Minggu, 09 Juni 2013

Peran Keperawatan Komunitas Dalam Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat Menuju MDGs 2015

Makalah Kedokteran – Makalah pendidikan kedokteran. Berikut ini saya mempunyai makalah kedokteran yang berjudul “Peran Keperawatan Komunitas Dalam Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat Menuju MDGs 2015” semoga dengan adanya judul tersebut bisa membantu para mahasiswa dalam mengerjakan tugas makalah sesuai dengan fakultasnya.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan era millenium yang sudah di deklaraasikan,
dikenal dengan millennium development goals (MDGs), dan deklarasi MDGs merupakan hasil perjuangan dan kesepakatan bersama antara negara-negara berkembang dan negara maju. Negara-negara berkembang berkewajiban untuk melaksanakannya, termasuk salah satunya Indonesia di mana kegiatan MDGs di Indonesia mencakup pelaksanaan kegiatan monitoring MDGs. Sedangkan negara-negara maju berkewajiban mendukung dan memberikan bantuan terhadap upaya keberhasilan setiap tujuan dan target MDGs. Secara nasional, komitmen tersebut dituangkan dalam berbagai dokumen perencanaan nasional, antara lain dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2004–2009. Lalu, dipertegas pada RPJMN 2010-2014 dan Inpres No 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan Berkeadilan. Saat ini pemerintah serius member perhatian terhadap pencapaian delapan tujuan millennium development goals (MDGs). Setiap tujuan MDGs menetapkan satu atau lebih target, serta masing-masing indikator akan diukur tingkat pencapaiannya atau kemajuannya hingga tahun 2015. Secara global, ditetapkan 18 target dan 48 indikator. Namun, implementasinya tergantung pada setiap negara disesuaikan dengan
kebutuhan pembangunan dan ketersediaan data yang digunakan untuk mengatur tingkat kemajuannya. Indikator global tersebut bersifat fleksibel bagi setiap negara. Keseriusan itu diimplementasikan dengan mengintegrasikannya dalam program-program daerah sesuai acuan program pembangunan nasional. Delapan tujuan MDGs yang akan dicapai, pada bidang kesehatan diantaranya pertama, menurunkan angka kematian anak terhitng dari tahun 1990 sampai 2015. Pada 2007, angka kematian anak sekitar 44 per 1.000 kelahiran hidup. MDGs
menargetkan pengurangan angka kematian anak 2015 adalah 32 per 1.000 kelahiran hidup. Kedua, meningkatkan kesehatan ibu, sejak 1990 terjadi penurunan yaitu dari 390 menjadi sekitar 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2000. Target MDGs 2015 adalah sekitar 110 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk mencegah terjadinya kematian ibu, di antaranya adalah bersalinan yang aman bagi ibu yaitu persalianan yang dibantu tenaga persalinan terlatih. Tahun 2007, proporsi persalinan yang dibantu tenaga persalinan terlatih adalah 73 persen. Ketiga, penanganan berbagai penyakit 5 menular berbahaya yaitu HIV, TBC, malaria dan penyakit menular lainnya, prevalensi HIV-AIDS nasional saat ini adalah 5,6 per 100.000 orang. Namun, tidak ada indikasi laju penyebaran HIV-AIDS terhenti (Stalker, 2007). Derajat kesehatan masyarakat yang masih belum optimal pada hakikatnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan,
perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan genetika, hasil Riskesdas (2007), diketahui bahwa rumah tangga yang telah mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) baru mencapai 38,7%. Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 mencantumkan target 70% rumah tangga sudah mempraktekkan (perilaku hidup bersih dan sehat) PHBS pada tahun 2014 (Kementerian kesehatan RI, 2011).
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, tapi belum sepenuhnya mencapai target MDGs baik secara general maupun khusus di bidang kesehatan. Masih banyak masyarakat yang belum tahu MDGs. Pemerintah melalui instansi terkaitnya dalam menjalanakan pencapaian program MDGs, kurang memanfaatkan kegiatan-kegiatan yang bersinggunngan terhadap pencapaian MDGs, seperti: praktik keperawatan komunitas yang dilakukan oleh instansi-instansi pendidikan keperawatan. Padahal perawat komunitas dalam memberikan asuhan kepada masyarakat, yaitu mengajarkan bagaimana upaya-upaya peningkatan kesehatan kepada masyarakat. Besar peran
perawat komunitas perlu diapresiasi oleh pemerintah melalui dinas terkaitnya untuk di jadikan mitra dalam pencapaian MDGs, atau dapat diarahkan kepada pencapaian MDGs supaya apa yang akan dan telah dilakkukan dapat lebih focus kepada pencapaian target MDGs. Utamanya menjadikan masyarakat yang mandiri dan dapat menolong dirinya sendiri. Masyarakat sebagai warga Negara yang baik, sudah seharusnya turut mensukseskan apa yang menjadi tujuan pemerintah.
Tujuan
1.Tujuan umum.
Mengetahui peran perawat komunitas dan pencapaian MDGs tahun 2015.
2. Tujuan khusus.
a. Mengetahui tujuan pembangunan millennium atau yang dikenal dengan MDGs
yang ditargetkan pencapaiannya pada tahun 2015.
b. Mengetahui determinan perilaku dan perubahan perilaku.
c. Mengetahui konsep keperawatan komunitas.
d. Mengetahui kontribusi peran perawat dalam pencapaian MDgs tahun 2015.
e. Mampu memberikan saran bagi semua pihak demi pencapaian MDGs 2015
BAB II
PEMBAHASAN
Millenium Development Goals (MDGs)
Millennium Development Goals atau disingkat dalam bahasa Inggris MDGs, adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York pada bulan September 2000. Dasar hukum dikeluarkannya deklarasi MDGs adalah resolusi majelis umum PBB Nomor 55/2 Tanggal 18 September 2000, (A/Ris/55/2 United Nations Millennium Development Goals). Deklarasinya sendiri berisi komitmen untuk mencapai 8 buah sasaran pembangunan, sebagai satu paket tujuan yang terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Targetnya adalah tercapai
kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada tahun 2015. Pemerintah Indonesia turut
menghadiri Pertemuan Puncak Milenium di New York tersebut dan juga turut menandatangani Deklarasi Milenium. Pencapaian sasaran MDGs menjadi salah satu prioritas utama bangsa Indonesia. Delapan tujuan umum MDGs secara general mencakup pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesetaraan gender, kesehatan, kelestarian lingkungan dan permasalahan global.
Adapun secara rinci target MDGs memuat 8 tujuan yang meliputi;
1) penanggulangan kemiskinan dan kelaparan,
2) mencapai pendidikan dasar untuk semua,
3) kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan,
4) mengurangi angka kematian bayi,
5) meningkatkan kesehatan ibu,
6) melawan HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lain,
7) memastikan kelestarian lingkungan hidup, dan
8) kemitraan untuk pembangunan.
Memasuki tahun ke sepuluh, pencapaian MDGs dirasa belum optimal, maka pemerintah melakukan percepatan pencapaian, oleh karena itu percepatan pencapaian target MDGs merupakan amanah dari Inpres No 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Nasional 2010, dan Inpres No 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan Berkeadilan. Pada tingkat daerah (provinsi dan kabupaten/kota), dituangkan dalam RAD percepatan pencapaian tujuan pembangunan millenium. Kemudian delapan sasaran umum itu, dikembangkan melalui program Ditjen Bina Kesmas, Kementrian Kesehatan RI, dengan lima tambahan sasaran utama
MDGs, yakni :
1. Meningkatkaan cakupan antenatal,
2. Meningkatkan cakupan 7persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih,
3. Meningkatkan cakupan neonatal,
4. Meningkatkan prevalensi kurang gizi pada balita,
5. Meningkatkan tingkat kunjungan penduduk miskin ke puskesmas.
Delapan tujuan tersebut pada dasarnya berkaitan satu sama lain, dan MDGs bukan sekedar soal angka-angka dan pencapaian target, namun untuk lebih mendorong tindakan nyata. Salah satu manfaat dari MDGs adalah berbagai persoalan yang diusung menjadi perhatian berbagai pihak termasuk masyarakat secara luas, seharusnya (Stalker, 2007).
Keperawatan Komunitas.
Konsep keperawatan.
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada masyarakat, baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Sedangkan proses keperawatan adalah metode yang sistematis untuk mengkaji respon manusia terhadap masalah kesehatan dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan mengatasi masalah tersebut (CV Allen, 1991).
Proses keperawatan komunitas adalah metode asuhan keperawatan yang bersifat alamiah, sistematis, dinamis, kontinu, dan berkesinambungan dalam rangka memecahkan masalah kesehatan dari klien, keluarga serta kelompok atau masyarakat melalui langkah-langkah: pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan. Tujuan dari asuhan keperawatan, memberi bantuan yang paripurna dan efektif kepada semua orang yang memerlukan pelayanan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional, menjamin
semua bantuan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan klien, melibatkan klien dalam perencanaan dan pelaksanaan asuhan keperawatan, memelihara hubungan kerja yang efektif dengan semua anggota tim kesehatan dan meningkatkan status kesehatan masyarakat. Ciri-ciri keperawatan komunitas, yaitu perpaduan antara pelayanan keperawatan dengan kesehatan komunitas, Adanya
kesinambungan pelayanan kesehatan (continuity of care), Focus pelayanan pada upaya promotif dan preventif. Terjadi proses alih peran dari perawat kesehatan komunitas kepada klien (individu, keluarga, kelompok, masyarakat) sehingga terjadi kemandirian. Landasan kebijakan: PP No.32 th 1996, tentang tenaga kesehatan, yang berbunyi: seseorang yang telah lulus dan mendapatkan ijazah dari pendidikan kesehatan yang 8 diakui pemerintah. UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 32 ayat (2) bahwa penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengobatan dan atau perawatan. Ayat (3) berbunyi pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggung jawabkan. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan tidak lepas dari menjalankan peran dan fungsinya sebagai perawat. peran perawat sendiri meliputi: peran sebagai pelaksana pelayanan keperawatan, peran pendidik, peran pengamat kesehatan, koordinator pelayanan kesehatan, peran pembaharu, peran pengorganisir pelayanan kesehatan, peran role model, dan peran fasilitator. Peran pelaksana yaitu perawat memberikan pelayanan kesehatan kepad individu, keluarga, kelompok / masyarakat berupa asuhan keperawatan yang komprehensif  meliputi pemberian asuhan pencegahan pada tingkat 1, ke 2 maupun yang ketiga, baik direct/indirect. Peran educator, perawat memberikan pembelajaran merupakan dasar dari semua tahap kesehatan dan tingkat pencegahan, perawat mengajarkan tindakan penkes, pencegahan penyakit, pemulihan dari penyakit, dan menyusun program health education, memberikan info yang tepat tentang kesehatan. Sebagai pengamat kesehatan perawat melaksanakan monitoring terhadap perubahan yang terjadi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang menyangkut masalah kesehatan melalui kunjungan rumah, pertemuan, observasi dan pengumpulan data. Role model, perilaku yang ditampilkan perawat dapat dijadikan panutan, panutan ini digunakan pada semua tingkat pencegahan terutama PHBS,
dan menampilkan profesionalisme dalam bekerja. Peran koordinator pelayanan kesehatan, perawat mengkoordinir seluruh kegiatan upaya pelayanan kesehatan masyarakat dan puskesmas dalam mencapai tujuan kesehatan melalui kerjasama dengan tim kesehatan lain sehingga pelayanan yang diberikan merupakan kegiatan yang menyeluruh. Peran Koordinator, perawat melakukan koordinasi terhadap semua pelayanan kesehatan yang diterima oleh keluarga, dan bekerja sama dengan keluarga dalam perencanaan pelayanan keperawatan serta sebagai penghubung dengan institusi pelayanan kesehatan lain, dalam menjalankan supervisi terhadap asuhan keperawatan yang dilaksanakan anggota tim. Peran pembaharu, perawat berperan sebagai inovator terhadap inidividu, keluarga dan masyarakat dalam merubah perilaku dan pola hidup yang berkaitan dengan 9 peningkatan dan pemeliharaan kesehatan. Peran pengorganisir pelayanan kes, perawat memberikan motivasi untuk mengikutsertakan individu, keluarga dan
kelompok dalam setiap upaya pelayanan kesehatan yang dilaksnakan di masyarakat, posyandu, dan dana sehat. Peran fasilitator, perawat merupakan tempat bertanya bagi masyarakat untuk memecahkan masalah kesehatan, perawat dapat memberikan solusi mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.
Keperawatan komunitas.
Peran perawat komunitas dalam pencapaian target MDGs tahun 2015, yaitu dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat seoptimal mungkin melalui praktik keperawatan komunitas, dilakukan melalui peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) di semua tingkat pencegahan (levels of prevention). Perawat dalam melaksanakan praktik kelapangan melaksanakan atau memberikan asuhan keperawatan di komunitas atau masyarakat pertama, berbasis institusi pendidikan ketika sedang menempuh program diploma, pada saat menempuh program sarjana (tahap akademik dan profesi), pada tahap menempuh pascasarjana baik aplikasi maupun spesialis, dan ketika berada di tatanan tempat kerja yaitu didinkes dan puskesmas. Orientasi praktik perawat komunitas tidak hanya kepada masalah sakit saja tetapi juga kepada masalah sehat, dimana perawat komunitas mengajarkan kepada
masyarakat bagaimana mengatasi sakit supaya tidak terjadi keparahan dan menjadi sehat sehat,
dan bagi yang sehat bagaimana menjaga kesehatannya dan meningkatkan kesehatannya. Juga menjadikan masyarakat dari yang tidak tau menjadi tahu, dari yang tidak mau menjadi mau dan dari yang tidak mampu menjadi mampu. Smith, et.all (1995) menjelaskan bahwa tanggung jawab perawat adalah:
1.      Menyediakan pelayanan bagi orang sakit atau orang cacat di rumah mencakup pengajaran terhadap pengasuhnya,
2.      Mempertahankan lingkungan yang sehat
3.      Mengajarkan upaya-upaya peningkatkan kesehatan
4.      Pencegahan, penyakit dan injuri
5.      Identifikasi standar kehidupan yang tidak adekuat atau mengancam penyakit/injuri
6.      Melakukan rujukan
7.      Mencegah dan melaporkan adanya kelalaian atau penyalahgunaan (neglect & abuse)
8.      Memberikan pembelaan untuk mendapatkan kehidupan dan pelayanan kesehatan yang sesuai standart
9.      Kolaborasi dalam mengembangkan pelayanan kesehatan yang dapat diterima, sesuai dan adekuat
10.  Melaksanakan pelayanan mandiri serta berpartisipasi dalam 10 mengembangkan pelayanan professional
11.  Menjamin pelayanan keperawatan yang berkualitas
12.  Melaksanakan riset keperawatan
Perawat komunitas melakukan asuhan keperawatannya mulai dari aplikasi asuhan, dan proses kegaiatan (Jaji, 2011), secara rinci diuraikan di bawah ini.
Aplikasi asuhan
Perawat komunitas dalam pengaplikasi asuhan keperawatan di mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Adapun proses asuhan melalui tahapan pengkajian kesehatan komunitas. Pengkajian keperawatan komunitas merupakan suatu proses tindakan untuk mengenal komunitas, mengidentifikasi faktor positif dan negative yang berbenturan dengan masalah kesehatan dari masyarakat, hingga sumber daya yang dimiliki komunitas, dengan tujuan merancang strategi promosi kesehatan. Pada tahap pengkajian didahului dengan sosialisasi program perawatan kesehatan komunitas serta program apa saja yang akan dikerjakan bersama-sama dalam komunitas. Sasaran dari sosialisasi adalah tokoh masyarakat baik formal
maupun non formal, kader masyarakat, serta perwakilan dari tiap elemen dimasyarakat
(PKK, karang taruna, dan lainnya). Kumpulan data sekunder dan wawancara dengan
orang penting di komunitas yang dipilih merupakan metode yang dapat membantu dalam menentukan kebutuhan atau masalah kesehatan yang mungkin mempunyai risiko tinggi pada komunitas. Pengkajian di lakukan kepada objek kumpulan individu/keluarga di komunitas
merupakan “Core“ dari asuhan keperawatan komunitas. Demografi, populasi, nilai-nilai, keyakinan dan riwayat individu termasuk riwayat kesehatannya, serta dipengaruhi pula oleh delapan sub sistem: fisik dan lingkungan perumahan, pendidikan , keselamatan dan transportasi, politik dan kebijakan pemerintah, kesehatan dan pelayanan sosial, komunikasi, ekonomi dan rekreasi. Metode yang digunakan dalam pengkajian meliputi: wawancara, interviu, forum komunitas (forkom), focus group discussion (FGD), dan kuisioner (Anderson,2006). Setelah data pengkajian terkumpul,maka data dikembangkan dan merumuskan diagnose keperawatan komunitas. Rumusan diagnose kesehatan komunitas berdasarkan diagnose komunitas (problem, karakteristik komunitas, etiologi, manifestasi). Diagnosa yang ada disusun urutannya sesuai dengan prioritas. Kriteria urutan termasuk: kemungkinan dilaksanakan, hubungan dengan biaya, sumber-11sumber, minat dari komunitas, tingkat ancaman bahaya pada kesehatan, risiko atau
kemungkinan berisiko apa yang dapat dikurangi. Setelah didapatkan urutan diagnosa masalah kesehatan komunitas, maka perawat membuat perencanaanatau planning of action (POA), dan proses implementasi. Pada tahap ini perawat mengidentifikasi “recipient community” (komunity yang menerima) dan “target comunity” (komunitas yang menjadi target) dari intervensi. Perencanaannya meliputi menentukan tujuan umum (goal) dan tujuan khusus (objektive),
pendekatan teoritis untuk berubah yang dipakai bersama target komunitas, misalnya social
planning, social action, locality development. Proses implementasi yang telah dilaksanakan dilakkan evaluasi. Evaluasi dilaksanakan untuk melihat hasil kelompok kerja kesehatan komunitas dengan mengukur pencapaian tujuan sesuai kriteria, dimana kriteria evaluasi dapat mengevaluasi dampak program lebih efektif, hasil lain yang diobservasi secara langsung terhubungan dengan intervensi, kelompok akan merumuskan kembali urutan prioritas dari diagnosa komunitas, dan perawat komunitas membuat rekomendasi apa yang kelompok sarankan untuk berkelanjutan dari program ini.
Proses kegiatan
Mahasiswa dalam praktik komunitas dimasyarakat di bagi kedalam kelompok-kelompok kecil ideal, dan ditempatkan di wilayah RW secara berkelompok. Minggu pertama melakukan orientasi wilayah praktik dengan melakkan identifikasi melalui struktur yang ada dimasyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan lingkungan. Selanjutnya mahasiswa melakukan persiapan pertemuan dengan masyarakat untuk mengidentifikasi msalah dan melakukan pengorganisasian masyarakat. Selanjtnya diikuti dengan penyususnan instrument. Minggu kedua mahasiswa melakkan orientasi program puskesmas di pelayanan kesehatan setempat. Program tersebut merupakan program prioritas dan dilanjutkan dengan presentasi mengenai hasil telaah program
tersebut. Setelah instrument siap, maka mahasiswa bersama masyarakat menyusun rencana
berdasarkan data yang diperoleh dan diakhiri dengan penysusnan POA (planning of action) awal. Minggu selanjutnya mahasiswa dapat melakukan implementasi sesuai dengan POA terkait dengan kebutuhan dan masalah yang ditemukan. Adapun untuk kegiatan usaha kesehatan sekolah, posyandu dan kesehatan industry dapat dilakukan 12 secara mandiri tanpa perlu menunggu data pengkajian masyarakat, cukup dengan data dari sekolah, posyandu dan kesehatan kerja di kelompok tersebut. Setelah data terkumpul dan dianalisis, maka dilakukan lokmin (lokakaryamini), tujuannya adalah masyarakat mengetahui permasalahan kesehatan yang ada
diwilayahnya, dan bersama-sama mencarikan solusi dan alternative pemecahan masalahnya (dilakukan implementasi). Seluruh implementasi yang dilaksanakan dilakukan evaluasi dan menyususn rencana tindak lanjut kegiatan yang disepakati.
Perilaku masyarakat yang kurang sehat.
Permasalahan kesehatan yang ada di masyarakat secara umum telah terjadi penurunanan angka kesakitan, akan tetapi beberapa penyakit menular terutama HIV dan AIDS, Tuberkulosis dan Malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang cukup besar. Sedangkan beberapa penyakit menular lain seperti Filariasis, Kusta, dan Frambusia menunjukkan kecenderungan meningkat kembali dan penyakit Pes masih terdapat di sejumlah daerah. Sementara itu, prevalensi penyakit tidak menular seperti Penyakit Kardiovaskular, Hipertensi, Diabetes mellitus dan Obesitas cenderung meningkat serta menunjukkan potensi yang semakin besar sebagai penyebab kematian . Bahkan cakupan Universal Child Imunization (UCI) yang belum tercapai akan dapat berdampak pada rawannya bayi terhadap serangan berbagai penyakit
yang sebenarnya dapat dicegah dengan imunisasi (Riskesdas, 2007). Derajat kesehatan masyarakat yang masih belum optimal pada hakikatnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan,
perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan genetika. Kalangan ilmuwan umumnya berpendapat bahwa determinan utama dari derajat kesehatan masyarakat tersebut, selain kondisi lingkungan, adalah perilaku masyarakat. Sesuai hasil Riskesdas (2007), diketahui bahwa rumah tangga yang telah mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) baru mencapai 38,7%. Oleh sebab itu, Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 mencantumkan target 70% rumah tangga sudah mempraktekkan PHBS pada tahun 2014. Persentase Rumah Tangga Ber-PHBS memang merupakan salah satu Indikator Kinerja Utama (IKU) dari Kementerian Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Meningkatkan cakupan rumah tangga yang mempraktekkan PHBS sebesar lebih dari 30% dalam kurun waktu 2010-2014 merupakan upaya yang sangat berat (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Perilaku rumah tangga sangat dipengaruhi oleh proses yang 13 terjadi di tatanan-tatanan sosial lain, yaitu tatanan instansi pendidikan, tatanan tempat kerja, tatanan tempat umum dan tatanan fasilitas kesehatan. Sudah seharusnya dibuktikan dengan aksi nyata menggandeng atau bermitra dengan swasta sesuai dengan tujuan khusus dari pedoman PHBS (termasuk institusi pendidikan dan organisasi profesi). Seyogyanya pula tidak bosan-bosan untuk memberikan informasi kepada masyarakat luas,sehingga permasalahan yang ada di usung dan di perhatikan oleh semua pihak. Indicator PHBS sendiri meliputi:
1.      persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan.
2.      memberi ASI ekslusif.
3.      Menimbang bayi dan balita.
4.      menggunakan air bersih.
5.      mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.
6.      menggunakan jamban sehat.
7.      memberantas jentik di rumah.
8.      makan buah dan sayur setiap hari.
9.      melakukan aktivitas fisik setiap hari.
10.  tidak merokok didalam rumah.
Upaya penerapan 10 (sepuluh) indikator PHBS di tingkat rumah tangga, tentu sangat tergantung lagi dengan kesadaran dan peran serta aktif masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya masing-masing. Sebab upaya mewujudkan lingkungan yang sehat akan menunjang pola perilaku kehidupan rakyat yang sehat secara berkelanjutan.
Alternative solusi.
Perilaku masyarakat yang kurang sehat dapat di tingkatkan dengan, pemberian informasi yang berkelanjutan, perubahan perilaku, dan peraturan perundang-undangan. Gambaran bagaimana perilaku dapat berubah, dari perilaku kurang sehat menjadi perilaku sehat (Notoatmodjo, 2011)
, diuraikan dibawah ini:
Determinan prilaku
Banyak teori yang mencoba untuk mengungkap determinan perilaku dengan menganalisis factor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain teori Green (1980), Snehandu B. Kar (1983), dan WHO (1984). Pada kesempatan ini akan dibahas teori menurt Snehandu B. Kar (1983), Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu fungsi dari:
a.  niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya (behavior intention)
b.      dukungan social dari masyarakat sekitarnya (social support)
c.  ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (accessibility of information)
d.  otonomi pribadi yang ersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy)
e.    situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation).
Dapat disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan oleh
niat orang terhadap objek kesehatan, ada atau tidaknya dukungan dari masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan, kebebasan dari individu untuk mengambil keputusan/ bertindak, dan situasi yang memungkinkan ia berperilaku atau bertindak atau tidak berperilaku atau tidaka bertindak.
Strategi perubahan prilaku
Program-program kesehatan, agar diperoleh perubahan perilaku yang sesuai dengan norma-norma kesehatan, sangat diperlukan usaha-usaha konkrit dan positif, beberapa strategi untuk memperoleh perubahan perilaku WHO, mengelompokkannya menjadi tiga: pertama, menggunakan kekuatan atau kekuasaan atau dorongan. Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksanakan kepada sasaran atau masyarakat sehingga ia mau melakukan (berprilaku) seperti yang diaharapkan. Cara ini dapat ditempuh misalnya dengan adanya peratran-peratran atau perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh anggota masyarakat.cara ini akan menghasilkan perilaku yang cepat, akan tetapi perubahan tersebut belum tentu akan erlangsung lama karena perubahan perilaku yang terjadi tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri. Kedua, pemberian informasi. Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Selanjutnya dengan pengetahuan-pengetahuan itu akan menimbulkankesadaran mereka, dan akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya itu. Hasil atau perubahan perilaku dengan cara ini memakan waktu lama,tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari oleh kesdaran mereka (bukan karena paksaan). Ketiga diskusi partisipasi, sebagai peningkatan cara yang kedua yang dalam memberikan informasi tentang kesehatan tidak bersifat searah saja, tetapi dua arah. Hal ini berarti bahwa masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga harus aktif berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang
diterimanya.dengan demikian maka pengetahuan kesehatan sebagai dasar perilaku mereka diperolah secara mantap dan lebih mendalam, bahkan merupakan referensi perilaku orang lain. Sudah barang tentu cara ini akan memakan waktu yang lebih lama dari cara yang kedua, dan jauh lebih baik dengan cara yang pertama. Diskusi partisipasi adalah salah satu cara yang baik dalam rangka memberikan informasi-informasi dan pesan-pesan kesehatan.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan.
Peran perawat komunitas dalam pencapaian target MDGs tahun 2015, yaitu dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat seoptimal mungkin melalui praktik keperawatan komunitas, dilakukan melalui peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) di semua tingkat pencegahan (levels of prevention). Perawat dalam melaksanakan praktik kelapangan melaksanakan atau memberikan asuhan keperawatan di komunitas atau masyarakat pertama, berbasis institusi pendidikan ketika sedang menempuh program diploma, pada saat menempuh program sarjana (tahap akademik dan profesi), pada tahap menempuh pascasarjana baik aplikasi maupun spesialis, dan ketika berada di tatanan tempat kerja yaitu didinkes dan puskesmas.
Derajat kesehatan masyarakat yang masih belum optimal pada hakikatnya dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan genetika. Kalangan ilmuwan umumnya berpendapat bahwa determinan utama dari derajat kesehatan masyarakat tersebut, selain kondisi lingkungan, adalah perilaku masyarakat. Peran perawat komunitas dalam pencapaian MDGs, baik secara langsung maupun tidak langsung sangat berperan yaitu dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat seoptimal mungkin.
Saran.
Setelah mempelajari peran perawat komunitas dan pencapaian MDGs, maka dapat di usulkan:
1.      Program MDGs disosialisasikan kepada pihak-pihak yang berkontribusi dalam pencapaiaannya seperti institusi pendidikan kesehatan, juga di informasikan kepada masyarakat luas.
2.      Semua praktik keperawatan yang dilaksanakan oleh perawat komunitas selama masa pendidikan, di fasilitasi, di koordinir supaya apa yang telah dikerjakan dapat difokuskan dalam mencapai capaian MDGs.
3.      Perawat komunitas yang ada di puskesmas dipolakan sama seperti mereka melaksanakan asuhan keperawatan pada masa berada di bangku kuliahan, karena untuk saat ini perawat kesannya lebih banyak didalam gedung mengerjakan administrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Elizabeth T & Judith Mc Farlan. Community as partner: theory and practice
in nursing. ISBN 979-448-742-2Alramadona.
Pemerintah Serius Capai Delapan Tujuan MDGs, Sumber: Padang Ekspress Mar. 30, 2012.
Depkes RI. Buku Saku Rumah Tangga Sehat dengan PHBS, Pusat Promosi Kesehatan: Jakarta, 2007.
Jaji & Nurharlina. Buku panduan praktik profesi keperawatan komunitas, PSIK-FK Unsri tahun 2011.
Gustini M. Jenjang karier, artikel 2009. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman pembinaan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), -- Jakarta: 2011.
Kuliah Umum: Peran Bidan dan Perawat dalam Mensukseskan Program Pencapaian
Millenium Development Goals 2015 dan Program Bali Ndeso Mbangun Deso; www.poltekkes-smg.ac.id, diakses 30-05-2012.
Notoatmodjo,soekijo. Promosi kesehatan dan Ilmu Perilaku, teori dan aplikasi. Jakarta : Rineka cipta. 2011.
Pedoman Penyusunan Rencana Aksi Percepatan Pencapaian Tujuan MDGs Di Daerah (RAD MDGs).
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BPPN TAHUN 2010. Stalker, Peter. ”
Kita Suarakan Millennium Development Goals (MDGs) Demi Pencapaian nya di Indonesia”. 2007.
Stanhope, marcia, ruth N. Knollmueller. Handbook of community-based and home health nursing practice, tools for assessment, intervention, and education, 3 th Ed. Mosby Inc. 2000
http://ipkkidiy.wordpress.com, diakses 29-05-2012.