiri, terlihat bagaimana masyarakat modern mengikuti berbagai pengkajian baik dimasjid, maupun di mushola.
Beragam pengkajian dan model-model dakwah yang dibawa oleh kyai atau ustad menjadi trend, tidak ketinggalan memenuhi kebutuhan masyarakat modern untuk mengisi atau seakan menjadi konsultan untuk mengobati jiwa yang kering dan hampa. Kini dapat dilihat, banyak masyarakat awam maupun modern rutin dan kontinue menyimak berbagai pengkajian baik di media elektronik maupun non elektronik, seperti media massa juga tidak ketinggalan dalam berdakwah. Perubahan tersebut, menggambarkan betapa pentingnya agama sekarang, yang dahulu sempat dilupakan bahkan ditinggalkan dalam perjalanan peradaban manusia. hal tersebut, seharusnya menjadi perhatian bersama, bahwa agama merupakan bagian dari masyarakat yang kini tidak terpisahkan, sehingga dalam perkembangan dan perubahan sosial yang dinamik dapat mencapai sebuah nafas kehidupan masyarakat ideal atau madani yang penuh dengan toleransi, humanis, dan keberlanjutan dalam menata kehidupan yang lebih hormonis, seirama, dam seimbanga. Itulah kehidupan yang dijanjikan Tuhan dalam Al-Qur’an, bagi manusia yang selalu membaca dan memahami isi, yang kemudian mengaplikasikan dalam kehidupan sosial yang kini dalam gucangan atau terombang-ambing oleh dinamika era globalisasi. Berpegang dan berpedoman pada agama melalui Al-Qur’an akan menjadikan era globalisasi menjadi sarana dan prasarana dalam menyebar luaskan nafas kehidupan Qur’ani secara cepat dan tepat, sehingga bukan sebagai hambatan atau rintangan dalam menyosongnya. Semoga Tuhan selalu ada dalam hati sekalian umat manusia dalam menapaki kisah perjalanan hidup dipermukaan bumi penuh dengan berkah dan manfaat, baik kepada sesama maupun lingkungan sekitar.         
Kesimpulan
Membangun sebuah masyarakat yang ideal, tidak luput dari konsep “Civil Society” yang kini menjadi pembahasan dan kajian yang tidak ada ujungnya. Masyarakat ideal dalam suatu masyarakat tercermin dari sikap dan mentalnya yang penuh toleransi dan saling hormat dan menghargai antar sesama dan lingkungan, disamping itu tersirat dalam prilaku yang dewasa serta berdedikasi, sehingga tidak mudah tersulut provokasi dan selalu berpandangan optimis dan kedepan. Dilain pihak dalam masyarakat ideal, secara tidak langsung menjadi wahana pendidikan yang harus terus menjadi bahan atau modal sebagai inspirator dalam membangun sebuah perubahan sosial yang humanis dan berkelanjutan. Humanis dan berkelanjutan, dalam arti masyarakat yang adaptatif terhadap fenomena yang terjadi dilingkungan sekitar dan global, sehingga masyarakat tetap eksist dalam menapaki proses kehidupannya dengan bijak dan arif. Tidak terlupakan juga bahwa perkembangan dan perubahan yang dikehendaki tersebut, tentunya tidak semudah dibayangkan, terkait dampak dari era globalisasi yang makin kuat dalam menggerus kebersamaan dalam berhidup. Era globalisasi, seperti yang diketahui bersama, membawa sebuah perubahan yang bagus bagi peradaban dalam arti mempeluas dan mempercepat segala informasi, disamping itu kebebasan menjadi bagian dari era globalisasi. Dilain pihak era globalisasi menjadi era yang membawa konsekuensi negatif dalam perjalanan masyarakat, terutama masyarakat awam yang notabene berlatar pendidikan rendah dan masyarakat plural.
Pendidikan agama menjadi instrument atau sarana dan prasarana yang harus dikuatkan dalam peran dan fungsinya, untuk membangun sebuah karakter atau membangun masyarakat yang berkarakter religius. Karakter religius ini, merupakan bagian dari proses masyarakat madani yang berperan penting dalam pembangunan peradaban yang bermoral dan beretika, sehingga tercipta sebuah masyarakat yang ideal, seperti yang terurai pada aline sebelumnya. Pendidikan karakter sudah sepatutnya menjadi bahan pertimbangan dan perhitungan dalam proses pembentukan generasi muda yang kini sedang dihadang oleh berbagai rintangan dan tantangan dalam era globalisasi. Diharapkan kedepan, dengan adanya pendidikan karakter terbangun sebuah generasi yang mampu menyosong era globalisasi dengan bijak dan arif, disamping itu mampu mengadopsi dan mengasimilasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat kini dan kedepan (budaya).
Daftar Pustaka
Amin, M. Harmoni dalam Keberagaman: Dinamika Relasi Agama-Negara, Penerbit Dewan
Pertimbangan Presiden Bidang Hubungan Antar Agama, 2011.
Alisjahbana, T. Pemikiran Islam dalam Menghadapi Globalisasi dan Masa Depan Umat
Manusia, Penerbit DIAN RAKYAT Jakarta, 1992
Hasanah, A. Pendidikan Karakter: Berperspektif Islam, Penerbit Insan Komunika, Bandung,
2012.
Hafidhuddin, D. Al-Qur’an: Dalam Arus Globalisasi dan Modernitas, Mencari Alternatif
Pemikiran di Tengah Absurditas Modernisme, Penerbit Lembaga Pengembangan Studi dan
Informasi (LPSI), 2004.
Freire, P, dan Ira, S. Menjadi Guru Merdeka: Petikan Pengalaman, Penerbit LKIS Yogyakarta,
2001
Sutiyono, A. Sketsa Pendidikan Humanis-Religius: INSANIA, Jurnal Pemikiran Alternatif
Kependidikan, Vol. 14, No. 2 (2009) 207-220

Untuk Navigasi Lengkap Silahkan Kunjungi Peta Situs


PASTE KODE IKLANMU DISINI

Baca Juga:

Langganan Via Email
Copyright © | by: Me